Susi Pudjiastuti, Dosen IPB, & Ketua KNTI Sepakat Tolak Ekspor Pasir Laut Karena Merusak dan Mengancam Masa Depan
Uwrite.id - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, telah menunjukkan komitmennya yang kuat terhadap penolakan penambangan pasir laut. Hal ini tidak hanya terjadi kali ini saja, tetapi ketika masih menjabat sebagai menteri, Susi Pudjiastuti telah beberapa kali menolak operasi tambang pasir ilegal yang berpotensi merusak lingkungan.
Salah satu contoh nyata dari penolakan Susi Pudjiastuti terhadap penambangan pasir laut dapat ditemukan dalam cuitan yang diunggahnya di media sosial pribadinya pada tanggal 9 April 2015. Dalam cuitan tersebut, Susi dengan tegas menuliskan, "Tolak pengerukan pasir!!!"
Tindakan perlawanan yang konsisten dari Susi Pudjiastuti terhadap penambangan pasir laut merupakan langkah penting dalam melindungi ekosistem laut yang sangat rentan. Penambangan pasir laut dapat menyebabkan kerusakan serius terhadap lingkungan, termasuk terganggunya kehidupan organisme laut dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Ekspor Pasir Laut Menimbulkan Dampak Lingkungan yang Merugikan
Sementara itu, dalam sebuah diskusi virtual di kanal YouTube Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dosen Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB University, Zulhamsyah Imran, menjelaskan sejumlah kerugian dan dampak dari pengerukan dan ekspor pasir laut yang diizinkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023.
Zulhamsyah menjelaskan bahwa pengerukan pasir laut akan menyebabkan terbentuknya lubang permanen yang berdampak negatif pada ekosistem laut. Selain itu, pencampuran pasir laut dengan lumpur juga akan menyebabkan kekeruhan air laut. Dampak ini tidak hanya akan terjadi di Jakarta dan pulau utama, tetapi juga akan berdampak pada pulau-pulau seperti Pulau Pramuka yang akan mengalami abrasi dan kerusakan pada pohon-pohon bakau. Di wilayah Papua, khususnya Mimika, pohon-pohon tinggi juga akan roboh akibat eksploitasi pasir laut, yang pada akhirnya akan menyebabkan abrasi.
“Dampak ini akan terjadi bahkan di Jakarta, termasuk pulau utama. Pulau Pramuka akan mengalami abrasi, pohon-pohon mangrove dapat roboh. Di Papua, Mimika, pohon-pohon tinggi roboh, dan akibatnya adalah abrasi,” ujar Zulhamsyah.
Selain itu, Zulhamsyah juga memberikan peringatan bahwa pulau-pulau kecil di Indonesia sedang menghadapi ancaman hilang dampak dari pengerukan pasir laut. Sudah banyak pulau kecil yang tenggelam akibat eksploitasi pasir laut. Jika kegiatan pengerukan dan ekspor pasir laut terus berlangsung, Indonesia akan menjadi saksi kehilangan kota-kota dan pulau-pulau yang saat ini masih ada.
Sementara itu, Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, mengkritik Presiden Jokowi dan Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, karena dianggap melakukan praktik bisnis yang merugikan dengan membuka pengerukan dan ekspor pasir laut. Dani menyatakan bahwa pemerintah harus mengakui bahwa kebijakan tersebut berdampak negatif pada lingkungan. Menurutnya, pemerintah tidak boleh menganggap rakyat dan nelayan bodoh mengenai dampak eksploitasi pasir laut.
Dani juga menambahkan bahwa kebijakan tersebut merupakan contoh dari praktik mengeksploitasi sumber daya alam yang kuno dan merugikan. Dia mengungkapkan perlawanannya terhadap proses eksploitasi yang mirip dengan tambang tambang dan ekspor dengan mengirimkan tanah ke luar negeri. Menurutnya, praktik bisnis seperti ini sudah ketinggalan jaman dan tidak etis, namun sekarang pemerintah ingin mengulangnya melalui PP yang baru.
“Ini adalah model praktik eksploitasi sumber daya alam yang sangat merugikan, sangat kuno. Dulu kita melihat proses eksploitasi menggali tambang dan kemudian diekspor dengan tanahnya ke luar negeri. Ini ditolak, sekarang mereka ingin mengulanginya. Ini adalah praktik bisnis kuno, barbar, dan ingin diulang dalam PP ini,” ujar Dani.
Kritik yang disampaikan oleh Zulhamsyah Imran dan Dani Setiawan dalam diskusi tersebut menimbulkan kekhawatiran yang muncul terkait dampak negatif dari pengerukan dan ekspor pasir laut. Para pihak yang mendukung perlindungan lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam menuntut pemerintah untuk memperhatikan dampak ekologis dari kegiatan tersebut dan mencari alternatif yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya laut Indonesia.
Tulis Komentar