Turunnya Transfer ke Daerah 29%, LOHPU: Memudarnya Spirit Otoda

Politik | 19 Aug 2025 | 21:33 WIB
Turunnya Transfer ke Daerah 29%, LOHPU: Memudarnya Spirit Otoda
Dana transfer daerah tersebut meliputi Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp45,1 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp373,8 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp155,1 triliun, dana otonomi khusus Rp13,1 triliun.

Uwrite.id - Jakarta - Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPU) menyoroti adanya ketimpangan fiskal yang signifikan antara pemerintah pusat dan daerah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Berdasarkan Nota Keuangan yang dibacakan oleh presiden, alokasi belanja pusat direncanakan sebesar Rp2.663,4 triliun, sementara total transfer ke daerah hanya Rp650 triliun.

Direktur LOHPU, Aco Hatta Kainang, S.H., menyatakan bahwa porsi anggaran untuk daerah yang hanya sekitar 15,1% dari total belanja negara ini menunjukkan penurunan drastis dibandingkan lima tahun terakhir. Data menunjukkan tren penurunan alokasi dana transfer ke daerah hampir 29% sejak tahun 2022.

Tren Penurunan Dana Transfer ke Daerah (2022-2026):

2026: Rp650 triliun (Rancangan)

2025: Rp848,52 triliun

2024: Rp863,5 triliun

2023: Rp814,72 triliun

2022: Rp816,2 triliun

“Angka ini menunjukkan bahwa spirit otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 memudar,” ujar Aco Hatta di Jakarta, Selasa (19/08). Menurutnya, ketimpangan ini dapat memperlambat pembangunan dan upaya peningkatan kesejahteraan di daerah.

LOHPU khawatir kondisi ini akan memaksa pemerintah daerah untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara agresif, terutama melalui pajak seperti PBB dan retribusi. “Hal ini berisiko membebani masyarakat dan dunia usaha di daerah, seperti yang terjadi di beberapa wilayah,” tambahnya.

Menyikapi hal tersebut, LOHPU menyampaikan tiga tuntutan utama sebelum RUU APBN 2026 disahkan:

1) Restrukturisasi Anggaran: Pemerintah dan DPR RI didesak untuk mengubah postur anggaran dengan prinsip keadilan berbasis sumber daya, sejalan dengan semangat TAP MPR No. XV/1998, untuk mendorong kemandirian fiskal daerah.

2) Revisi Regulasi Keuangan: Mendorong revisi UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Revisi ini harus mencakup porsi yang lebih adil bagi daerah atas PPN, PBB, PPh Badan, PNBP, serta pemberian saham (dividen) dari perusahaan pengelola sumber daya alam.

3) Peran Aktif DPD RI: Meminta DPD RI untuk mengeluarkan rekomendasi yang tegas dan proporsional demi memperjuangkan kepentingan daerah, sesuai dengan cita-cita reformasi.

“Masih ada ruang untuk melakukan pembahasan demi mewujudkan cita-cita otonomi daerah. Siaran pers ini adalah bagian dari hak publik untuk mengawal tata kelola anggaran negara,” pungkas Aco Hatta. 

Anggota DPRD PPU: Laju Ekonomi Daerah Melambat dengan Penurunan Transfer ke Daerah

Anggota DPRD Penajam Paser Utara (PPU), Mahyuddin menilai kebijakan pemerintah pusat yang menurunkan alokasi dana transfer di tahun anggaran 2026 akan berdampak kepada perlambatan akan laju ekonomi daerah, utamanya pembangunan, khususnya Kabupaten PPU.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah pusat hanya mengalokasikan dana transfer daerah sebesar Rp650 triliun. Dana transfer daerah ini mengalami penurunan sekitar Rp269 triliun dibandingkan APBN 2025 mencapai Rp919 triliun. 

Dana transfer daerah tersebut meliputi Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp45,1 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp373,8 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp155,1 triliun, Dana Otonomi Khusus Rp13,1 triliun, Dana Afirmasi Istimewa (DAIS) DIY Rp500 miliar, Dana Desa Rp60,6 triliun dan insentif fiskal sebesar Rp1,8 triliun. 

“Penurunan dana transfer daerah pada tahun depan, tentu akan mempengaruhi terhadap program pembangunan infrastruktur kita,” ujar Mahyuddin, Ahad (17/08). 

Menurut Sofyan Assauri dalam bukunya Strategic Management Sustainable Competitive Advantages, strategi dirumuskan sebagai suatu tujuan yang ingin dicapai, upaya untuk mengkomunikasikan apa saja yang akan dikerjakan, oleh siapa mengerjakan, bagaimana mengerjakannya, serta kepada siapa hal-hal tersebut dikomunikasikan, dan juga perlu dipahami mengapa hasil kinerja tersebut perlu dinilai.

Masih belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah menjadi salah satu penyebab minimnya pendapatan asli daerah. Beberapa strategi perlu dilakukan, meliputi antara lain:

  1. Melakukan pendataan ulang terhadap wajib pajak, dalam rangka meningkatkan pendapatan pajak daerah;
  2. Menjalin kerjasama dengan pihak swasta/LSM dalam pengelolaan maupun pemungutan pajak daerah;
  3. Melakukan pembenahan manajemen pengelolaan pajak daerah;
  4. Memperluas tax-base pajak daerah;
  5. Mereidentifikasi misi dan mandat organisasi;
  6. Menyelenggarakan sistem komputerisasi penerimaan daerah.

Biasanya salah satu komponen pendapatan asli daerah yang belum tergali secara optimal yaitu lain-lain PAD yang sah. Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mencakup:

  1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
  2. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
  3. Jasa giro;
  4. Pendapatan bunga;
  5. Tuntutan ganti rugi;
  6. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
  7. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

Pengoptimalan lain-lain PAD yang sah perlu dilakukan oleh daerah karena tidak mempengaruhi langsung/membebani kehidupan masyarakat. Peluang yang masih jarang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatannya sebagaimana dimaksud di atas. Berbeda halnya dengan pungutan pajak dan retribusi daerah.

Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. (*)

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar