RR : Ambang Batas Calon Presiden Jadi Sumber Malapetaka Gagalnya Transformasi Kepemimpinan Bermoral

Pemilu | 09 Oct 2023 | 11:10 WIB
RR : Ambang Batas Calon Presiden Jadi Sumber Malapetaka Gagalnya Transformasi Kepemimpinan Bermoral
Publik saat ini dihadapkan pada calon-calon presiden dan wakil presiden, yang disatukan oleh partai-partai pendukungnya cuma berdasarkan pencukupan syarat Ambang Batas Calon Presiden.

Uwrite.id - Publik saat ini dihadapkan pada calon-calon presiden dan wakil presiden, yang disatukan oleh partai-partai pendukungnya hanya berdasarkan pencukupan syarat Ambang Batas Calon Presiden. 

Tentu saja, kandidat yang dimunculkan tidak by nature, artinya ditentukan oleh kekuatan besar yang berada di belakang layar yang kerap disebut sebagai oligarkhi. Hal ini disitir oleh tokoh nasional yang juga mantan Menko Maritim dan Sumberdaya, Rizal Ramli, saat ditemui Uwrite.id baru-baru ini di Jakarta.

Masyarakat mengenal tokoh nasional Rizal Ramli (RR) sebagai sosok yang tak kenal lelah mengoreksi dan mengkritik tajam atas pemberlakuan Parliamentary Threshold (syarat ambang batas parlemen) dan Presidential Threshold (ambang batas calon presiden) yang ditetapkan untuk pemilu.  

Ambang batas parlemen yang tinggi itu dinilai akan membuang suara rakyat yang dihasilkan saat pemilu. Hal ini disebabkan karena partai yang tidak dapat mencapai ambang batas, maka tidak bisa tembus Senayan. 

“Sedangkan ambang batas capres (Presidential Threshold) membuat para kandidat potensial diganjal dan dijegal oligarkhi politik/oligarkhi modal untuk maju ke pilpres,” ujar Rizal lagi.

Ambang batas parlemen tersebut juga mendorong biaya politik yang mahal yang juga melatari banyaknya korupsi yang dilakukan para kepala daerah.

Rizal juga mengungkapkan bahwa aturan ambang batas parlemen menghasilkan demokrasi kriminal.

"Ini lho, hasil dari sistem demokrasi kriminal yang berkembang karena adanya Threshold (pembatasan 20%) untuk Presiden," ungkap Rizal Ramli dengan menunjukkan data dan meme Ketua KPK Firli Bahuri. 

Pada meme tersebut Rizal Ramli menunjukkan banyaknya kepala daerah yang terlibat korupsi, suap dan manipulasi, sehingga dijadikan sapi perah pemerasan. 

Rizal kembali menyitir bahwa saat ini sungguh ironis dan nemprihatinkan, bahwa 22 orang dari 38 gubernur dari seluruh provinsi dan 122 orang dari 542 kabupaten atau kota di seluruh Indonesia adalah 'Koruptor'.

Sosok pemikir kritis ini menyebut tingginya korupsi yang dilakukan para kepala daerah tersebut sebagai akibat dari pembatasan parlemen. 

Hal itu mendorong politik berbiaya tinggi yang ujung-ujungnya melibatkan para bandar untuk mendapatkan suara. 

"Threshold itu bertentangan dengan UUD. Tapi sistem kriminal itu justru dikukuhkan oleh ‘Mahkamah Kekuasaan’, partai bisa disewa oleh bandar!" protes Rizal Ramli. 

Pada Pemilu 2019 ambang batas parlemen 4 persen. Pemilu yang diikuti 16 Partai Politik, hanya 9 yang lolos ke Senayan. Sehingga suara rakyat dalam pemilu yang ada di 7 partai lainnya terbuang. 

Rizal Ramli dengan Istilah Demokrasi Kriminalnya

Tokoh nasional/ekonom senior Rizal Ramli menyebut demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dan kini telah berubah menjadi demokrasi kriminal.

Rizal Ramli juga membandingkan dengan pemerintahan berideologi komunis.

Tokoh pergerakan Dema ITB '78 itu juga mengatakan, Pancasila tidak memiliki sistem seleksi leadership atau kepemimpinan yang unggul.

Oleh sebab itu, tidak ada salahnya untuk mengambil pelajaran dari pemerintahan komunis agar Indonesia memiliki pemimpin dengan karakter baik seperti memiliki visi ke depan tanpa banyak pencitraan.

"Kita yang mengaku Pancasila tidak punya sistem seleksi leadership yang unggul karena dasar kita feodal, nepotisme. Dengan sistem rating, kita bisa menentukan pimpinan yang bagus. Kita ubah seleksi kepemimpinan supaya Indonesia menjadi bangsa raksasa," tukas Rizal Ramli.

Menyoal pencitraan para petinggi negara, menurut Rizal Ramli hal itu sah saja selagi masih wajar. 

Sebab, kata dia pencitraan berlebihan adalah jalan menuju kemiskinan dan kemunduran.

“Tapi jangan pilih (pemimpin) yang cuma pencitraan, karena itu modal ke arah kemiskinan dan kemunduran, pemimpin harus ada karakter, strategi, leadership, baru pencitraan,” ungkap Rizal.

"Mau dibawa ke mana Indonesia? Kita perlu pemimpin visi ke depan, karakter kuat, leadership perlu pencitraan, tapi bukan yang utama dan pertama," pungkas Rizal Ramli. (*)

 

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar