Yongki Komaladi : Bakal Ada Pabrik Sepatu Lain Tutup Seperti Bata
Uwrite.id - Penutupan pabrik sepatu Bata di Purwakarta mengundang perhatian berbagai pihak, termasuk desainer ternama Yongki Komaladi. Yongki menyayangkan kondisi ini dan menyoroti dampak yang lebih luas terhadap industri alas kaki dalam negeri, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Yongki Komaladi membeberkan bahwa banyak UMKM yang mengandalkan pasar lokal mengalami kesulitan yang jauh lebih besar dibandingkan perusahaan besar seperti Bata. "UMKM produsen sepatu di negeri ini pasti lebih terkesot-kesot lagi, lebih susah lagi. Karena Bata perusahaan besar saja begini, apalagi UMKM yang kecil. Ini yang harus dipikirkan," jelas Yongki.
Menurut Yongki, masalah utama yang dihadapi oleh industri alas kaki dalam negeri adalah kesulitan dalam mendapatkan bahan baku lokal. "Hampir 90% memang produk dari luar, utamanya China," ungkap Yongki. Kondisi ini memaksa banyak produsen, termasuk Bata, untuk mengimpor bahan dari luar negeri seperti Malaysia, India, dan Singapura.
Selain bahan baku, tingkat produktivitas pekerja dalam negeri yang masih belum efisien juga menjadi salah satu kendala. "Sekarang ini jika boleh dibilang 70% rata-rata produk itu bahan dari luar. Tenaga kerjanya (dalam negeri) pun potensial sebesar apa? Apakah se-profesional di negara lain? Hal-hal itu menjadi sesuatu yang harus mereka pikirkan kembali efisiensi dan segala macamnya," kata Yongki.
Tidak hanya itu, pasar alas kaki dalam negeri juga dibanjiri produk-produk impor, membuat banyak produsen lokal kesulitan menjual produknya yang akhirnya berujung pada kerugian. "Banyak UMKM yang tidak sanggup menghadapi persaingan dalam negeri. Sehingga pada akhirnya ia hanya bisa berharap ada pihak-pihak yang mau membantu industri alas kaki dalam negeri agar tidak kalah saing," tambah Yongki.
Yongki meramalkan ke depannya akan ada lebih banyak perusahaan alas kaki dalam negeri yang harus melakukan PHK masal dan menutup pabrik mereka. Terlebih lagi pabrik yang berskala kecil dan menengah (UMKM). "Menurut saya, iya, (perusahaan alas kaki UMKM yang ada di tanah air akan men-PHK serentak karyawannya, sampai dengan menutup usahanya), karena kan saya banyak sekali pakai tenaga UMKM, dan mereka sendiri sudah bilang 'saya nggak sanggup melakukannya'," kata Yongki.
Keadaan tersebut, menurut Yongki, memerlukan atensi khusus dan support regulasi dari pemerintah. Yongki menyebutkan pentingnya dukungan dari berbagai pihak, termasuk pengelola mal-mal, untuk memberikan ruang untuk produk lokal. "Sebagai contoh, banyak UMKM yang kalah dengan brand-brand lain dari luar negeri, sedangkan mereka pengen mem-branding produk sepatunya. Mengapa mereka tidak difasilitasi masuk ke mal atau department store? Tidak hanya pameran yang hanya seminggu, tapi diberikan tempat di mal-mal, kan bisa bekerja sama dengan pusat perbelanjaan. Agar produk lokal sendiri dicintai," tuturnya.
Yongki berharap bahwa dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, industri alas kaki dalam negeri dapat bertahan dan berjibaku di tengah market lokal dan mancanegara yang semakin terbuka persaingannya. Telah tidak beroperasinya lagi Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta, seyogianya menjadi alarm pada tantangan yang dihadapi industri ini dan kebutuhan akan tindakan nyata untuk membantu produsen lokal bertahan dan berkembang. (*)
Tulis Komentar