SMKN 2 Pacitan Dituduh Lakukan Pungutan Tidak Sukarela, Kepala Sekolah Membantah
Uwrite.id - Dugaan pungutan berkedok sumbangan kembali mencuat, kali ini terjadi di salah satu sekolah negeri di Kabupaten Pacitan, yakni SMKN 2 Pacitan. Informasi ini terungkap setelah beberapa orang tua siswa melaporkan adanya praktik tersebut kepada tim media Gardajatim.com.
Menurut keterangan salah satu wali murid yang tidak ingin disebutkan namanya, sekolah melalui Komite diduga menetapkan sumbangan dengan jumlah pasti sebesar Rp1.200.000 per tahun. Hal ini dinilai melanggar prinsip sumbangan yang seharusnya bersifat sukarela tanpa paksaan.
"Jumlahnya sudah ditentukan sejak awal, katanya ini kesepakatan wali murid. Tetapi sebenarnya wali murid tidak memiliki pilihan lain kecuali setuju,” ujarnya, dikutip dari Gardajatim.com, Senin (6/1/25).
Lebih parah lagi, ia menyebut adanya dugaan intimidasi terhadap siswa yang belum membayar. Menurutnya, siswa yang belum melunasi sumbangan komite tidak diizinkan mengikuti ujian.
"Anak saya bilang kalau belum bayar uang sumbangan, tidak boleh ikut ujian. Saya belum tahu pasti, tapi ini sangat mengkhawatirkan," imbuhnya.
Pro-Kontra di Masyarakat
Pemberitaan ini langsung memicu pro-kontra di masyarakat, terutama di media sosial. Beberapa pengguna menyampaikan kritik terhadap sistem yang diterapkan di sekolah.
Salah satu komentar datang dari pengguna Yelistore, menyebut bahwa wali murid seringkali terjebak dalam situasi sulit. "Kesepakatan itu hanya formalitas. Pada akhirnya, wali murid tetap harus mengikuti besaran yang sudah ditentukan," tulisnya.
Namun, tidak sedikit juga yang mendukung kebijakan tersebut dengan alasan fasilitas yang diberikan oleh sekolah memang memadai.
“Saya alumni SMKN 2 Pacitan. Meski ada iuran, fasilitas belajar dan ekstrakurikuler sangat bagus,” ujar Neng_Elisha di kolom komentar.
Netizen lain, Antonio_Gonte, menyarankan agar aturan mengenai pungutan dijelaskan secara transparan.
"Kalau fasilitas sekolah memang bagus dan menunjang pendidikan, iuran sebesar itu tidak masalah, asalkan jelas peruntukannya," tulisnya.
Tanggapan Pihak Sekolah
Menanggapi isu ini, Kepala Sekolah SMKN 2 Pacitan, Subagyo, membantah tuduhan bahwa siswa yang belum membayar sumbangan komite tidak boleh mengikuti ujian.
"Itu hoax. Tidak ada kebijakan seperti itu di sekolah kami. Semua siswa tetap bisa mengikuti ujian, terlepas dari status pembayaran sumbangan," tegasnya.
Pakar Pendidikan: Melanggar Aturan
Menurut Doni Koesoema Albertus, Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia, penetapan jumlah sumbangan oleh Komite sekolah melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016.
"Sumbangan harus bersifat sukarela. Jika besaran sudah ditentukan, itu bukan lagi sumbangan, melainkan pungutan, dan ini melanggar aturan," jelasnya.
Doni menambahkan, komite sekolah seharusnya mencari sumber dana di luar orang tua siswa tanpa memberikan beban tambahan yang bersifat memaksa.
"Jika menemukan pelanggaran, orang tua dapat melaporkan kasus ini ke Dinas Pendidikan atau Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan," pungkas Doni.
Kasus ini menyoroti praktik pungutan di sekolah yang kerap disamarkan sebagai sumbangan. Pemerintah daerah dan pihak terkait diharapkan segera turun tangan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan berjalan sesuai aturan dan tidak membebani masyarakat sepihak.
Tulis Komentar