Sekolah Pagi Buta: Tradisi atau Bencana untuk Anak?

Jam Sekolah Terlalu Dini: Masalah yang Nyata
Di Indonesia, sudah menjadi pemandangan umum melihat anak-anak memulai hari jauh sebelum matahari terbit. Banyak sekolah menengah menetapkan jam masuk pukul 06.30, bahkan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, pemerintah daerah pernah melakukan uji coba jam masuk pukul 05.30 pagi (The Guardian, 2023). Uji coba ini memicu kekhawatiran di kalangan orang tua dan masyarakat, karena mengubah ritme hidup anak-anak secara drastis.
Seorang orang tua siswa di Kupang mengungkapkan kepada The Guardian, “Ini menyiksa anak-anak. Mereka harus bangun jam 4 pagi. Bahkan sebelum ayam berkokok, mereka sudah harus siap berangkat.” Keluhan ini menunjukkan betapa ekstremnya waktu bangun yang dipaksakan. Anak-anak yang harus berjalan kaki atau menggunakan kendaraan di jalanan yang masih gelap menghadapi risiko keselamatan tambahan. Orang tua khawatir anak-anak mereka bisa mengalami kecelakaan, tersesat, atau menjadi sasaran kejahatan. Hal ini menjadikan jam masuk sekolah terlalu dini bukan hanya persoalan disiplin atau tradisi, tetapi juga masalah kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan anak secara menyeluruh.
Tidur yang cukup adalah kebutuhan biologis yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menekankan bahwa kebijakan masuk sekolah terlalu pagi berpotensi menurunkan daya tahan tubuh anak. Anak yang kurang tidur lebih mudah terserang flu, infeksi, hingga obesitas karena metabolisme tubuhnya terganggu. Seorang siswi di Kupang mengeluhkan, “Saya sering mengantuk di kelas. Kepala saya pusing karena tidur tidak cukup,” yang mencerminkan realita banyak anak yang terdampak jam sekolah terlalu dini.
Penelitian global juga menunjukkan hal serupa. Studi yang diterbitkan di JAMA Pediatrics (2020) menegaskan bahwa menunda jam masuk sekolah secara signifikan meningkatkan kualitas dan durasi tidur anak, sehingga berdampak positif pada kesehatan fisik mereka (JAMA Pediatrics, 2020). Dengan waktu tidur yang lebih panjang, anak-anak memiliki energi lebih untuk belajar, beraktivitas, dan menjaga daya tahan tubuh. Fakta ini menunjukkan bahwa kebijakan jam masuk sekolah seharusnya mempertimbangkan kebutuhan biologis anak, bukan semata-mata menekankan disiplin atau tradisi lama.
Selain masalah kesehatan fisik, kurang tidur juga berdampak langsung pada prestasi akademik anak. Bayangkan seorang siswa harus memahami pelajaran matematika atau sains yang kompleks ketika otaknya masih setengah tertidur. Penelitian yang dipublikasikan di PubMed, 2020 menunjukkan bahwa siswa yang masuk sekolah pukul 09.00 tidur rata-rata 34 menit lebih lama dibandingkan mereka yang masuk lebih pagi. Tambahan waktu tidur ini ternyata sangat berpengaruh: mereka lebih fokus di kelas, semangat belajar meningkat, dan prestasi akademik membaik secara signifikan.
Fenomena serupa juga terlihat di Rusia, di mana siswa yang masuk sekolah lebih siang memiliki nilai akademik lebih tinggi dibandingkan mereka yang harus masuk lebih pagi (PubMed, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa jam sekolah yang manusiawi, yang menyesuaikan ritme biologis anak, sangat penting untuk meningkatkan kualitas belajar dan daya serap di kelas. Selain itu, kurang tidur kronis juga dapat mengurangi motivasi belajar. Anak-anak yang terus-menerus mengantuk di kelas cenderung kehilangan minat pada pelajaran, mudah terganggu, dan berisiko mengalami penurunan prestasi akademik jangka panjang. Dengan kata lain, kebijakan jam masuk yang terlalu dini memberikan dampak negatif baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap perkembangan akademik anak.
Tidak hanya fisik dan akademik, aspek psikologis dan sosial anak juga terdampak. Kurang tidur dapat membuat anak lebih mudah stres, emosinya tidak stabil, dan berisiko mengalami depresi. Seorang ibu di Kupang mengatakan, “Anak saya sering menangis karena lelah. Dia merasa tidak punya waktu lagi untuk bermain” (The Guardian, 2023). Penelitian di Journal of Clinical Sleep Medicine, 2022 menegaskan bahwa sekolah dengan jam masuk terlalu awal berkaitan dengan kantuk berlebihan di siang hari, suasana hati yang buruk, dan kesejahteraan psikologis rendah. Anak-anak kehilangan kesempatan untuk bermain, bersosialisasi, dan menikmati masa kecil mereka. Dampak sosial ini bisa memengaruhi hubungan dengan teman sebaya, partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia tampak tertinggal dalam menyesuaikan jam sekolah dengan kebutuhan biologis anak. Di Amerika Serikat, American Academy of Pediatrics merekomendasikan sekolah menengah dimulai setelah pukul 08.30 pagi. Studi di JAMA Pediatrics (2020) menunjukkan bahwa manfaat penundaan jam sekolah tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa bertahan hingga dua tahun. Anak-anak yang tidur cukup memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, prestasi akademik meningkat, dan kualitas hidup psikologis lebih baik (JAMA Pediatrics, 2020).
Negara-negara yang telah menunda jam sekolah melaporkan penurunan angka kelelahan, peningkatan motivasi belajar, dan kesejahteraan mental siswa yang lebih baik. Hal ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan jam masuk sekolah, terutama bagi anak-anak yang masih membutuhkan tidur optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Kisah di Kupang menjadi cermin nyata bagaimana kebijakan jam sekolah yang terlalu dini dapat berdampak luas. Anak-anak yang seharusnya datang ke sekolah dengan semangat justru berangkat dengan mata sembab dan tubuh lelah. Energi mereka menurun, prestasi terganggu, dan kesejahteraan psikologis mereka terancam. Pertanyaannya pun muncul: apakah kita akan mempertahankan tradisi sekolah pagi buta demi disiplin, ataukah berani melakukan perubahan demi kesehatan, kebahagiaan, dan prestasi anak-anak? Pendidikan seharusnya menjadi ruang yang menumbuhkan, bukan melelahkan. Sudah saatnya orang tua, guru, dan pembuat kebijakan meninjau kembali jam masuk sekolah agar anak-anak bisa tumbuh sehat, bahagia, dan berprestasi.
Tulis Komentar