Peringkat 3 yang Ditakuti, Mencabik Logika Kewarasan
Uwrite.id - Rilis hasil survei di hampir semua lembaga survei selalu menempatkan Anies Baswedan, bahkan setelah Muhaimin Iskandar resmi sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres), selalu di peringkat 3. Sedang peringkat 1 dan 2, diberikan pada Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo, dibuat seperti bergantian, meski keduanya jomblo belum punya pasangan.
Tergantung lembaga survei apa yang meletakkan peringkat 1 untuk Prabowo, dan peringkat 2 untuk Ganjar. LSI Denny JA semisal, menempatkan Prabowo Subianto selalu bertengger di peringkat 1. Sedang SMRC milik Saiful Mujani, menempatkan Ganjar Pranowo selalu di peringkat 1, sedang Prabowo di peringkat 2. Anies dicukupkan di peringkat 3.
Asumsi pun muncul, bahwa LSI Denny JA “bekerja” untuk Prabowo Subianto. Sedang SMRC “bekerja” untuk Ganjar Pranowo. Nalar publik dibuat pada satu kesimpulan, semua tergantung siapa yang ngontrak memakai jasanya.
Tidak hanya 2 lembaga survei itu saja, tapi hampir semua lembaga survei yang ada, menempatkan peringkat 1 dan 2 seperti tidak boleh berubah, yang khusus untuk Prabowo dan Ganjar. Tergantung lembaga survei itu bekerja untuk siapa. Sedang untuk peringkat 3, sepertinya semua kompak menetapkan, hanya diduduki Anies Baswedan.
Sadisnya lagi, bahkan setelah berpasangan dengan Muhaimin Iskandar, LSI Denny JA bahkan setelah pasangan Anies-Muhaimin (AMIN) berpasangan, bukannya elektabilitas Anies naik, tapi rilis surveinya menyebut malah turun. Hasil rilis survei yang mencabik logika kewarasan.
Opini pun coba digiring, bahwa yang bertarung dalam Pilpres nantinya hanya 2 pasang saja, Prabowo versus Ganjar. Atau setidaknya jika 3 pasangan, maka yang muncul pada putaran kedua, hanya Ganjar dan Prabowo. Sedang pasangan Anis-Muhaimin tersingkir.
Adalah Adi Prayitno, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), yang akhir-akhir ini memang laris ditanggap. Karenanya, ia seakan boleh ngomong dengan analisa semaunya. Prediksinya, Koalisi AMIN akan bubar di tengah jalan, seperti layaknya tukang ramal yang tak berbasis fakta dan data.
“Kalau dua poros, Ganjar dan Prabowo, AMIN itu enggak mungkin. Kalau Ganjar head to head dengan Prabowo, AMIN bubar jalan,” simpulan sekenanya.
Sandaran analisisnya pun absurd, bahwa Muhaimin adalah politikus yang susah dipegang komitmennya. Tambahnya, kejadian PKB gabung dengan NasDem termasuk peristiwa mengagetkan. Aneh juga peristiwa aliansi dalam dunia politik itu hal biasa yang dimungkinkan. Mengapa sampai buatnya terkaget. Lebay.
Analisus ngasal itu disanggah politikus senior PKS, Tifatul Sembiring. Sanggahan cukup dengan seloroh, “Analisa itu mesti didasari fakta dan data, lalu korelasinya bagaimana. Kalau cuma dugaan, kiralogi, itu analisa nomor togel, bro.”
Hasil lembaga survei yang menempatkan Anies, baik sebelum berpasangan dengan Muhaimin, maupun setelah berpasangan, tetap saja dibuat ada di peringkat 3, itu menjadi aneh jika lalu AMIN mesti ditakuti rezim, yang memang tak menghendaki kemunculannya dengan diganjal-ganjal tak semestinya. Tidak cukup dihadirkan lembaga survei berbayar, yang hasil surveinya tak sebanding lurus dengan realitas massa yang berharap pada perubahan, yang ditunjukan oleh sambutan rakyat yang menyemut jika Anies-Muhaimin hadir silaturahim ke daerah.
Tidak cukup di situ, tapi perlu pula ditarik diperhadapkan dengan lembaga hukum, meski tak ada celah bisa menjerat keduanya, Anies-Muhaimin. Maka, partai pengusung, khususnya NasDem, jadi sasaran diobrak-abrik sekenanya. Dua menterinya dari 3 menteri yang dipunya jadi target tersangka dalam kasus korupsi. Sepertinya NasDem akan terus “dihajar”, berharap mau melepaskan Anies dari pencapresan.
Mengubah hari dan tanggal pendaftaran resmi Capres-Cawapres di KPU, Kamis (19 Oktober), rasanya mustahil. Meski tak ada yang mustahil dalam politik. Semua dimungkinkan bisa terjadi, meski hitungan-hitungan tak ada celah untuk penggagalan pendaftaran ke KPU. Tapi apa yang tak bisa dibuat saat kekuasaan politik digdaya mampu menginjak-injak asas demokrasi. (*)
Tulis Komentar