Sikapi Bocoran Beathor, Arham: Pemilih Harus Rasional
Uwrite.id - Sikap Megawati yang akan mengevaluasi pencalonan Ganjar apabila elektabilitasnya stagnan tidak bisa melampaui 40% ataupun andaikata jumlah partai koalisi yang mendukungnya tidak bertambah akhirnya jadi sorotan publik. Hal ini disampaikan mantan aktivis senior yang juga petinggi DPP PDIP, Bambang Beathor Suryadi.
"Tentu saja rencana dropping bacapres langsung dari DPP ini membawa sebuah dilema bagi laju gerak Ganjar yang nyaris agak tersalip oleh Prabowo Subianto. Jika Ganjar didrop lalu disorongkan Puan Maharani untuk mendampingi Prabowo Subianto maka yang jelas mengubah peta politik menjelang Pemilu yang akan terselenggara tidak lama lagi," ungkap pengajar ilmu sosial politik kenamaan, Andi Rupiat - Senin (14/08).
Tentu hal ini akan menghadapkan pasangan calon Prabowo-Puan dengan Anies bersama bacawapresnya secara head to head, imbuh Andi Rupiat lagi, yang juga merupakan pengamat politik dari Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma Jakarta.
Apa yang disampaikan Bambang Beathor Suryadi itu bukanlah main-main, melainkan suatu bentuk pertanda keseriusan Ibu Mega dalam memikirkan perkembangan pencalonan bacapres dari partai terbesar di republik kita tersebut. Sebelumnya, politikus senior PDI Perjuangan itu memandang ada tendensi Presiden Joko Widodo hendak menjadikan menteri pertahanan sebagai presiden 2024.
Hal itu tak lain agar proyek infrastruktur yang diprakarsai pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin tetap berlanjut, salah satu di antaranya adalah megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, seloroh Beathor dalam analisisnya.
Di sisi lain, pengamat pemerintahan Muhammad Arham, yang juga aktif sebagai warganet, melalui platform Quora menyebutkan bahwa era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin memberi sumbangsih berupa penyederhanaan cluster birokrasi berbelit-belit. Di era Joko Widodo, nilai Arham, masyarakat pertama kalinya memperoleh izin usaha dengan mudah secara online hanya 30 menit. Di era inilah era SIUP TDP berakhir.
Kesimpulannya, kita sebagai bangsa punya banyak masalah. Tidak ada presiden yang bisa memecahkan semua masalah dalam periode kepemimpinannya. Bahkan ketika Joko Widodo memimpin dua periode pun, masalah besar di Indonesia makin bertambah banyak. Meledaknya tingkat kemiskinan akut, anggaran defisit, kualitas layanan kesehatan belum maksimal, anggaran pendidikan masih rendah dan juga seabrek permasalahan lain yang tidak kunjung bisa dituntaskan dengan periode pemerintahan yang relatif singkat.
Muhammad Arham menyerukan agar sebagai warga Indonesia, kita meninggalkan kebiasaan memilih pemimpin karena sedaerah, atau karena Indonesia ingin adil makmur, karena adil dan makmur itu cakupannya luas dan sangat berat untuk dilakukan. Jadi wajar kalau setiap kepemimpinan presiden, mereka hanya fokus di 1 atau 2 bidang saja. Selain karena masalah sangat banyak, anggaran juga terbatas.
Kembali ke pertanyaan masalah Ganjar, lanjut alumni program doktoral di Universitas Durham ini, Ganjar, sehebat apapun dia, tidak mungkin menyelesaikan semua masalah Indonesia. Kita sebagai pemilih tentunya harus rasional. Kalau di depan media tentu Ganjar akan bilang hal-hal indah. Tidak hanya Ganjar, semua calon pun demikian.
Tidak mungkin di depan media ada calon yang bilang masalah Indonesia berat. Persepsi publik akan mengira bahwa dia udah skeptis duluan. “Walaupun demikian, di belakang layar saya yakin mereka punya prioritas pembangunan masing masing,” imbuh Arham lagi melalui coretannya di Quora.
Tidak mungkin semua masalah selesai dalam waktu singkat, tukas Arham lagi. Arham juga menyampaikan feeling-nya ke depan bahwa bangsa Indonesia baru akan keluar dari mayoritas masalah besar di tahun 2035.
Tambah Arham lagi, di 2035 tersebut, ekonomi tumbuh baik, anggaran pendidikan dan infrastruktur naik signifikan, sebaran Internet broadband sudah merata, serta persoalan pelanggaran HAM berat telah selesai dengan rekonsiliasi nasional.
Alumni Durham University itu menyebutkan, di tahun 2035, Internet 5G sudah jadi komoditas, kendati belum merata. Yang jelas, imbuhnya, jaringan infrastruktur broadband sudah mencapai hingga ke seluruh pelosok Indonesia.
Jadi singkatnya, kata Arham kembali, pilihlah pasangan calon berdasarkan prioritas kebutuhan kita. Jika segmen masalah kita ada pada pemberantasan korupsi, maka pilih yang prioritasnya pada hal tersebut. Kalau segmen masalah kita ada pada infrastruktur, maka pilihlah pasangan calon yang prioritasnya ada pada masalah tersebut.
Sebab setiap calon tentu membawa program, ulas Arham. Program itu adalah produk dia (kandidat, Red.). Jadi pilihlah yang produknya bisa memecahkan masalah kita. Tentu, paslonnya harus lolos uji karakter dan integritas. Mau sehebat apapun apabila tidak memiliki karakter dan integritas, ya, pasti negara ini akan hancur jika dipimpin dia, pungkasnya. (*)
Tulis Komentar