Skandal Korupsi Pertamina Rp191 Triliun: LSM PENJARA 1 Soroti Mandulnya Fungsi Pengawasan & Retorika Kosong GCG di BUMN

Uwrite.id - SCBD, Jakarta – LSM PENJARA 1 menyampaikan keprihatinan sekaligus kemarahan mendalam atas terungkapnya dugaan praktik korupsi berskala masif senilai Rp191 triliun yang menyeret Subholding PT Pertamina, yakni PT Pertamina Patra Niaga, serta entitas terkait seperti Pertamina Kilang International dan Pertamina Shipping. Fakta bahwa praktik ini diduga berlangsung selama lima tahun, yakni sejak 2018 hingga 2023, menjadi indikator nyata akan terjadinya kelumpuhan sistemik dalam mekanisme pengawasan internal maupun eksternal, serta gagalnya penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance – GCG) di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dugaan megakorupsi ini menyisakan pertanyaan kritis yang menggema di ruang publik: ke mana saja para pengawas negara selama praktik ini berlangsung? Dalam sistem tata kelola korporasi negara, seharusnya terdapat lapisan-lapisan pengawasan yang mampu mendeteksi dan mencegah penyimpangan sejak dini. Namun, nyatanya mekanisme ini justru gagal total dalam menjalankan fungsinya.
Dewan Komisaris dan Komite Audit: Sekadar Formalitas?
Fungsi pertama yang patut dipertanyakan adalah keberadaan Dewan Komisaris dan Komite Audit. Di mana posisi strategis mereka saat kerugian negara mencapai ratusan triliun ini terjadi? Mengapa selama bertahun-tahun tidak ada sinyal bahaya atau peringatan internal? Apakah Komite Pemantau Risiko yang berada di bawah naungan Dewan Komisaris hanya menjadi pelengkap dalam ruang-ruang rapat tanpa menyentuh esensi pengawasan?
Peran Kantor Akuntan Publik: Audit yang Gagal Menemukan Anomali?
Setiap tahun, PT Pertamina dan anak usahanya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) independen. Pertanyaannya, mengapa audit tersebut gagal mendeteksi transaksi tidak wajar, pembelian impor dengan harga mark-up, serta anomali dalam neraca keuangan? Jika data yang diaudit bersifat manipulatif, seharusnya terdapat metode audit forensik yang mampu menangkap red flags. Kegagalan atau kelalaian ini bukan sekadar kesalahan teknis, namun patut ditelusuri lebih jauh dalam konteks pertanggungjawaban hukum, termasuk oleh Kejaksaan Agung.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK): Benteng Terakhir yang Senyap
Sebagai lembaga negara yang memiliki mandat konstitusional untuk mengaudit keuangan negara, keheningan BPK dalam kasus ini sangat mengkhawatirkan. Mengapa tidak ada publikasi atau temuan yang menyoroti transaksi mencurigakan selama lima tahun tersebut? Apakah hasil audit hanya berhenti di meja seremonial tanpa tindak lanjut yang konkret? Ini menjadi tamparan keras terhadap kredibilitas dan efektivitas lembaga audit negara.
Kementerian BUMN: Pemilik Saham yang Gagal Mengawasi?
Sebagai pemegang saham utama BUMN, Kementerian BUMN secara reguler menerima laporan kinerja dari manajemen dan Dewan Komisaris. Namun dalam kasus ini, laporan-laporan tersebut tampaknya tidak mampu mengungkap kejanggalan yang terjadi. Jika laporan yang diterima hanya bersifat formalitas tanpa analisis substantif, maka keseluruhan sistem pelaporan harus dikaji ulang. Pertanyaannya, apakah pengawasan oleh pemilik saham selama ini benar-benar dilakukan atau hanya menjadi ritual administratif?
GCG di BUMN: Retorika yang Kosong Makna
LSM PENJARA 1 dengan tegas menyatakan bahwa prinsip GCG di BUMN selama ini tidak lebih dari slogan kosong. Meski telah diwajibkan selama lebih dari dua dekade, implementasinya tetap lemah, terfragmentasi, dan sering kali hanya bersifat simbolik. Kasus Pertamina menambah panjang daftar skandal korupsi BUMN, sementara yang sudah lebih dulu mencuat, seperti Jiwasraya, ASABRI, Garuda Indonesia, dan PT Timah. Polanya selalu serupa: kebobrokan sistem, kolusi antar pejabat, dan impunitas terhadap pelanggaran berat yang mengakibatkan kerugian negara dan penderitaan rakyat.
BUMN: Dari Aset Strategis Menjadi Ladang Korupsi Berjamaah
LSM PENJARA 1 memandang bahwa BUMN sejatinya merupakan instrumen strategis negara untuk menopang pembangunan nasional dan mewujudkan kedaulatan ekonomi rakyat. Namun dalam praktiknya, BUMN justru kerap dijadikan ladang korupsi berjamaah oleh elite yang haus kekuasaan, akibat lemahnya sistem integritas, rapuhnya pengawasan, serta kultur birokrasi yang permisif terhadap pelanggaran.
Komitmen LSM PENJARA 1: Kawal BUMN dari Hancurnya Integritas
LSM PENJARA 1 berkomitmen untuk terus mengawal jalannya proses hukum kasus dugaan korupsi di Pertamina dan seluruh potensi kejahatan korupsi di BUMN lainnya. Sebagai mitra strategis publik, kami menegaskan pentingnya pengelolaan aset negara yang berlandaskan transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme. Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan kelompok elite yang merusak. Rakyat berhak atas pengelolaan kekayaan negara yang bersih, jujur, dan berpihak pada kepentingan nasional.
Tulis Komentar