Prediksi Death Clock yang Bikin Saya Mikir

Uwrite.id - Saya Mati Hari Sabtu, Tahun 2057. Kata Si Death Clock.
Senin, 7 Juli 2025. Pagi itu saya buka situs iseng yang lagi viral: death-clock.org.
Namanya aja udah bikin dada ketarik, Death Clock. Sebuah kalkulator digital yang katanya bisa memprediksi tanggal kematian seseorang.
Penasaran, saya masuk ke situsnya, lalu saya masukkan data: umur, jenis kelamin, apakah saya merokok, outlook hidup saya (optimis, netral, atau pesimis), dan indeks massa tubuh (BMI).
Klik satu tombol, dan dalam waktu kurang dari dua detik, layar saya menampilkan hasil yang membuat saya hening sejenak:
"You will die on Saturday, 3rd February 2057."
Saya menatap angka itu cukup lama. Entah karena merasa lucu, takut, atau justru terpanggil untuk refleksi.
Hari Sabtu, 3 Februari 2057. Di usia 65 tahun, 10 bulan, dan 22 hari.
Artinya, dari sekarang saya punya 31 tahun lagi, atau lebih tepatnya: 11.533 hari, 23 jam, 2 menit, dan 28 detik sebelum game over.
Artikel ini bukan ajakan untuk percaya pada algoritma, tapi undangan untuk berhenti menunda hidup.
Sebuah Tanggal Mati dari Dunia Digital
Tentu saja saya tahu ini cuma algoritma.
Death Clock bukan alat medis, bukan ramalan spiritual, bukan juga takdir dari langit.
Tapi di saat yang sama, saya juga tahu bahwa angka-angka yang dipakai bukan omong kosong belaka.
Situs ini menggunakan data statistik dari WHO dan tren harapan hidup di tiap negara.
Jadi meski kesannya cuma lucu-lucuan, ada sedikit sentuhan kebenaran di dalamnya.
Yang lebih menggelitik adalah detail penyebab kematiannya:
"Cardiovascular Disease."
Alias penyakit jantung, si pembunuh senyap yang setiap tahun memakan jutaan nyawa di seluruh dunia.
Sebagai seseorang yang sudah akrab dengan mie instan jam 1 pagi, kerja sambil duduk 10 jam nonstop, dan stres yang kadang dinormalisasi, diagnosis digital ini terasa... masuk akal.
Angka yang Ngena ke Hati
Kalau kamu pikir saya lebay, itu wajar.
Tapi saat kamu benar-benar melihat layar yang menyebutkan sisa hidupmu tinggal “11.533 hari lagi”, perasaanmu akan berbeda.
Kita sering berpikir kita punya banyak waktu. Tapi ketika waktunya dihitung mundur—detik demi detik—kita baru sadar: hidup ini benar-benar terbatas.
Dan ya, saya tahu: bisa saja saya meninggal minggu depan karena hal lain yang tak terduga. Tapi justru itu inti persoalannya.
Kita gak pernah tahu kapan, tapi ketika ada angka yang ditaruh di depan mata, kita jadi punya patokan yang (walau palsu) bikin sadar.
Bercanda Tapi Reflektif
Salah satu hal yang membuat Death Clock menarik adalah kombinasi antara dark humor dan kejujuran yang pahit.
Situs ini gak pakai bahasa indah atau motivasi palsu.
Dia cuma bilang: “Kamu bakal mati di hari ini. Dan penyebabnya, kemungkinan besar, jantung kamu sendiri.”
Tapi di balik itu, dia kasih tips: jaga pola makan, olahraga, berhenti merokok, tidur cukup, hindari stres.
Ironisnya, Death Clock mungkin lebih peduli sama kesehatan kamu daripada kamu sendiri.
Dan saya mengaku, setelah melihat hasil itu, saya jadi berpikir ulang soal gaya hidup.
Apa iya saya mau mati karena kebanyakan duduk dan gorengan?
Apa iya saya mau hidup tanpa pernah sungguh-sungguh menjaga diri, lalu mati di akhir pekan, dan jasad saya dikubur hari Senin?
Dari Data Jadi Dorongan
Kebanyakan kita takut mati, tapi lebih takut lagi ngomongin soal kematian.
Death Clock memaksa kita untuk tidak menghindar dari itu.
Bahkan dalam format HTML sederhana dan tombol "Retake Your Test", ia berhasil menyampaikan sesuatu yang lebih kuat daripada ceramah rohani:
Hidup itu gak lama. Dan kamu bisa mati kapan saja. Jadi, mau ngapain hari ini?
Bukan untuk bikin panik. Bukan untuk bikin galau. Tapi untuk bikin sadar:
Mungkin sekarang waktunya lebih sering olahraga, lebih sedikit menunda, dan lebih banyak sayang sama diri sendiri.
Kalau kamu pikir kamu masih punya waktu, algoritma ini bilang: waktu kamu udah mulai habis dari lama.
Akhir Kata: Hidup Sebelum Mati
Apakah saya percaya hasil prediksi ini?
Tentu tidak sepenuhnya.
Tapi apakah hasil ini bikin saya mikir lebih serius soal hidup dan mati? Sangat.
Saya akan mati hari Sabtu, 3 Februari 2057.
Itu kata algoritma.
Tapi sampai hari itu datang—atau sebelum tanggal itu dikoreksi oleh realita—saya akan hidup lebih sadar, lebih waras, dan semoga... lebih bahagia.
Jadi, kapan kamu mati?
Coba aja death-clock.org—kalau kamu berani.***
Tulis Komentar