Warga Desak Klarifikasi Dugaan Perselingkuhan Kades Panyingkiran Ciamis

Uwrite.id - Reputasi Desa Panyingkiran, Ciamis, yang selama ini dikenal sebagai kampung zakat dan kampung ulama, tengah diuji.
Isu dugaan perselingkuhan yang menyeret nama kepala desa, H. Soleh, menyeruak ke ruang publik dan memancing reaksi keras warga.
Forum Masyarakat Peduli Panyingkiran (FMPP) pun menggelar audiensi terbuka di Gedung Olahraga desa, Rabu (30/4/2025).
Tujuannya bukan sekadar membahas isu personal, tetapi meredam dampak sosial yang kian membesar: fitnah yang meluas, spekulasi yang liar, dan potensi terganggunya kepercayaan warga terhadap lembaga desa.
Jaga Marwah Desa Panyingkiran
Ketua FMPP, Wawan Hermawan, menegaskan bahwa audiensi ini merupakan inisiatif warga yang ingin menjaga kehormatan desa.
Ia menyebut sejumlah isu yang kini beredar: dari dugaan perzinahan dan perselingkuhan, hingga kabar adanya penggerebekan dan suap Rp100 juta.
“Kami tidak menyerang pribadi siapa pun. Tapi jika ini terus dibiarkan tanpa klarifikasi, bisa menjadi fitnah yang merusak desa dan para tokoh agama di dalamnya,” kata Wawan kepada wartawan.
FMPP bahkan meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) turun tangan sebagai penengah.
Menurut Wawan, masyarakat butuh kepastian. Jika isu itu benar, kepala desa diminta mundur.
Namun jika tidak terbukti, maka harus ada klarifikasi resmi demi menjaga marwah desa.
Jawaban Kades: Itu Hoaks!
Menanggapi tekanan publik, Kepala Desa Panyingkiran, H. Soleh, menjawab langsung di hadapan forum terbuka.
Ia menepis seluruh tudingan, terutama soal dugaan suap Rp100 juta.
“Itu tidak benar, hoaks. Saya baru bertemu dengan pihak yang disebut-sebut itu hari ini. Tidak ada komunikasi apa pun sebelumnya,” ucap Soleh.
Soleh pun menyatakan kesiapannya untuk bertanggung jawab secara terbuka. Jika ada bukti kuat, ia siap mundur dari jabatan.
Sebaliknya, jika tudingan itu tidak bisa dibuktikan, ia akan menempuh jalur hukum.
“Saya juga punya keluarga, anak-anak, dan tanggung jawab sosial. Nama baik saya dan institusi desa harus saya jaga,” lanjutnya.
Di luar bantahan, Soleh mengajak warga kembali pada agenda pembangunan.
Ia memaparkan rencana pengembangan koperasi Merah Putih dan mengajak FMPP untuk bersinergi.
Audiensi yang berlangsung lebih dari dua jam itu akhirnya ditutup dengan satu kesepakatan: penyelesaian isu akan dilanjutkan lewat musyawarah antara BPD, MUI, dan tokoh masyarakat.
Hasil musyawarah itu nantinya diumumkan secara terbuka.
Di desa-desa seperti Panyingkiran, isu moral memang lebih dari sekadar kabar miring.
Isu sperti ini bisa memicu krisis kepercayaan, bahkan keguncangan sosial.
Tapi di tengah panasnya suasana, warga justru memilih jalur musyawarah.
Cara lama yang tetap relevan untuk menjaga akal sehat dan kehormatan desa.***
Tulis Komentar