Tips Anies Dahulu Jalin Harmoni Eksekutif-Legislatif: Tak Memanjakan, Tak Juga Terdikte, Catatan Pengamat

Tokoh | 05 Sep 2025 | 19:26 WIB
Tips Anies Dahulu Jalin Harmoni Eksekutif-Legislatif: Tak Memanjakan, Tak Juga Terdikte, Catatan Pengamat
Hubungan Anies-Ariza di eranya dengan partai yang duduk di kursi DPRD cukup berimbang.

Ubedilah juga mengatakan ada beberapa catatan yang telah dilakukan oleh Anies-Ariza untuk bisa menciptakan keharmonisan dengan DPRD. Yaitu, Anies-Ariza sempat berani melawan praktik korupsi, karena jika sampai terjadi praktik korupsi maka hal itu akan menurunkan legitimasi mereka.

Jakarta - Dahulu, pada masa pemerintahan DKI Jakarta berada di bawah kendali Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, rekasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan DPRD tampak tak terlalu harmonis. DPRD sering tidak setuju atau bahkan melayangkan protes terhadap kebijakan atau program yang dibuat Pemprov.

Beberapa contoh ketidakharmonisan tersebut dapat dilihat dalam beberapa kasus, mulai dari pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, pembahasan Anggaran Dasar Belanja Daerah (APBD), proyek pengadaan UPS (Uninterruptible Power Supply), hingga persoalan reklamasi.

Pengamat politik Ubedilah Badrun menyebutkan, konflik yang sering terjadi antara Pemprov dengan DPRD lebih dikarenakan cara komunikasi politik Ahok, sapaan Basuki, yang dinilai arogan. Selain itu, ketidakjelasan partai asal Ahok juga menjadi persoalan tersendiri.

"Ahok itu bukan dari mana-mana partainya, enggak jelas waktu itu, dia keluar dari partai. Jadi memang dia menciptakan permusuhan dengan partai-partai yang ada di parlemen,” ujar Ubedilah pernah membeberkan.

Permusuhan itu, kata Ubedilah diciptakan melalui perkataan ataupun pernyataan Ahok yang menyerang para anggota DPRD. Hal ini kerap menyinggung para anggota parlemen.

Ubedilah berpendapat, pasangan Anies Baswedan-Ariza Patria memiliki pola komunikasi politik yang lebih baik jika dibandingkan dengan Ahok. Selain itu, hubungan keduanya dengan partai yang duduk di kursi DPRD cukup berimbang.

Sehingga menurut Ubedilah, hubungan antara pemprov dengan DPRD DKI pada masa pemerintahan Anies-Ariza mendatang terbukti bisa harmonis, tanpa sedikit pun terdikte.

Meski begitu, Ubedilah menyebut protes dari DPRD kepada pemerintahan Anies-Ariza terekam sejarah sesekali tetap terjadi, misalnya pada saat salah satu kebijakan yang diambil oleh Anies-Ariza dinilai Kebonsirih tidak memihak kepada rakyat.

Namun umumnya kebijakan era Anies mematut azas keadilan kepada mereka yang secara ekonomi tidak berlebih. Contohnya penghapusan pungutan PBB untuk kaum guru. Masyarakat menilai hal ini bentuk penghargaan yang perlu diikuti daerah lain dan mengedepankan pertimbangan keadilan fiskal untuk mereka yang lemah tetapi memiliki nilai jasa yang besar untuk masa depan bangsa.

“Selalu ada kenyataan itu namun jika ada muncul kebijakan Anies-Ariza yang tidak pro rakyat, tentunya rakyat dan DPRD akan melawan. Anies terbukti tidak hanya berpihak pada pemilik modal tetapi yang lebih utama harus berpihak pada rakyat,” ujarnya.

Ubedilah juga mengatakan ada beberapa catatan yang telah dilakukan oleh Anies-Ariza untuk bisa menciptakan keharmonisan dengan DPRD. Yaitu, Anies-Ariza sempat berani melawan praktik korupsi, karena jika sampai terjadi praktik korupsi maka hal itu akan menurunkan legitimasi mereka.

Di luar hubungan Pemprov dengan DPRD, Ubedilah mengatakan Anies-Ariza juga telah terbukti mampu menjaga kepercayaan dari masyarakat. Hal itu mereka buktikan dengan bekerja secara profesional dan menghindari menggunakan prosedur 'main belakang'. Misalnya dalam proses mencari pemenang tender untuk suatu program.

"Tidak pernah tampak Anies-Ariza melakukan tindakan melakukan kongkalikong dengan DPRD untuk melakukan tindakan korupsi. Hal itu telah terbukti, tidak pernah ada tindakan konyol praktik korupsi karena pasti hal itu akan menurunkan legitimasi diri," ujarnya.

Sementara itu pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito berpendapat hubungan tidak harmonis yang pernah ditampakkan antara Pemprov DKI dengan DPRD era Ahok lebih dikarenakan gaya kepemimpinan Ahok yang cenderung tegas dan keras, serta tidak mau berkompromi dengan tindakan korupsi dalam rangka menciptakan good government.

Sedangkan untuk hubungan Pemprov dengan DPRD di masa pemerintahan Anies-Ariza, Arie menilai cukup baik. 

Menurut Arie tidak semua anggota DPRD DKI berasal dari partai pendukung Anies-Ariza. Sehingga nantinya juga akan terjadi tarik menarik kepentingan antarfraksi di DPRD.

“Dalam eranya terkesan nggak seberani Ahok karena banyak di belakang Anies (yang memiliki) kepentingan ekonomi politik. Karena Ahok tipenya ambil resiko, enggak peduli (kalau) pendukungnya juga melawan,” ujarnya.

Arie mengatakan selain pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap kinerja Pemprov, pengawasan yang dilakukan langsung oleh masyarakat lah yang paling penting.

Karena antara Pemprov dan DPRD bisa saja melakukan kompromi dalam membuat kebijakan atau program, sehingga fungsi pengawasan DPRD tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

"Kalau rakyat tidak mengawasi bahaya juga terjadi jebakan baru. Kalau gaya Ahok 'kan rakyat diajak ikut mengawasi, melaporkan, komplain soal transparansi, di era dia publik diajak turut mengawasi termasuk DPRD yang tugasnya sebagai pengawas juga harus diawasi," tutup Arie. (*)

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar