Saatnya Membuka Mata: Iran, Syiah, Sunni dan Kesadaran Baru Umat Islam Indonesia.

Peristiwa | 22 Jun 2025 | 00:34 WIB
Saatnya Membuka Mata: Iran, Syiah, Sunni dan Kesadaran Baru Umat Islam Indonesia.

Saatnya Membuka Mata: Iran, Syiah, dan Kesadaran Baru Umat Islam Indonesia.

Oleh: R. Hidayat, Wonosobo Jawa Tengah.

Di tengah gegap gempita dunia maya, ketika roket-roket Iran membalas agresi militer Israel dan para pemuda Muslim Indonesia mengangkat tangan dalam doa, satu pertanyaan besar diam-diam muncul di ruang-ruang hati yang jujur: “Mengapa justru negara yang selama ini kita dengar sebagai Syiah, menjadi simbol keberanian umat Islam hari ini?”

Tulisan ini hadir bukan untuk memihak mazhab tertentu, melainkan sebagai pencerahan bagi generasi pascareformasi, milenial, dan Gen Z Indonesia, generasi yang sedang bangkit, yang mulai lelah dengan narasi penuh kebencian, dan yang ingin memahami Islam secara utuh, jernih, dan merdeka dari propaganda sektarian.

1. Iran Membuat Umat Islam Bangga, Tapi Mengapa Kita Pernah Dilarang Mengaguminya?

Selama bertahun-tahun, banyak umat Islam Indonesia dicekoki narasi bahwa Syiah adalah sesat, menyimpang, bahkan musuh Islam. Kita diajarkan untuk menjauhi buku-buku Syiah, tidak mengikuti ulama Syiah, dan mencurigai segala hal yang berbau Iran.

Namun hari ini, ketika dunia menyaksikan Iran berdiri tegar menghadapi Israel, tanpa tunduk, tanpa kompromi, justru hati umat Islam Indonesia dipenuhi rasa bangga dan simpati. Banyak yang bersorak saat rudal Iran menembus sistem pertahanan musuh. Banyak yang berkata, “Kalau bukan Iran, siapa lagi yang berani?”

Ironisnya, banyak dari mereka yang bersimpati bahkan belum sadar bahwa Iran adalah negara Syiah. Dan bahkan jika sudah tahu, mereka tetap menghormati keberanian itu.

Inilah waktu terbaik untuk mengajak generasi muda membuka kembali narasi lama yang dulu disuapkan tanpa logika: bahwa Syiah bukanlah musuh, dan perbedaan bukanlah ancaman.

 

2. Syiah dan Sunni: Berbeda Rute, Satu Tujuan.

Banyak dari kita tumbuh dengan dikotomi hitam-putih: kalau bukan Sunni, berarti sesat. Padahal faktanya, Syiah bukan agama baru, bukan sekte liar, dan bukan ajaran palsu. Syiah adalah salah satu mazhab besar dalam Islam, dengan sejarah panjang, ulama hebat, dan kontribusi luas bagi peradaban Islam.

Perbedaan antara Sunni dan Syiah berakar dari soal kepemimpinan umat (imamah) pasca wafatnya Nabi Muhammad ﷺ. Bukan soal rukun Islam. Bukan soal iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Keduanya sama-sama mencintai Nabi, menjunjung Al-Qur’an, menegakkan shalat, berpuasa, menunaikan zakat, dan berhaji.

Bahkan dalam sejarahnya, Imam Ja’far ash-Shadiq, imam besar Syiah, adalah guru dari Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, dua tokoh pendiri mazhab fikih Sunni.

Maka membenci Syiah tanpa ilmu sama saja seperti mencaci saudaramu sendiri tanpa pernah mengenalnya. Itu bukan sikap ilmiah, bukan sikap Islami.

 

 3. Propaganda Takfiri: Musuh Islam Sebenarnya adalah Kebodohan dan Kebencian.

Selama ini, banyak umat Islam di Indonesia tidak membenci Syiah karena paham. Mereka membenci karena didoktrin lewat ceramah, brosur, dan video provokatif. Disuruh percaya bahwa Syiah melaknat sahabat, menyembah Ali, bahkan menyimpangkan Al-Qur’an. Padahal, semua itu dibantah oleh ulama Syiah sendiri dalam ratusan kitab dan forum ilmiah.

Narasi kebencian ini bukan lahir dari kejujuran keilmuan, tapi dari kepentingan geopolitik Timur Tengah:

Arab Saudi yang menganut Wahabisme, menganggap Iran musuh ideologis.

Konflik ini dibungkus dengan label mazhab: Sunni vs Syiah, padahal sebenarnya politik vs politik.

Sayangnya, propaganda ini diekspor ke Indonesia, dan sebagian kelompok menerima mentah-mentah demi donasi, pengaruh, atau kekuasaan.

*Kita diajak membenci saudara sendiri, agar lupa pada musuh bersama: penjajahan, kesenjangan, dan kezaliman global.*

 

4. Generasi Muda Harus Jadi Penjaga Persatuan, Bukan Pewaris Dusta.

Generasi muda hari ini hidup di era baru. Mereka menyaksikan sendiri bahwa:

- Negara-negara Arab yang mengaku Sunni banyak bersekutu dengan Israel.

- Negara Syiah seperti Iran justru membela Palestina dengan konsisten dan pengorbanan.

Mereka tidak butuh ceramah penuh caci maki. Mereka butuh fakta, ilmu, dan keberanian berpikir sendiri.

 

Kita tidak sedang mengajak semua orang menjadi Syiah. Bukan. Tapi kita mengajak umat Islam Indonesia berhenti membenci tanpa ilmu, berhenti menuduh tanpa fakta, dan berhenti mengkafirkan tanpa tanggung jawab.

Kalau kita bisa bangga kepada Iran hari ini, maka kita juga harus adil terhadap apa itu Syiah. Tidak semua yang kita dengar sejak kecil adalah kebenaran. Tidak semua yang diulang-ulang adalah fakta. Saatnya membuka hati dan berpikir ulang.

 

Perang Iran–Israel bukan hanya peristiwa militer. Ia adalah cermin besar untuk umat Islam: bahwa keberanian bisa datang dari tempat yang selama ini kita jauhi. Bahwa perbedaan bukan alasan untuk membenci. Dan bahwa persatuan umat Islam hanya akan terwujud jika kita saling memahami, bukan saling menuduh.

Generasi muda Indonesia punya tugas besar: membebaskan diri dari warisan narasi sektarian, membuka ruang ilmu dan dialog, dan membangun ukhuwah yang kokoh demi masa depan umat.

Karena di hadapan Allah, yang ditanya bukan: kamu Sunni atau Syiah? Tapi: apakah kamu adil? Apakah kamu jujur? Apakah kamu menjaga persaudaraan?

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar