Ketika Krisis Tak Dikelola, Kepercayaan Tak Dipelihara; Studi Atas Respon Gojek Indonesia

Uwrite.id - Oleh : Erliyana Ine Puspitasari
Mahasiswa Magister Media dan Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila
Krisis adalah ujian atas kredibilitas dan kepekaan komunikasi sebuah organisasi. Peristiwa mogok massal yang dilakukan oleh ribuan pengemudi Gojek pada 29 Agustus 2024 menjadi contoh aktual bagaimana gagalnya komunikasi krisis dapat memperparah ketegangan antara perusahaan dan komunitas kerjanya. Lebih dari 1.000 mitra pengemudi menghentikan layanan di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, memprotes sistem insentif dan tarif yang dinilai tidak transparan dan tidak adil (Bloomberg Technoz, 2024). Sebuah gerakan yang bukan hanya menyoroti persoalan ekonomi digital, tetapi juga mengungkap minimnya keterlibatan aktif perusahaan dalam merespons aspirasi pekerja berbasis platform. Hal ini membuktikan bahwa dalam era komunikasi dua arah, kelambanan merespons dapat berubah menjadi krisis reputasi yang sulit dipulihkan (Coombs, 2014).

Dalam pernyataan resmi Gojek yang dikutip oleh Reuters (2024), perusahaan menyebut bahwa operasional tetap berjalan normal dan mereka mendengarkan aspirasi mitra. Namun, pernyataan ini berdiri kontras dengan kenyataan di lapangan. Liputan6 (2024) memberitakan bahwa ribuan pengemudi menyampaikan kekecewaan terhadap potongan insentif dan ketidakjelasan pembagian hasil, bahkan sebagian menyuarakan desakan untuk pengakuan formal terhadap status kerja mereka. Aksi ini bukan yang pertama, tetapi mencerminkan akumulasi ketegangan yang tidak terselesaikan. Ketidakkonsistenan antara realitas dan pernyataan korporasi menimbulkan krisis kepercayaan yang krusial untuk diselesaikan dengan pendekatan strategis berbasis transparansi (Fearn-Banks, 2016).
Melalui perspektif Situational Crisis Communication Theory (SCCT), yang dikembangkan oleh Coombs (2007), krisis Gojek tergolong dalam kategori preventable crisis. Jenis krisis ini muncul akibat tindakan atau kebijakan organisasi yang bisa diantisipasi dan dikendalikan. Dalam kategori ini, strategi komunikasi yang dianjurkan adalah strategi rebuild, termasuk permintaan maaf dan penyesuaian kebijakan. Namun, alih-alih mengakui permasalahan dan menyampaikan rencana pemulihan, Gojek terlihat cenderung mengabaikan eskalasi isu. Dalam berita Bisnis.com (2024), disampaikan bahwa Gojek dan perusahaan sejenis hanya merespons melalui pernyataan singkat tanpa menyertakan langkah nyata untuk menanggapi tuntutan pengemudi. Strategi ini menyalahi prinsip dasar SCCT, yang menekankan pentingnya akuntabilitas dalam krisis akibat kesalahan internal.
Pengelolaan media sosial Gojek pun tampak tidak tanggap terhadap dinamika yang berkembang. Saat tagar seperti #OjolBerontak dan #MitraTidakDiam menjadi trending di Twitter (X), akun resmi Gojek masih memuat konten promosi seperti biasa. Tidak ada unggahan klarifikasi atau pernyataan empatik terhadap mitra yang melakukan aksi mogok. Padahal, menurut Austin dan Jin (2017), media sosial dalam konteks krisis seharusnya menjadi kanal dialog terbuka, bukan sekadar etalase promosi. Ketika perusahaan tidak hadir dalam ruang diskusi digital, mereka kehilangan kendali atas narasi publik yang berkembang secara organik. Sebuah studi oleh Liu et al. (2012) juga menggarisbawahi bahwa kecepatan dan keterlibatan dalam media sosial sangat menentukan persepsi publik terhadap respons krisis.
Lebih jauh lagi, krisis ini menunjukkan bahwa komunikasi krisis bukan hanya tanggung jawab divisi humas semata, melainkan tugas strategis seluruh lapisan manajemen. Ketika para pemimpin perusahaan tidak segera turun tangan menyapa publik atau mitra secara langsung, kesan yang muncul adalah ketidakpedulian. Dalam ekosistem bisnis berbasis platform, keterlibatan pemimpin sangat krusial dalam membentuk opini publik. Ketika CEO atau eksekutif senior tetap diam, ruang kosong itu diisi oleh asumsi negatif dari publik. Menurut Claeys et al. (2013), absennya tokoh otoritatif dalam komunikasi krisis menyebabkan publik merasa ditinggalkan, memperburuk krisis emosional yang dialami stakeholder.
Krisis ini memperlihatkan bagaimana relasi antara perusahaan teknologi dan mitra pengemudinya tidak bisa hanya didefinisikan oleh hubungan transaksional. Dalam ekonomi digital, mitra bukan hanya pengguna aplikasi, melainkan aktor utama dalam ekosistem layanan. Oleh karena itu, ekspektasi terhadap keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan juga meningkat. Penelitian menunjukkan bahwa krisis dalam platform digital sering kali berakar pada ketidakseimbangan relasi kuasa antara perusahaan dan pekerja, di mana suara mitra tidak memiliki ruang untuk dipertimbangkan secara setara (Kent & Taylor, 1998). Komunikasi krisis yang baik seharusnya membuka kanal konsultasi yang mendalam, bukan mematikan ruang negosiasi.
Detikinet (2024) melaporkan bahwa banyak pengguna kesulitan mendapatkan layanan pada hari mogok berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa dampak krisis menyentuh tidak hanya para mitra, tetapi juga konsumen yang menjadi pengguna akhir layanan. Oleh karena itu, komunikasi krisis seharusnya dirancang dengan mempertimbangkan multipihak: mitra, pengguna, regulator, dan publik luas. Tanpa keterbukaan dan kejelasan arah penyelesaian, ketegangan akan terus memburuk dan berdampak pada kepercayaan publik secara keseluruhan. Komunikasi krisis multipihak menuntut organisasi untuk menerapkan prinsip inclusivity agar semua pihak merasa didengar (Reynolds & Seeger, 2005).
Sebagai langkah strategis, Gojek seharusnya mengadopsi strategi komunikasi partisipatif. Langkah pertama yang bisa diambil adalah melakukan permintaan maaf terbuka kepada mitra dan menyampaikan komitmen evaluasi atas skema insentif. Kedua, perusahaan dapat membentuk platform resmi dialog digital, seperti forum daring interaktif dalam aplikasi Gojek untuk menampung suara mitra. Ketiga, mengadakan sesi live Q&A di media sosial dengan pihak manajemen, seperti yang disarankan oleh Austin & Jin (2017), dapat memperlihatkan transparansi dan keseriusan dalam merespons isu. Ketiga langkah tersebut sejalan dengan prinsip dialogic ethics dalam komunikasi organisasi modern.
Selain itu, Gojek perlu membentuk satuan tugas komunikasi krisis digital (Digital Crisis Communication Task Force). Tugas unit ini bukan hanya memantau sentimen publik secara real time, tetapi juga menyusun respons yang berbasis empati dan data. Strategi ini dapat meningkatkan kecepatan respon dan menghindari penumpukan ketidakpercayaan. Seperti dikemukakan oleh Fearn-Banks (2016), krisis tidak semata soal memperbaiki kerusakan, tetapi membangun kembali hubungan yang lebih kuat melalui komunikasi jujur dan proaktif. Unit ini juga dapat memproduksi konten informasi harian agar publik memahami perkembangan penyelesaian krisis secara langsung dari perusahaan.
Satuan tugas ini juga dapat bekerja lintas fungsi dengan tim legal, tim operasional, dan tim teknologi untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik selalu akurat, terkini, dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Salah satu tantangan dalam komunikasi krisis adalah menghindari disinformasi dan spekulasi, terutama ketika isu berkembang cepat melalui platform digital. Oleh karena itu, penting bagi Gojek untuk menetapkan satu titik informasi utama yang menjadi sumber kebenaran dan rujukan selama masa krisis. Strategi ini dikenal sebagai centralized communication node yang terbukti mengefektifkan aliran informasi di masa darurat (Seeger, 2006).
Tantangan utama dalam krisis ini adalah bagaimana Gojek mereformasi narasi kemitraan yang selama ini menjadi fondasi bisnisnya. Dengan semakin berkembangnya kesadaran kritis di kalangan mitra pengemudi, perusahaan tidak bisa lagi berlindung di balik klaim kemitraan tanpa memberikan perlindungan sosial yang memadai. Oleh karena itu, reformasi relasi kerja berbasis teknologi perlu menjadi agenda utama pascakrisis. Komunikasi krisis menjadi titik awal untuk menyusun ulang struktur yang lebih adil dan partisipatif. Literasi digital dan hak kerja dalam ekonomi platform menjadi isu yang tidak bisa dihindari lagi di era transformasi digital global.
Menariknya, beberapa pengemudi juga menggunakan media sosial untuk menyampaikan testimoni tentang pendapatan harian mereka yang kian menurun, bahkan setelah bekerja lebih dari 10 jam sehari (Liputan6, 2024). Narasi-narasi ini menyebar secara viral, memperkuat sentimen publik yang mendukung aksi mogok. Dalam konteks ini, perusahaan seharusnya merespons bukan hanya dengan penyangkalan, tetapi dengan penyelidikan data yang terbuka dan dialog berbasis fakta. Dengan kata lain, komunikasi krisis harus bergeser dari paradigma kontrol ke paradigma kolaborasi. Kegagalan untuk melakukannya akan mempercepat delegitimasi sosial organisasi di mata publik digital yang kritis dan terhubung.
Untuk menghindari krisis serupa di masa depan, Gojek perlu menerapkan sistem evaluasi komunikasi secara berkala. Evaluasi ini tidak hanya menyasar efektivitas pesan yang disampaikan, tetapi juga persepsi publik dan mitra atas respons perusahaan. Survei daring, diskusi kelompok terfokus (FGD), dan audit komunikasi internal menjadi metode yang dapat digunakan. Dengan cara ini, komunikasi tidak lagi reaktif, tetapi menjadi bagian dari sistem deteksi dini untuk mengidentifikasi potensi konflik sejak dini. Strategi evaluasi semacam ini dianjurkan dalam literatur issue management sebagai sarana antisipasi krisis berulang (Heath, 2010).
Dengan mengambil pelajaran dari krisis ini, Gojek dapat bertransformasi menjadi model bisnis digital yang bertanggung jawab sosial. Komunikasi krisis yang baik bukan hanya soal teknis penyampaian pesan, melainkan komitmen terhadap keadilan dan relasi yang setara. Jika Gojek mampu mengembangkan sistem komunikasi yang partisipatif, cepat tanggap, dan berbasis kepercayaan, maka krisis ini dapat menjadi titik tolak bukan hanya untuk pemulihan, tetapi juga pembaruan struktural yang berkelanjutan. Transformasi ini akan memperkuat posisi Gojek tidak hanya sebagai unicorn teknologi, tetapi juga sebagai organisasi yang humanistik dan adaptif.
Referensi:
- Austin, L., & Jin, Y. (2017). Social Media and Crisis Communication. New York: Routledge.
- Claeys, A.-S., Cauberghe, V., & Vyncke, P. (2013). Restoring reputation in times of crisis: An experimental study of the Situational Crisis Communication Theory and the moderating effects of locus of control. Public Relations Review, 39(3), 229–231.
- Coombs, W. T. (2007). Ongoing Crisis Communication: Planning, Managing, and Responding (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
- Coombs, W. T. (2014). The Value of Communication During a Crisis: Insights from Strategic Communication Research. Business Horizons.
- Fearn-Banks, K. (2016). Crisis Communications: A Casebook Approach. New York: Routledge.
- Heath, R. L. (2010). The SAGE Handbook of Public Relations. SAGE.
- Kent, M. L., & Taylor, M. (1998). Building Dialogic Relationships Through the World Wide Web. Public Relations Review, 24(3), 321–334.
- Liu, B. F., Austin, L., & Jin, Y. (2012). How publics respond to crisis communication strategies: The interplay of information form and source. Public Relations Review, 38(5), 932–939.
- Reynolds, B., & Seeger, M. (2005). Crisis and emergency risk communication as an integrative model. Journal of Health Communication, 10(1), 43–55.
- Seeger, M. W. (2006). Best practices in crisis communication: An expert panel process. Journal of Applied Communication Research, 34(3), 232–244.
- Detikinet. (2024, August 29). Demo Ojol 29 Agustus 2024, Netizen Gelisah Susah Pulang. https://inet.detik.com/cyberlife/d-7515075
- Reuters. (2024, August 29). Indonesian app-based taxi drivers strike in protest over low pay. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesian-app-based-taxi-drivers-strike-protest-over-low-pay-2024-08-29/
- Bloomberg Technoz. (2024, August 29). Demo Ojol 29 Agustus: 1.000 Driver, Matikan Orderan Online. https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/47555/demo-ojol-29-agustus-1-000-driver-matikan-orderan-online
- Bisnis.com. (2024, August 29). Driver Ojol Demo Serentak: Tuntut Evaluasi Tarif, Gojek Cs Buka Suara. https://ekonomi.bisnis.com/read/20240829/98/1795104
- Liputan6. (2024, August 29). Ribuan Ojol dan Kurir Demo 29 Agustus 2024 Protes Potongan Tarif yang Tak Adil. https://www.liputan6.com/bisnis/read/5686388
Tulis Komentar