Sengkarut Ketersediaan dan Volumetrik Minyakita, Produsen Harus Bertanggung Jawab

Ekonomi | 10 Mar 2025 | 13:17 WIB
Sengkarut Ketersediaan dan Volumetrik Minyakita, Produsen Harus Bertanggung Jawab
Selain itu, ada dugaan bahwa beberapa pihak melakukan praktik curang dengan mengemas ulang minyak goreng premium menggunakan label Minyakita.

Uwrite.id - Jakarta - Pada awalnya, pemerintah meluncurkan produk Minyakita pada 6 Juli 2022 sebagai solusi untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng. Produk ini awalnya diperkenalkan sebagai solusi untuk memastikan ketersediaan minyak dengan harga terjangkau bagi masyarakat. Namun, belum genap satu tahun sejak peluncurannya, harga minyak goreng ini mulai melonjak hingga Rp15.000–Rp16.500 per liter di berbagai daerah.

Menteri Perdagangan saat itu, Zulkifli Hasan, mengungkapkan bahwa distribusi Minyakita justru tidak tepat sasaran. Produk ini banyak ditemukan di rak-rak ritel modern dan dijual secara luas di marketplace, yang seharusnya lebih banyak diakses oleh konsumen minyak premium. Kondisi ini membuat ketersediaan Minyakita di pasar tradisional berkurang drastis.

Pemerintah hanya mengubah strategi, membuat produk “baru” bernama Minyakita yang adalah minyak curah dalam kemasan sederhana. Inilah minyak goreng yang harganya dijanjikan tak pernah lebih dari Rp14.000 per kilogram. Logika sederhananya, biarkan saja harga minyak goreng dalam kemasan naik semaunya. Bagi yang tidak mampu membayarnya, belilah Minyakita.

Namun, kini Minyakita langka dan harganya melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Menurut pemerintah, konsumen penyebabnya. Pada dasarnya, adanya Minyakita merupakan inisiatif dari Menteri Perdagangan saat itu, Zulkifli Hasan, yang bertujuan mengemas minyak goreng curah agar distribusinya lebih mudah dan lebih cepat terserap di pasaran.

Selain itu, ada dugaan bahwa beberapa pihak melakukan praktik curang dengan mengemas ulang minyak goreng premium menggunakan label Minyakita. Suatu hari di sebuah swalayan besar di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, setahun lalu, sekelompok ibu-ibu muda menyerbu rak etalase minyak goreng.

Tahun lalu fenomena serupa jamak melanda pusat-pusat perbelanjaan. Konsumen berlomba-lomba mendatangi toko modern hanya untuk membeli minyak goreng. Pemerintah menyebut itu panic buying dan membatasi pembelian minyak goreng maksimal dua kemasan berukuran dua liter.

Masalah minyak goreng belum selesai hingga kini. Harga minyak goreng dalam kemasan tidak pernah turun ke level sebelum 2021 atau saat konsumen bisa membeli seharga Rp14.000 per liter. Belakangan, Menteri Perdagangan saat itu, Muhammad Lutfi, mengakui ada mafia. Ada masalah dalam distribusi, pelanggaran aturan, dan sebagainya. 

Baru-baru ini, viral di media sosial unggahan video yang memperlihatkan minyak goreng bersubsidi MinyaKita kemasan 1 liter ternyata hanya berisi 750 mililiter. Hal ini memicu kekhawatiran masyarakat tentang kualitas dan kuantitas minyak goreng yang beredar di pasar.

Kabar terbaru terungkap tiga perusahaan produsen Minyakita yang melanggar karena isi minyak goreng tidak sesuai takaran. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melakukan sidak dan menemukan MinyaKita yang tidak sesuai aturan dan dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).

Amran terlihat membeli satu lusin MinyaKita dengan kemasan satu liter dan satu kotak Minyakita dengan kemasan dua liter. Ia kemudian meminta agar Minyakita kemasan satu liter yang ia beli tersebut dituangkan ke gelas ukur untuk dicek isinya.

Ternyata, ada MinyaKita yang kemasan seliter hanya terisi 750-800 mililiter. Selain volumenya yang tak sesuai, harganya juga melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 15.700 per liter.

Amran mengatakan harganya mencapai Rp 18 ribu per liter. "Kami temukan Ini MinyaKita dijual Rp 18 ribu. Kemudian isinya tidak 1 liter, hanya 750 sampai 800 mililiter," kata Amran ketika diwawancara di lokasi.

Menurut Menteri Perdagangan Budi Santoso, video viral tersebut mungkin merupakan video lama karena produsen Minyakita tersebut, PT Navyta Nabati Indonesia, sudah pernah ditindak oleh Kemendag pada Januari 2025 ¹.

Pelanggaran yang dilakukan PT Navyta Nabati Indonesia meliputi tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk minyak goreng atau Minyakita, tidak memiliki izin edar BPOM untuk Minyakita, dan melakukan pemalsuan surat rekomendasi izin edar.

Masyarakat dihimbau untuk berhati-hati dalam membeli minyak goreng dan memastikan bahwa produk yang dibeli sesuai dengan standar kualitas dan kuantitas yang ditetapkan.

Dalam mengatasi masalah ini, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh produsen dan distributor minyak goreng. (*)

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar