Wretikandayun, Raja Galuh Pertama

Tokoh | 10 Dec 2023 | 23:50 WIB
Wretikandayun, Raja Galuh Pertama
Candi Cangkuang di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Galuh. Foto/Wikimedia Commons

Uwrite.id - Wretikandayun, juga dikenal sebagai Sang Wretikandayun, merupakan Raja pertama Kerajaan Galuh yang memimpin dengan gelar Maharaja Suradarma Jayaprakosa.

Ia memerintah di Kerajaan Galuh dari tahun 612 hingga 702 Masehi, menggantikan Kerajaan Kendan yang sebelumnya merupakan bagian dari kerajaan Tarumanagara.

Wretikandayun lahir pada tahun 513 C (Saka) atau 591 Masehi, ia adalah anak Raja Kandiawan atau cucu Raja Putra Suraliman, dan merupakan keturunan Raja Maha Guru Manikmaya, yang memerintah Kerajaan Kendan.

Wretikandayun, yang ketika masih kanak-kanak dikenal sebagai Raden Daniswara, naik tahta sebagai raja Kendan pada usia 21 tahun. Ia dinobatkan menjadi raja Kendan pada tanggal 14 Suklapaksa Caitra-6 tahun 534 Caka atau 23 Maret 612 Masehi.

Dari garis ibu, Buyutnya adalah raja Maharesiguru Manikmaya, raja Kendan pertama, yang merupakan menantu Maharaja Suryawarman, penguasa ke-7 Tarumanagara yang berkuasa pada tahun 535-561 Masehi, karena Manikmaya menikahi Putri Maharaja Suryawarman, Dewi Tirtakancana.

Wretikandayun menikah dengan putri dari Resi Makandria bernama Dewi Manawati (saat masih kanak-kanak) atau Manakasih, dan menurut naskah Carita Parahyangan bernama Pwahaci Bungatak Mangale-ngale (usia remaja) setelah menjadi permaisuri, bergelar Prameswari Déwi Candrarasmi.

Dari pernikahannya, mereka memiliki tiga putra, yang pertama yaitu Sang Jatmika atau Rahyang Sempakwaja, dan menjadi Resiguru di Galunggung, lahir pada tahun 542 C/639 Masehi.

Yang kedua, Sang Jantaka atau Rahyang Kidul atau Rahyang Wanayasa menjadi Resiguru di Denuh, diduga sekarang masuk wilayah Kampung Daracana, Desa Cikuya, kecamatan Culamega, Tasikmalaya, lahir 544 C/641 Masehi.

Yang ketiga Sang Jalantara atau Rahyang Mandiminyak menjadi putra mahkota Kerajaan Galuh, lahir 546 C/643 Masehi.

Berdirinya Kerajaan Galuh

Sisa jalan kuno di Objek Wisata Budaya Karangkamulyan. Menurut papan informasi, jalan tersebut dahulunya adalah jalan setapak yang dipergunakan orang-orang kerajaan dan masyarat Galuh sebagai jalan penghubung Kerajaan Galuh dengan Kerajaaan Majapahit di abad ke 13. Foto/ist

Maharaja Suradarma Jayaprakosa Wretikandayun memerdekakan Kerajaan Galuh ketika pada tahun 670 Sri Maharaja Tarusbawa mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Tarusbawa sendiri adalah menantu dari Raja Tarumanagara.

Peristiwa kenaikan tahta Tarusbawa di Kerajaan Tarumanagara terjadi pada tahun 669 Masehi, menggantikan mertuanya, Raja Tarumanagara terakhir, Linggawarman yang berkuasa pada tahun 666-669 Masehi. 

Oleh karena itu, Wretikandayun menganggap bahwa dirinya setara dengan Tarusbawa.

Sang Kandiawan, ayah Sang Wretikandayun, memerintah sebagai raja Kendan selama hanya 15 tahun dari tahun 597-612 Masehi.

Ia menggunakan gelar Rahiyangta Dewaraja dan saat menjadi rajaresi, bergelar Rahiyangta di Medang Jati atau dikenal dengan nama Sang Layu Watang. Sang Kandiawan adalah pembuat Sanghiyang Watang Ageung.

Wretikandayun kemudian dinobatkan sebagai raja Kendan menggantikan ayahnya pada 23 Maret 612 Masehi, ketika usianya baru 21 tahun. 

Namun, setelah menjadi raja, Wretikandayun tidak menetap di Kendan, Medang Jati, atau Menir. Ia mendirikan pusat pemerintahan baru yang diberi nama Galuh.

Ketika Sri Maharaja Tarusbawa dari Sundasambawa naik tahta Kerajaan Tarumanagara pada tahun 669 Masehi, setelah raja terakhir Tarumanagara, Maharaja Linggawarman, mengubah namanya menjadi Kerajaan Sunda, Maharaja Sang Wretikandayun yang saat itu berusia 78 tahun memilih untuk memerdekakan diri atau mahardika.

Wilayah Tarumanagara kemudian terbagi dua dengan Sungai Citarum sebagai batasnya. Sri Maharaja Tarusbawa memerintah di wilayah barat Sungai Citarum, sementara Maharaja Suradarma Sang Wretikandayun berkuasa di wilayah timur sungai tersebut.

Maka, tahun 669 Masehi dianggap sebagai awal berdirinya Kerajaan Galuh yang mandiri. Sang Wretikandayun memerintah di Kerajaan Galuh dari tahun 534-592 Saka atau 612/3-670/1 Masehi selama 58 tahun, sebagai ratu wilayah di bawah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara.

Pada periode tahun 592-624 Saka atau 670/1-702/3 Masehi, selama 32 tahun, Sang Wretikandayun memerintah sebagai raja Kerajaan Galuh yang merdeka.

Maharaja Suradarma Jayaprakosa Sang Wretikandayun wafat saat menjabat sebagai rajaresi atau pemimpin negara dan agama di Menir/Rahyang Ta di Menir pada usia 111 tahun, pada tahun 624 Caka atau 727 Masehi.

Mandiminyak meneruskan tampuk kepemimpinan Galuh

Batu Pangcalikan, salah satu peninggalan arkeologis di Situs Cagar Budaya Karangkamulyan Cijeunjing Ciamis. Dilihat dari namanya, Pangcalikan yang berarti tempat duduk, dapat disimpulkan sebagai singgasana raja, khususnya singgasana raja Galuh. Konon tempat ini dijaga tujuh benteng pertahanan. Benteng ini merupakan tempat pemeriksaaan atas orang yang hendak menghadap raja. Foto/ist

Dalam Carita Parahiyangan, Kerajaan Galuh ditegaskan sebagai hasil didirikan oleh Sang Wretikandayun, dan ia memerintah selama 90 tahun.

Pada tahun 695 M, Rahyang Mandiminyak, Putra mahkota Galuh menikahi Dewi Parwati, putri dari Ratu Sima dengan Kartikeyasinga, raja Kalingga yang berkedudukan di Jawa Tengah karena itulah Mandiminyak tinggal di Kalingga menjadi penguasa Kalingga Utara.

Kemudian, pada tahun 702 Masehi, Rahiyang Mandiminyak menerima tahta Kerajaan Galuh, menggantikan ayahnya Wretikandayun yang berkuasa selama 90 tahun. Sehingga, Rahiyang Mandiminyak memerintah di dua negara, yaitu Kerajaan Kalingga (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan Galuh (di Tatar Sunda).

Cucu mantu Raja Sunda, Sanjaya Rakai Mataram, berkedudukan di Pakuan Bogor. Akibatnya, kekuasaan Kerajaan Galuh pada masa Mandiminyak meluas, mencakup wilayah dari timur Sungai Citarum hingga Hujung Galuh (Surabaya sekarang).

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar

0 Komentar