Upacara Bendera Dan Rasa Nasionalisme

Pendidikan | 04 Jun 2023 | 20:52 WIB
Upacara Bendera Dan Rasa Nasionalisme
Jangan sampai para siswa mengikuti kegiatan upacara bendera karena "kepatuhan yang terpaksa"

Uwrite.id - Setidaknya sejak zaman orde baru mulai SD hingga SMA, sampai saat ini, upacara bendera setiap Senin pagi seolah menjadi kegiatan ikonik dalam rangka memupuk dan menumbuhkan  rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Setiap Senin pagi Pembina Upacara memberikan wejangan, petuah, pesan-pesan dan motivasi bagi peserta upacara. O, ya tak lupa Janji Siswa juga dikumandangkan disetiap kegiatan ikonik tersebut. Bila dihitung-hitung, setiap pelajar Indonesia mulai SD sampai lulus SMA telah mengikuti ratusan kali upacara bendera di Senin pagi. Ketika Sekolah Dasar, penulis juga pernah bertugas pada kegiatan upacara bendera sebagai pembaca naskah pembukaan UUD1945. Tentu posisi prestisius bukanlah petugas pembaca naskah pembukaan UUD1945, melainkan komandan upacara atau petugas pengerek bendera. Namun, kalau saja kala itu penulis boleh memillih posisi petugas upacara bendera, maka penulis akan memilih sebagai pembawa map teks Pancasila saja. Tugasnya simpel dan sederhana, berdiri disamping pembina upacara dan menyerahkan map ketika bagian petugas protokol upacara membacakan kegiatan selanjutnya yaitu pembacaan teks Pancasila. Hingga saat ini apakah petugas pembawa map teks Pancasila ini masih ada atau ditiadakan secara nasional? Sejatinya para Pembina Upacara sudah hafal teks Pancasila yang berjumlah lima itu.

Ketika SMP dan SMA penulis hanya menjadi peserta upacara saja. Penulis tidak ikut terlibat dipenjadwalan sebagai petugas upacara. Setiap senin pagi murid-murid selalu saja ada yang tergopoh-gopoh menuju sekolah karena takut terlambat mengikuti kegiatan upacara bendera, termasuk penulis tentunya yang juga pernah dihukum karena mengikuti upacara bendera memakai sepatu hitam, namun ada warna putihnya. Oh tentu, hukuman bagi siswa yang terlambat upacara bendera atau melanggar aturan seragam di Senin pagi adalah bentuk hukuman yang mendidik dan memupuk rasa tanggung jawab. Namun, hingga kini penulis seringkali bertanya-tanya dalam hati, para murid yang tergopoh-gopoh menuju lapangan untuk mengikuti upacara bendera itu apakah karena takut dihukum atau saking kuatnya rasa nasionalisme dan cinta tanah air mereka? Karena sejatinya jangan sampai murid-murid mengikuti upacara bendera dikarenakan “kepatuhan yang terpaksa”. 

Upacara bendera di sekolah bolehlah kiranya diklaim sebagai salah satu bentuk kegiatan yang ampuh dalam dalam rangka menumbuhkan, memperkuat dan memelihara rasa nasionalisme dan cinta tanah air para pelajar Indonesia. Namun perlu digarisbawahi, semoga ajang upacara bendera Senin pagi tidak menjadi antiklimaks dibenak para siswa sebagai peserta setia upacara bendera. Jangan sampai peserta upacara bendera berharap kegiatan Senin pagi itu cepat selesai dan tidak berlama-lama. Jangan sampai Pembina Upacara menyampaikan pesan dan wejangan yang itu-itu lagi dan cenderung diulang-ulang setiap minggunya bahkan untuk Pembina Upacara yang berbeda, namun pesannya relatif sama.

 
Upacara bendera di sekolah adalah semacam wadah dan cara dalam membangun konstruksi paradigma siswa akan makna nasionalisme, sekolah semoga mampu melakukan semacam “agenda setting” dalam meramu, menyusun dan merangkai pesan bagi para murid yang rela berdiri tegak setiap Senin pagi. Upacara Bendera di sekolah harusnya mampu melembaga dengan elegan dan berkesinambungan. Bukan sekedar ritual pagi dihari Senin. Hasil dari kegiatan upacara bendera yang dilakukan sejak SD hingga SMA setiap Senin pagi seharusnya berdampak luar biasa bagi pembentukan karakter siswa akan nasionalisme dan cinta tanah air.  Seharusnya siswa tergopoh-gopoh menuju lapangan upacara bukan karena takut dihukum, melainkan rindu rasa haru ketika menyaksikan bendera merah putih merayap ditiang menuju puncak tanpa rasa takut didada atau bertaruh nyawa seperti para mereka pahlawan kemerdekaan. Murid-murid bersemangat berbondong-bondong menuju lapang upacara karena ingin mengumandangkan lagu Indonesia Raya dengan lantang dan penuh bangga hingga mata berkaca - kaca. Bukan karena takut atau malas membayangkan hukuman yang akan diterimanya jika terlambat upacara bendera.

Rasa nasionalisme dan cinta tanah air terutama pada murid-murid generasi milenial tentu tidak bisa terlepas daru dinamika perkembangan logika, jiwa dan hati mereka. Seyogyanya hal tersebut menjadi tanggung jawab kita semua mulai keluarga inti, sekolah, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Rasa nasionalisme generasi milenial bisa jadi terpicu oleh unsur-unsur sosial, seni tradisional, budaya, politik, film, olah raga, religi, kuliner, kondisi alam dan lingkungan, karakter masyarakat, pembangunan ekonomi, dan masih banyak lagi. Upacara bendera bolehlah kiranya menjadi salah satu dari sekian banyak unsur pembentuk rasa nasionalisme tersebut baik langsung maupun tidak. Tho, pada dasarnya seluruh kegiatan yang dilakukan disekolah mulai Kegiatan Belajar Mengajar di kelas, di laboratorium,  kegiatan ekstrakurikuler, hingga upacara bendera itu sendiri dapat dijadikan ajang pembentukan rasa nasionaisme dan cinta tanah air pada siswa. 
 

Terakhir, bila penulis diizinkan memberi usul pada pemerintah, maka kiranya upacara bendera di sekolah-sekolah cukuplah sebulan sekali saja. Minimal, potensi rindu dibenak murid-murid akan kegiatan upacara bendera relatif menguat. Namun tentu, pengibaran bendera merah putih tetap dilakukan setiap hari pada waktu pagi pukul 06.30 oleh siswa yang bertugas secara bergantian. Lalu, mari kita lihat bagaimana reaksi para siswa yang datang dijam itu ketika melihat bendera merah putih sedang merayap ditiang hingga puncaknya, apakah para murid akan diam sejenak menghormatinya, atau tetap berlalu begitu saja menuju kelasnya.

 

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar