Solusi Cerdas ! Produsen Tekstil dan Garment Susun Strategi Supaya Ekspor ke AS Tidak Terkena Tarif Tinggi

Uwrite.id - Jakarta - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) mengatakan ekspor ke Amerika Serikat tetap bisa dilakukan dengan tarif rendah jika menggunakan minimal 20% bahan baku dari AS.
Dengan kata lain, Ketua Umum Apsyfi Redma Gita Wiraswasta mengatakan, tarif resiprokal untuk Indonesia sebesar 32% bisa berkurang bila industri tekstil Tanah Air menggunakan minimal 20% bahan baku dari AS, salah satunya menggunakan kapas.
"Jadi kalau kita menggunakan minimal 20% bahan baku lokal, itu akan mendapatkan pemotongan tarif," ujar Redma dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (04/04).
Dalam keadaan normal, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mengonsumsi sekitar US$600 juta kapas dari AS. Pada saat yang sama, Indonesia justru mengimpor benang, kain dan garmen senilai US$6,5 miliar dari China yang kemudian malah mematikan industri TPT dalam negeri karena bersaing dengan tidak sehat.
"Sehingga kami mendorong pemerintah melakukan negosiasi resiprokal dengan AS agar kita bisa mengimpor lebih banyak kapas sebagai trade-off sekaligus mendorong importasi produk-produk AS yang tidak dapat kita produksi," ujarnya.
Bila industri di dalam negeri menggunakan lebih banyak kapas dari AS, tetapi proses seperti pemintalan, penenunan dan perajutan dilakukan di Indonesia, maka penggunaan bahan baku dari AS minimal 20% akan tercapai.
"[Komposisi] bahan baku sekitar 60%. Kalau bahan bakunya dapat dari AS, kapas dicampur dengan polyester, berarti [bahan baku dari AS] sudah 25%. Jadi kita sudah pasti dapat pengurangan bea masuk dari AS," ujarnya.
Redma menggarisbawahi tujuan dari Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif resiprokal adalah menurunkan defisit perdagangan. Sehingga, Indonesia harus mengurangi surplus dengan AS melalui pengalihan impor dari negara lain ke Negeri Paman Sam. (*)
Tulis Komentar