Rudy Mas'ud Diduga Penyebab Perpecahan Masyarakat Banjar?

Pilkada | 11 Oct 2024 | 17:10 WIB
Rudy Mas'ud Diduga Penyebab Perpecahan Masyarakat Banjar?
Rudy Mas'ud Diduga Penyebab Perpecahan Masyarakat Banjar?

Uwrite.id - Samarinda – Menjelang Pilkada Kalimantan Timur 2024, pasangan calon gubernur Rudy Mas'ud dan Seno Aji diduga kembali menuai kontroversi, terutama terkait dukungan sepihak yang diberikan oleh Sultan Banjar, Khairul Saleh.

Dugaan ini menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat Banjar di Kalimantan Timur, yang merasa bahwa tindakan tersebut berpotensi memecah belah masyarakat.

Masyarakat Banjar menyayangkan sikap Sultan Banjar yang dianggap tidak netral, mengingat posisinya sebagai seorang politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus anggota DPR RI.

Netralitas seorang tokoh adat dan budaya, seperti Sultan Banjar, seharusnya menjadi contoh di tengah dinamika politik yang kerap memecah belah. Dalam konteks ini, dukungan yang diberikan tanpa adanya koordinasi dengan tokoh-tokoh Banjar di Kaltim menjadi sorotan serius.

Sikap netral dalam ajang politik lokal menjadi salah satu prinsip yang dipegang teguh oleh Kerukunan Bubuhan Banjar Kalimantan Timur (KBBKT), organisasi resmi yang menaungi masyarakat Banjar di wilayah tersebut. H. Rusbandi Masdjahri, seorang tokoh Banjar di Kaltim, menegaskan bahwa KBBKT tidak memihak pada pasangan calon mana pun dalam Pilkada Kaltim, baik di tingkat provinsi, kota, maupun kabupaten.

Menurut Rusbandi, meskipun warga Banjar bebas menentukan pilihan politiknya secara individu, organisasi tetap berpegang pada netralitas sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang berlaku.

"Jika ada pengurus KBBKT yang terlihat mendukung salah satu calon, itu merupakan sikap pribadi, bukan representasi dari organisasi," jelas Rusbandi.

Ia juga mengimbau seluruh warga Banjar untuk turut serta mensukseskan Pilkada dengan berpartisipasi aktif dalam pemungutan suara dan menjaga suasana tetap kondusif.

"Kami mengajak semua warga Banjar untuk menjaga kedamaian agar Pilkada berjalan dengan baik dan lancar," tambahnya.

Salah satu pemicu kekhawatiran di kalangan masyarakat Banjar adalah beredarnya video Sultan Banjar yang tampaknya mendukung salah satu calon dalam Pilkada Kaltim.

Dukungan ini dinilai oleh beberapa tokoh Banjar sebagai tindakan yang dilakukan tanpa koordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat Banjar di Kaltim.

Rusbandi menegaskan bahwa beberapa tetua Banjar menilai himbauan tersebut tidak sejalan dengan semangat kebebasan politik yang dianut oleh komunitas Banjar.

"Warga Banjar harus bebas menyalurkan hak pilihnya sesuai hati nurani masing-masing," tegas Rusbandi, menyoroti pentingnya kebebasan individu dalam menentukan pilihan politik.

Kritik terhadap sikap Sultan Banjar juga datang dari kalangan pemuda Banjar di Kaltim. Subhan Noor, seorang pemuda Banjar kelahiran Samarinda, menyampaikan keprihatinannya atas video dukungan Sultan Banjar tersebut. Menurutnya, tindakan ini berpotensi memecah belah komunitas Banjar di Kaltim, yang seharusnya tetap bersatu meski memiliki pandangan politik yang berbeda.

"Sebagai pemuda Banjar, saya sangat menyayangkan jika organisasi kekeluargaan atau kesukuan berpihak pada salah satu calon pemimpin. Hal ini bisa berdampak fatal, memecah masyarakat suku Banjar," ungkap Subhan.

Dia juga menyoroti posisi Sultan Banjar yang saat ini menjabat sebagai salah satu Ketua DPP PAN sekaligus anggota DPR RI. Menurut Subhan, Sultan Banjar seharusnya mampu memisahkan perannya sebagai politisi dengan posisinya sebagai pemimpin adat.

"Apa yang beliau sampaikan dalam video tersebut bersifat pribadi dan tidak seharusnya mewakili kesultanan," tambahnya.

Muhammad Abe, pemuda Banjar lainnya, turut mengungkapkan pendapat senada. Ia menyayangkan bahwa Sultan Banjar, dalam video tersebut, mengarahkan warga Banjar untuk memilih salah satu pasangan calon. Abe menegaskan bahwa hak politik adalah hak individu, dan dukungan politik seharusnya tidak disampaikan atas nama kesultanan atau komunitas suku.

"Jika beliau ingin mendukung, seharusnya menggunakan atribut partai politiknya, bukan sebagai Sultan Banjar," tegas Abe.

Kritik terhadap Sultan Banjar menggambarkan pentingnya netralitas tokoh adat dalam menjaga persatuan di tengah suasana politik yang kerap memanas. Subhan dan Abe sama-sama berharap bahwa Sultan Banjar, dan tokoh-tokoh adat lainnya, dapat menjaga posisinya sebagai simbol persatuan, bukan sebagai alat politik.

Baik Subhan maupun Abe berharap agar Pilkada Kaltim berlangsung dengan lancar, aman, dan damai. Mereka mendambakan pemimpin yang benar-benar peduli terhadap Kalimantan Timur dan seluruh masyarakatnya, tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang politik.

"Semoga Pilkada ini bisa melahirkan pemimpin yang peduli terhadap pembangunan Kaltim dan kesejahteraan warganya," tutup Abe, menyampaikan aspirasi banyak warga Banjar di Kalimantan Timur.

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar