Hipokrit Demokrasi. Mabok Gagasan & Minim Pengorbanan
Kiat-kiat yang harus diperhatikan oleh semua khalayak untuk menatap masa depan.
Ketika Politik Diberangus Oleh Kepentingan Kekuasaan
Politik Hipokrit : Tidak Solutif, Sarat Akan Kepentingan
Rumitnya situasi yang terjadi dalam demokrasi hari ini, tidaklah lepas dari perkembangan sosial ekonomi saat ini yang pastinya tidak serta merta menggembirakan. Ketika yang terlihat bukan pada solusi yang lebih teknokratis alias langkah-langkah yang mengacu pada kebenaran. Melainkan politik hari ini terkesan menimbulkan residu atau politik yang disebabkan ramainya ‘tepuk tangan’ daripada ‘kenyataan’. Dalam arti, terlalu banyak popularitas didewakan berbanding dengan implikasi yang lebih bermanfaat semisal soal upaya penyelesaian masalah yang sebenarnya menunjukkan tidak baik-baik sajanya sebuah dunia melainkan dalam negeri juga tidak ada dampak atau langkah yang menunjukkan empati kekuasaan. Kekuasaan dalam arti bagaimana melanggengkan eksistensi saja tanpa legasi yang berorientasi kontribusi.
Pentingnya Kesabaran Revolusioner Memahami Pesta Demokrasi
Kesabaran Revolusioner atas Politik Transaksional
Beratnya tanggungjawab rakyat khususnya para pemilih muda untuk lebih rasional lagi dalam menentukan pilihan. Kita sudah diberikan akal yang sehat untuk mampu menilai semua fenomena yang ada. Politik memang sebegini adanya, bilamana secara normatif semua berhulu dan bermuara pada yang namanya persaingan, bahkan sudah sampai pada tindakan yang amoral sekalipun. Padahal kontestasi hanya 5 tahun sekali dan lumrahnya demokrasi, bahwa perbedaan dan perubahan akan menjadi sesuatu yang biasa. Lantas, mengapa harus menjadi transaksional? Dengan adanya sikut sana sikut sini, dibarengi dengan perilaku yang diluar batas kewajaran, dalam arti semua bisa dibeli dengan uang tanpa melihat fakta bahwa segala sesuatunya harus dicerna dengan jernih. Transaksional yang terjadi bukan sebagaimana bisnis atau perilaku ekonomi yang notabene sarat akan penawaran dan permintaan. Melainkan lebih ekstrim, dimana manusia juga bisa menjadi serigala dengan yang lain yaitu dengan masuk pada suatu kelompok kepentingan namun tidak jarang melecehkan atau menjatuhkan/melemahkan yang lain dengan narasi-narasi yang irasional.
Tantangan Politik yang Bebas Hipokrit : Kritis atas Potensi Penyalahgunaankuasa
Pentingnya kita untuk terus belajar dari pengalaman, seperti kejadian baru-baru ini yang memang tidak salah melalui konstitusi. Namun, secara etika moral terkesan dipaksakan bahkan menjerumuskan potensi di masa depan yang mana semua bisa disetting untuk keinginan tertentu demi memuluskan suatu kelompok yang sebenarnya belum memadai dari segi indikator yang rasional seperti usia, namun bisa dimanipulasi dengan beragam konsiderans yang sebenarnya juga belum begitu relevan. Kasus putusan MK yang memang melarang under 40 untuk maju Pilpres tapi bisa asalkan pernah jadi Kepala Daerah. Belum sepenuhnya bisa memastikan demokratisasi yang lebih bersih, apalagi kesannya terkesan mendadak berkenaan dengan kontestasi Pilpres dan mempengaruhi selain peta juga preferensi dan pandangan politik bahwa semua bisa diatur asalkan dengan kedekatan dengan penguasa. Dimana anak dari Presiden yang baru 2 tahun menjadi Walikota dimuluskan kuasanya atas dasar seorang paman yang memang menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. Dilematis yang membuat meringis, namun semakin membakar semangat kritis. Tinggal pada akhirnya, kita perlu memandang secara visioner, apakah murni sesuai dalilnya membuka peluang usia muda untuk maju lebih lagi. Atau malah terkesan ada kepentingan yang khawatirnya malah saling menjebak. Presiden memang sudah menjalankan tugasnya dengan baik ditandai tingginya kepercayaan, akan sangat sirna dan terkesan cemar apabila putusan ini lebih jauhnya akan ditafsirkan pada potensi yang sangat kontekstual berkenaaan dengan kepentingan kekuasaan. Apalagi, sang anak masih 2 tahun menjadi Walikota kemudian sang ayah selaku Presiden masih aktif alias belum masanya habis. Tentunya banyak yang bertanya-tanya? Tinggal silakan bagaimana bisa ditafsirkan kedepannya?
Sumber : https://www.kompas.id/baca/opini/2023/03/22/kebajikan-demokrasi
Baca Juga di : Cawapres Gibran, Bukan Soal Kepantasan Namun Kemenangan
Tulis Komentar