R. Haidar Alwi: Antara Fisika Kuantum dan Mitos Mistis Hantu Di Indonesia.

Uwrite.id - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menyampaikan pandangan tegas terkait penyalahgunaan istilah-istilah ilmiah dalam wacana publik yang kerap dikaitkan dengan fenomena supranatural. Menurutnya, berkembangnya narasi populer yang mencampuradukkan sains murni seperti Quantum Mechanics (Fisika Kuantum) dengan hal-hal berbau mistis seperti hantu, teleportasi spiritual, atau fenomena gaib lainnya, bukan hanya menyesatkan, melainkan juga mencerminkan kegagalan literasi ilmiah di tengah masyarakat.
"Konsep dalam fisika kuantum itu rumit dan sangat presisi. Tapi ironisnya, banyak orang memelintir istilah-istilah itu seenaknya, seolah bisa jadi pembenaran atas hal-hal yang justru bertentangan dengan prinsip ilmiahnya sendiri," ujar R. Haidar Alwi dengan nada prihatin.
*Fisika Kuantum: Ilmu yang Dikorbankan Demi Sensasi.*
Menurut R. Haidar Alwi, fisika kuantum berkembang sejak awal abad ke-20 melalui kontribusi para ilmuwan besar seperti Niels Bohr, Werner Heisenberg, hingga Albert Einstein—meskipun Einstein sendiri punya banyak perbedaan pandangan terhadap teori tersebut. "Einstein pernah bilang, 'Tuhan tidak bermain dadu.' Ungkapan ini menggambarkan skeptisisme beliau terhadap prinsip ketidakpastian dalam teori kuantum. Tapi pada akhirnya, secara eksperimental, teori-teori itu terbukti valid dalam konteks mikroskopik," terang Haidar Alwi.
Namun kini, istilah-istilah seperti superposisi, entanglement, hingga quantum tunneling tak lagi menjadi domain ilmuwan atau insinyur, tetapi malah diobral di konten-konten yang mengklaim bahwa hantu bisa berpindah tempat seketika atau menembus dinding karena ‘efek kuantum’.
"Saya kira ini bukan lagi sekadar kekeliruan awam. Ini sudah jadi bentuk eksploitasi kebodohan yang dikemas dengan bahasa canggih," tegas Haidar Alwi.
*Membedah Salah Kaprah: Dari Superposisi hingga Quantum Tunneling.*
Dalam ulasannya, R. Haidar Alwi memaparkan bahwa superposisi bukanlah kondisi di mana makhluk bisa berada di dua tempat sekaligus. "Superposisi adalah keadaan di mana sebuah partikel subatomik memiliki beberapa probabilitas posisi dalam satu waktu. Tapi itu hanya berlaku selama belum diukur. Begitu kita mengamatinya, posisinya akan ‘collapse’ ke satu keadaan nyata," paparnya.
Begitu pula dengan entanglement, yang kerap dijadikan dasar asumsi ‘koneksi spiritual jarak jauh’. Menurut Haidar Alwi, entanglement memang nyata dan bisa dibuktikan di laboratorium, tetapi hanya terjadi pada partikel subatomik dan dalam kondisi eksperimental yang sangat spesifik.
"Jangan bayangkan kalau dua orang bisa merasakan hal yang sama hanya karena ‘terhubung secara kuantum’. Itu fiksi, bukan fisika," pungkasnya.
Termasuk pula soal quantum tunneling yang sering dijadikan pembenaran mengapa makhluk halus bisa ‘menembus tembok’. Dalam konteks nyata, Haidar Alwi menekankan bahwa quantum tunneling hanya mungkin terjadi karena adanya probabilitas partikel subatomik muncul di sisi lain dari penghalang energi—bukan karena makhluk itu secara fisik menembus dinding.
"Teknologi seperti flash memory memanfaatkan prinsip ini, tapi tidak ada satu pun makhluk makroskopik seperti manusia—apalagi hantu—yang bisa mengalami tunneling. Itu hal yang secara ilmiah mustahil," jelasnya.
*Bahaya Penyalahgunaan Sains demi Validasi Mitos.*
Lebih lanjut, R. Haidar Alwi menekankan bahwa masyarakat harus belajar membedakan antara teori ilmiah dan interpretasi bebas yang tak berdasar. "Quantum Mechanics itu ilmu eksakta, semua pernyataannya bisa diuji dan dimodelkan secara matematis. Jadi kalau ada yang bilang hantu bisa eksis karena ‘quantum’, tanyakan saja mana rumusnya, mana datanya," ucapnya.
Ia menyebut penyalahgunaan istilah ilmiah sebagai bentuk pembodohan massal yang merugikan upaya literasi sains. "Yang terjadi sekarang adalah manipulasi jargon. Karena Quantum Mechanics terdengar rumit dan canggih, maka siapa pun yang ingin membuat teori ngawur, tinggal sisipkan kata 'quantum' dan semuanya seolah masuk akal," sindirnya.
R. Haidar Alwi, yang dikenal sebagai tokoh dengan perhatian besar terhadap pendidikan dan kemanusiaan, mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam menyerap informasi. "Ketidaktahuan bukan alasan untuk menghalalkan tafsir liar. Justru karena kita belum paham, maka kita perlu belajar. Bukan asal memelintir," tuturnya.
*Antara Ilmu dan Imajinasi.*
Haidar Alwi menegaskan, ilmu pengetahuan seharusnya dijaga dari banalitas yang menjadikannya komoditas sensasional. "Saya tidak pernah menolak bahwa imajinasi penting dalam ilmu. Tapi imajinasi tanpa dasar akan berubah jadi delusi," tegasnya.
Di tengah maraknya konten digital yang mengaburkan batas antara fakta dan fiksi, Haidar Alwi mengingatkan pentingnya menjaga integritas sains. "Kalau ingin bicara soal supranatural, jangan libatkan fisika kuantum. Kalau ingin bicara soal kuantum, siapkan rumus dan laboratoriumnya," pungkas Haidar Alwi.
Tulis Komentar