Restorasi Polri dan Reformasi Kejaksaan, Jalan Seimbang yang Didorong Haidar Alwi.

Peristiwa | 30 Sep 2025 | 22:40 WIB
Restorasi Polri dan Reformasi Kejaksaan, Jalan Seimbang yang Didorong Haidar Alwi.

Uwrite.id - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menjadi pembicara utama dalam seminar  “Transformasi Polri dalam Presfektif Publik, Antara Prestasi Kapolri & Aspirasi Masyarakat Sipil” yang digelar di Jakarta, Selasa 30 September 2025. Acara ini dihadiri akademisi, tokoh masyarakat, dan perwakilan media yang bersama-sama mendiskusikan arah hukum, posisi Polri, serta tantangan ke depan dalam menjaga keadilan.

Prioritas Rakyat di Atas Segala Wacana.

Dalam forum itu, Haidar Alwi menegaskan bahwa kebijakan negara pada akhirnya harus berpulang pada kebutuhan masyarakat sehari-hari. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto adalah sosok visioner yang selalu mendahulukan kesejahteraan rakyat sebelum membuka agenda lain.

“Reformasi Polri belum tentu menjadi ide Presiden Prabowo. Beliau adalah pemimpin visioner yang menempatkan kebutuhan rakyat di atas segalanya. Prabowo lebih memilih memastikan ketersediaan pangan yang murah, sandang yang terjangkau, dan perlindungan sosial yang nyata, daripada menguras energi bangsa untuk perdebatan yang tidak langsung menyentuh kehidupan sehari-hari,” kata Haidar Alwi.

Haidar Alwi menambahkan bahwa energi bangsa tidak boleh terkuras pada hal-hal yang tidak berdampak langsung bagi rakyat. Pencetus gerakan Nasional rakyat bantu rakyat ini  mengingatkan bahwa kesejahteraan hanya bisa berdiri kokoh bila hukum ditegakkan secara adil. Dari sini, perhatiannya diarahkan pada salah satu institusi yang dinilai paling mendesak untuk dibenahi.

Reformasi Kejaksaan Lebih Mendesak.

Haidar Alwi menyebut kejaksaan sebagai titik lemah dalam sistem hukum nasional. Selama lembaga ini tetap menjalankan dua fungsi sekaligus, menyidik dan menuntut, maka prinsip check and balance sulit diwujudkan.

“Kejaksaan saat ini memegang dua peran sekaligus, yakni penyidikan dan penuntutan. Padahal, dalam sistem hukum yang sehat, penyidikan seharusnya dilakukan oleh Polri sementara penuntutan adalah ranah kejaksaan. Ketika keduanya berada dalam satu tangan, check and balance hilang, ruang konflik kepentingan melebar, dan akhirnya publik tidak lagi percaya bahwa hukum ditegakkan secara adil. Inilah sebabnya reformasi kejaksaan harus menjadi agenda mendesak,” jelas Haidar Alwi.

Haidar Alwi menekankan, lemahnya kejaksaan terlihat dari rendahnya pengembalian kerugian negara dalam kasus-kasus besar. Kerugian ratusan triliun rupiah hanya berakhir dengan penyitaan aset bernilai kecil. Situasi ini menjadi bukti nyata bahwa reformasi kejaksaan jauh lebih urgen ketimbang wacana lain yang hanya bersifat politis.

Haidar Alwi mengingatkan publik agar tidak menyamakan kondisi kejaksaan dengan Polri. Sebab, keduanya memiliki posisi yang berbeda.

Polri Cukup dengan Restorasi.

Berbeda dengan kejaksaan, Polri sudah memiliki kerangka hukum yang kokoh sejak dipisahkan dari ABRI pascareformasi 1998. Karena itu, yang dibutuhkan Polri bukanlah reformasi struktural, melainkan restorasi.

“Kepolisian tidak membutuhkan reformasi kelembagaan, karena kerangka hukumnya sudah kuat sejak lama. Yang dibutuhkan adalah restorasi, yakni memperkuat peraturan yang ada, menambah instrumen hukum yang relevan, dan menertibkan perilaku oknum agar kepercayaan masyarakat semakin terjaga. Restorasi ini adalah jalan untuk membuat Polri semakin dipercaya, bukan mengguncang pondasi yang sudah mapan,” tegas Haidar Alwi.

Restorasi, menurut Haidar Alwi, adalah proses konsisten memperkuat nilai dan menegakkan disiplin tanpa mengubah pondasi yang sudah benar. Jalan inilah yang diyakininya mampu menjaga stabilitas sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan Polri. Keyakinan tersebut ia perkuat dengan menunjuk pada kepemimpinan Polri saat ini.

Apresiasi untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Bukti nyata dari restorasi Polri terlihat jelas dalam kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Haidar Alwi menyebut era Listyo Sigit sebagai periode terbaik Polri sejak reformasi 1998.

“Menurut saya, kinerja Polri mencapai titik terbaik justru ketika dipimpin oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Program PRESISI bukan hanya jargon, tetapi menghadirkan digitalisasi layanan publik yang memudahkan rakyat, penerapan ETLE yang menutup ruang pungli di jalan raya, serta penghargaan Hoegeng Awards yang menanamkan budaya keteladanan di tubuh kepolisian. Semua langkah ini membuat Polri semakin terbuka, semakin dipercaya, dan semakin dekat dengan masyarakat,” ujar Haidar Alwi.

Haidar Alwi menegaskan bahwa langkah-langkah tersebut adalah wujud nyata restorasi yang berhasil. Polri tidak sedang mencari bentuk baru, tetapi memperkuat diri melalui nilai, aturan, dan pelayanan yang lebih baik.

Dengan membandingkan kelemahan kejaksaan dan capaian Polri, Haidar Alwi menegaskan perlunya keseimbangan dalam membenahi hukum. Reformasi kejaksaan harus dilakukan demi memperkuat keadilan, sementara Polri cukup diperkuat dengan restorasi agar semakin dipercaya.

“Dukunglah Polri yang telah bekerja dengan baik di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan dorong reformasi kejaksaan agar hukum kita lebih adil. Negara hukum hanya akan kuat bila rakyat percaya aparatnya jujur, seimbang, dan konsisten melayani, bukan ketika lembaga penegak hukum menjalankan fungsi ganda yang rawan penyalahgunaan,” pungkas Haidar Alwi.

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar