Presidential Treshold ke Depan Dihapus, Kesimpulan Tatap Muka Airlangga & Jimly

Politik | 28 Feb 2024 | 02:49 WIB
Presidential Treshold ke Depan Dihapus, Kesimpulan Tatap Muka Airlangga & Jimly
Hal ini termasuk sejumlah potensi dan upaya mengembalikan pemilihan atau penentuan sosok presiden dan wakil presiden oleh Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR).

Uwrite.id - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memanggil Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie ke kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Senin sore (26/02).

Pertemuan tersebut justru membahas sejumlah isu politik dan hukum; mulai dari hak angket DPR hingga rencana amandemen Undang-undang Dasar atau UUD 1945.

Menurut Jimly, dalam pembicaraan, Airlangga memberikan tanda partai berlambang Partai Golkar tersebut akan mendukung rencana perubahan ke-5 terhadap dasar konstitusi tersebut.

"Prinsipnya dia setuju, tapi timing-nya dia masih ragu. Fokus sekarang kan partai beres dulu ini," kata Jimly kepada wartawan. "Saya memberikan saran, dia kan sebagai ketum partai." 

Menurut Jimly, usulan amandemen UUD 1945 bisa mengajak masyarakat segera melepas kekecewaan terhadap dinamika Pemilu 2024. Masyarakat bisa diajak untuk berpikir tentang masa depan dengan merancang amandemen agar pemilu berjalan semakin baik.

Jimly tak memberikan detil hal-hal yang berpotensi diubah dalam amandemen mendatang. Hal ini termasuk sejumlah potensi dan upaya mengembalikan pemilihan atau penentuan sosok presiden dan wakil presiden oleh Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR). Ide ini sudah disuarakan MPR dan DPD, Agustus 2023.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini justru menyoroti upaya perbaikan sistem pemilu usai 25 tahun reformasi. Salah satunya dengan penghapusan ambang batas pengajuan calon presiden dan wakil presiden atau Presidential Threshold.

Pada saat ini, para calon harus mendapat dukungan dari partai politik yang memiliki jumlah kursi minimal 20% di DPR. 

"Biarin saja, setiap partai punya hak untuk mencalonkan capres-nya masing-masing," ujar Jimly.

Dia berkiblat saat menjadi pemantau Pemilu Presiden di Rusia. Saat itu, kata dia, ada delapan nama yang maju sebagai calon presiden Rusia. Toh, pemilihan tetap berjalan lancar dan mampu dimenangkan dalam satu putaran.

Vladimir Putin, kata Jimly, menjadi sosok paling populer dan mengalahkan tujuh pesaingnya dengan menguasai 76% suara nasional.

Amandemen UUD, menurut dia, akan menjadi dasar untuk memberikan hak kepada setiap partai mengajukan calonnya masing-masing. 

"Jadi yang capres tidak hanya orang Jateng, Jatim, dan Jabar [lumbung suara di Indonesia]. Jadi biar banyak dari Papua, dari Bugis, dan lainnya," ujar Jimly. "Soal engga menang, ya engga apa." (*)
 

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar

0 Komentar