KH. Hasyim Asy’ari: Ulama Pejuang yang Menginspirasi Kemerdekaan Indonesia

Uwrite.id - Hari Pahlawan setiap 10 November menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berkorban demi kemerdekaan. Di antara sekian banyak tokoh yang mengukir sejarah perjuangan bangsa, KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), menempati posisi istimewa. Beliau bukan hanya ulama besar, tetapi juga sosok pejuang yang menginspirasi rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan.
KH. Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari 1871 di Jombang, Jawa Timur. Sejak muda, beliau dikenal sebagai sosok ulama yang cerdas, arif, dan peduli terhadap rakyat. Pendidikan agama yang beliau terima membentuk karakter beliau sebagai tokoh yang tegas dalam menjaga nilai-nilai Islam sekaligus membela kepentingan rakyat. Kecintaan beliau pada ilmu pengetahuan dan pendidikan membawa beliau mendirikan berbagai lembaga pendidikan Islam, termasuk pesantren yang menjadi pusat pembentukan karakter dan intelektual generasi muda di Jawa Timur.
Pada 31 Januari 1926, KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi yang menekankan kombinasi pendidikan agama, dakwah, dan sosial. NU tidak hanya menjadi organisasi keagamaan, tetapi juga berperan sebagai pusat pembinaan moral dan karakter bangsa. Organisasi ini menjadi salah satu pilar penting dalam pergerakan moral dan sosial yang mendorong rakyat Indonesia untuk bangkit melawan penjajah, baik secara intelektual maupun fisik.
Tokoh NU dan Muhammadiyah Menolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
Peran KH. Hasyim Asy’ari dalam perjuangan kemerdekaan mencapai puncaknya pada Peristiwa Pertempuran Surabaya pada November 1945. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Belanda bersama Sekutu kembali mencoba menguasai Indonesia. Untuk menghadapi ancaman tersebut, KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa “Resolusi Jihad” pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini menegaskan bahwa mempertahankan kemerdekaan adalah kewajiban setiap umat Islam, sehingga melawan penjajah adalah bagian dari ibadah.
Fatwa ini menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi ribuan santri yang kemudian berjuang di medan pertempuran, terutama di Surabaya. Para santri dari berbagai pesantren di Jawa Timur mengangkat senjata, mempertaruhkan nyawa mereka demi mempertahankan kemerdekaan. Semangat juang yang lahir dari fatwa ini tidak hanya meningkatkan jumlah pejuang, tetapi juga memperkuat moral dan persatuan rakyat. Pertempuran Surabaya kemudian menjadi simbol heroisme rakyat Indonesia dan diabadikan sebagai Hari Pahlawan.
Polemik Pahlawan Nasional, Gus Mus Tegaskan Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
Selain berperan di medan perang, KH. Hasyim Asy’ari juga aktif membangun kesadaran politik dan sosial melalui pendidikan. Pesantren-pesantren di bawah naungan NU menjadi pusat pembinaan moral, spiritual, dan nasionalisme. Generasi muda dididik untuk mencintai tanah air, menghargai persatuan, serta memupuk rasa tanggung jawab sosial. Dengan cara ini, perjuangan kemerdekaan dilakukan bukan hanya melalui perlawanan fisik, tetapi juga melalui penguatan karakter bangsa.
KH. Hasyim Asy’ari juga memainkan peran penting dalam membangun komunikasi dan solidaritas antarpejuang dan ulama, menjaga persatuan di tengah ancaman kolonial. NU menjadi jembatan yang menyatukan rakyat dari berbagai latar belakang, memastikan bahwa perjuangan kemerdekaan menjadi tanggung jawab seluruh rakyat, bukan hanya militer atau elite politik.
Warisan KH. Hasyim Asy’ari menunjukkan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan tidak hanya soal senjata, tetapi juga moral, pendidikan, dan kepemimpinan spiritual. Hari Pahlawan 10 November 2025 menjadi momen tepat untuk mengenang jasa beliau dan meneladani semangat perjuangannya. Generasi sekarang diingatkan untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan melalui kontribusi nyata: pendidikan, inovasi, pengabdian sosial, dan kerja keras demi kemajuan bangsa.
KH. Hasyim Asy’ari membuktikan bahwa keberanian, pengorbanan, dan semangat persatuan adalah kunci untuk meraih kemerdekaan dan membangun bangsa. Hari Pahlawan bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga menjadi inspirasi agar generasi kini dan mendatang terus mempertahankan cita-cita kemerdekaan dengan cara yang relevan bagi zaman modern.
Seiring peringatan Hari Pahlawan 2025, kisah KH. Hasyim Asy’ari dan para santri yang berjuang di Surabaya mengingatkan kita bahwa kemerdekaan adalah hasil pengorbanan besar, dan tugas generasi sekarang adalah menjaga dan mengisi kemerdekaan dengan tindakan nyata demi kemajuan bangsa. Semangat juang, persatuan, dan cinta tanah air yang beliau tanamkan tetap relevan sebagai pendorong kemajuan Indonesia di era digital dan globalisasi saat ini.

Tulis Komentar