Tanggapan Luhut Soal Konflik Rempang: Investasi Harus Tetap Lanjut, Potensinya Bagus!
Uwrite.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan keprihatinannya terhadap rencana investasi dari Xinyi Group, produsen kaca terbesar di dunia asal China. Konflik yang tengah berkecamuk di Rempang, Batam, Kepulauan Riau, menjadi ancaman bagi investasi tersebut.
"Ndak. Ya, kita harapkan janganlah. Dulu kan kekonyolan kita juga lari ke tempat lain. Jadi, kita sendiri juga harus introspeksi, apa yang salah. Kita ndak boleh malu-malu, kalo kita salah ya kita perbaikin," ujar Luhut seperti dikutip oleh Antara pada Selasa (19/9/23).
Xinyi Group telah berkomitmen membangun industri di Rempang, Batam, yang akan menjadi pabrik kedua terbesar di dunia setelah China. Namun, konflik yang terjadi dapat mengakibatkan investasi tersebut beralih ke negara lain.
Menurut Luhut, investasi Xinyi Group tidak hanya akan menciptakan lapangan pekerjaan, tetapi juga akan membawa alih teknologi, serta mendorong peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam produksi photovoltaic (PV), panel surya, dan semikonduktor.
Luhut juga meyakini bahwa kehadiran investor asal China tersebut dapat menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi untuk kebutuhan PV, panel surya, dan semikonduktor, mengingat adanya pertikaian antara negara-negara besar.
Namun, terkait dengan desakan pencabutan status proyek strategis nasional (PSN) di Rempang, Luhut berpendapat bahwa potensi investasi di wilayah tersebut sangat besar manfaatnya bagi Indonesia, sehingga pencabutan status PSN tidak diperlukan.
"Kenapa mesti dicabut-cabut sih, barangnya bagus. Bahwa ada yang salah satu, ya diperbaiki satulah. Jangan main cabut. Itu kan merugikan kita. Kalau itu diteruskan, TKDN kita akan bagus, lapangan kerja ada, teknologi saya bilang tadi PV, solar panel sama semikonduktor," katanya.
Lebih lanjut Luhut menegaskan bahwa rencana investasi di Rempang harus tetap berjalan. Lantaran investasi tersebut berpotensi sangat besar bagi perekonomian Indonesia.
"Di rempang itu ada potensi yang bagus, karena apa? Karena disitu nanti mau bikin photovoltaic (PV), jadi solar panel dan jadi semi konduktor kan bagus," ujarnya.
Luhut juga menegaskan bahwa pemerintah akan terus berupaya meyakinkan investor bahwa masalah di Rempang dapat diselesaikan dengan baik, sehingga investor tidak perlu ragu untuk merealisasikan rencana investasinya di Indonesia.
"Sudah kita jelaskan. Ndak ada masalah itu. Insya Allah," sebutnya.
Indonesia Memulai Ekspor Energi Bersih ke Singapura
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marinves) Luhut Binsar Panjaitan juga telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Singapura untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT), termasuk investasi dalam industri panel surya nasional. Kerja sama ini mencakup pengembangan industri dan kapabilitas manufaktur EBT di Indonesia serta perdagangan listrik lintas batas antara kedua negara. MoU tersebut dilakukan pada 17 Maret 2023, di Singapura, dalam acara Leader’s Retreat tahunan.
"Pengembangan industri panel surya harus dilakukan di dalam negeri. Kita harus melakukannya secara end to end. Kita tidak mau ekspor listrik ke Singapura saja, tapi kita sudah memproduksi panel surya, baterai, dan lainnya. Dengan adanya kerja sama investasi dengan Singapura, diharapkan Indonesia mampu memproduksi solar panel dan baterai di dalam negeri," kata Luhut dikutip dari Indonesia.go.id, Kamis (30/3/23).
Untuk mendukung inisiatif ini, Utomo SolaRUV melalui PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia juga melakukan penandatanganan MoU kerja sama pengembangan industrialisasi rantai pasok panel surya dan sistem penyimpanan energi baterai. Beberapa perusahaan manufaktur PV dan baterai juga terlibat dalam kerja sama ini. Hal ini sejalan dengan komitmen perusahaan untuk mendukung pemerintah dalam mencapai target net zero emission (NZE) melalui percepatan pembangunan industri panel surya nasional di Indonesia.
Presiden Direktur PT Adaro Power Dharma Djojonegoro menekankan bahwa PLTS merupakan sumber EBT terbesar yang akan berkontribusi terhadap lebih dari 50% pembangkitan listrik dalam negeri pada tahun 2060. Sebagai perusahaan yang peduli dengan lingkungan, mereka siap mendukung pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur dan industri PLTS di Indonesia.
Tulis Komentar