
Uwrite.id - Episode keempat Ragna Crimson akhirnya menutup konflik melawan Disas Trois sekaligus membuka skala ancaman yang jauh lebih besar. Meski berjudul Action, episode ini lebih menonjolkan strategi, manipulasi psikologis, dan pergeseran arah cerita menuju konflik berskala perang.
Pertarungan melawan Trois dimulai dengan Michael berusaha membangkitkan semangat pasukannya. Di sisi lain, Trois berada dalam kondisi emosional yang tidak stabil akibat ejekan Crimson terhadap dirinya dan “tuhan”-nya.
Ketegangan ini dimanfaatkan dengan sangat efektif. Michael dan pasukannya menembakkan peluru yang diperkuat silverine, membuat Trois kebingungan karena serangan manusia kali ini benar-benar melukai.
Crimson kemudian memancing Trois ke area tertutup. Hilangnya ruang gerak membuat Trois gagal mengendalikan kekuatan tornado miliknya. Konsentrasinya buyar, membuka celah fatal.
Di momen krusial, Ragna turun tangan dengan Silverine Battle Arts, menangkap Trois di udara dan menghujamkannya ke tombak yang dipegang Michael dan anak buahnya. Ini menjadi simbol keberhasilan strategi Crimson: Ragna tetap menjadi kunci, tetapi bukan sebagai petarung utama.
Meski Trois sempat lolos, nasibnya tetap berakhir tragis. Crimson menabraknya dengan kendaraan, lalu Michael dan pasukannya menghabisi Trois dengan rentetan peluru silverine. Crimson menegaskan bahwa Trois sebenarnya bisa memenangkan pertarungan dengan mudah.
Namun kesombongan dan emosinya sendiri yang membuatnya kalah. Bagi Crimson, kemenangan ini bukan soal kekuatan, melainkan kontrol.
Ragna menyadari betapa berbahayanya Crimson—bukan hanya bagi naga, tetapi juga bagi siapa pun yang berada di dekatnya. Namun ia juga memahami bahwa kecerdasan dan kelicikan Crimson adalah senjata penting untuk mewujudkan ambisinya: membantai seluruh naga.
Setelah pertempuran usai, Crimson memberi Michael dan pasukannya perlengkapan, lalu menghapus ingatan mereka tentang dirinya dan Ragna. Tindakan ini menegaskan satu hal: bagi Crimson, manusia hanyalah pion sekali pakai. Hubungan emosional tidak pernah masuk dalam perhitungannya.
Cerita kemudian beralih ke arah yang lebih besar. Melalui siaran radio, Crimson, Ragna, dan Slime mendengar laporan tentang serangan naga di kota lain. Mereka pun bersiap bergerak. Namun episode ini tidak langsung mengikuti mereka.
Sebuah kilas balik lima hari sebelumnya memperkenalkan konflik politik dan kekuatan naga yang jauh lebih mengerikan.
Raja Femud Lese mengadakan pertemuan darurat membahas kehancuran Donapierru. Ia memerintahkan pembentukan pasukan bantuan dan perekrutan pemburu naga, dengan satu larangan tegas: hindari superior dragon.
Namun rencana ini buyar ketika sosok mengerikan muncul tanpa peringatan—Ultimatia, Monarch bersayap malaikat dan First Seat of the Blood of the Wing.
Ultimatia dengan santai memperkenalkan diri, meski kehadirannya menembus pertahanan dan penghalang kerajaan. Ia mengakui bahwa penghalang itu melukai dirinya, namun bukan sesuatu yang tak bisa ia tahan.
Yang lebih mengejutkan, Ultimatia mengklaim telah menghentikan waktu demi memastikan pertemuan ini berlangsung tanpa gangguan.
Sebagai bentuk “permintaan maaf”, Ultimatia mempersembahkan kepala salah satu rekannya yang telah terpenggal. Gestur ini terasa absurd dan mengerikan, namun disampaikan dengan nada sopan.
Lese yang kebingungan akhirnya menerima permintaan maaf tersebut, meski ketegangan jelas terasa.
Namun permintaan maaf itu tidak berarti belas kasihan. Ultimatia menyatakan bahwa meskipun ia menyesal, kerajaan Lese tetap harus dimusnahkan karena perintah dari dewanya.
Ia mengungkap bahwa persiapan telah dilakukan: naga-naga lain akan menyerang kota-kota sekitar, memberi kesempatan warga untuk melarikan diri sebelum kehancuran total.
Lese mencoba menolak dan menyebut ini sebagai deklarasi perang. Namun Ultimatia dengan dingin menyatakan bahwa ini bukan perang, melainkan pembantaian sepihak.
Ketika Lese mencoba menggunakan senjata kerajaan untuk melawan, para pengikut Ultimatia langsung melindunginya. Salah satu bawahan bahkan melukai Lese dengan serius.
Menariknya, Ultimatia justru memarahi bawahannya karena bertindak berlebihan. Dengan kekuatan manipulasi waktu, ia memutar ulang kejadian tersebut dan memperbaiki “kesalahan”. Ia kembali meminta maaf kepada Lese, memperlihatkan kontrol absolut atas realitas di sekitarnya.
Di hadapan kekuatan yang nyaris ilahi itu, Lese dilanda kepanikan. Ultimatia lalu menawarkan kerja sama yang paling mengerikan: ia meminta Lese membantu dirinya membuat kehancuran rakyatnya menjadi lebih “sempurna” dan menyakitkan.
Terdesak dan tak berdaya, Lese akhirnya menerima uluran tangan Ultimatia. Episode ditutup dengan jabat tangan yang menandai awal kehancuran besar.
Review Singkat
Episode 4 menutup konflik Trois dengan pendekatan yang lebih taktis daripada penuh aksi, dan hasilnya cukup efektif. Kemenangan bukan diraih lewat adu kekuatan, melainkan manipulasi emosi dan strategi—sesuatu yang sangat mencerminkan karakter Crimson.
Namun daya tarik utama episode ini justru terletak pada pengenalan Ultimatia. Dengan kepribadian tenang, sopan, dan kekuatan manipulasi waktu, ia tampil sebagai ancaman yang jauh lebih mengerikan dibanding naga sebelumnya. Perbedaan karakter antar superior dragon semakin terasa dan menjadi nilai tambah seri ini.
Episode ini jelas berfungsi sebagai jembatan menuju konflik perang besar. Skala cerita meningkat drastis, dan tantangan yang menanti Ragna, Crimson, dan Slime kini berada di level yang sama sekali berbeda. Jika seri ini konsisten, arc Ultimatia berpotensi menjadi salah satu bagian paling kuat dalam Ragna Crimson.***

Tulis Komentar