Penggusuran Warga Pulau Rempang, Batam, Demi Investasi dari China dan Peran Tomy Winata
Uwrite.id - Pulau Rempang, yang terletak di Kepulauan Riau, menjadi pusat perhatian media mulai dalam negeri hingga mancanegara seiring dengan rencana investasi megah dari Xinyi Group, perusahaan multinasional berbasis di Cina. Namun, di balik rencana ini terdapat kontroversi besar terkait penggusuran warga Pulau Rempang untuk memberi jalan bagi proyek investasi ini.
Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa masalah pengosongan Pulau Rempang telah menjadi perdebatan sejak awal. Pernyataan ini disampaikannya dalam konferensi pers setelah rapat koordinasi percepatan pengembangan investasi ramah lingkungan Pulau Rempang di Hotel Marriott Batam pada tanggal 17 September 2023.
"Insyaallah (pengosongan tanggal 28 dikosongkan) kita melihat perkembangan, dan kita sedang berbicara (sekarang), bukan persoalan tanggal, itu memang sudah diputuskan di awal tapi yang terpenting ialah cara-cara komunikasi yang baik," kata Bahlil dikutip dari Tempo, Minggu (17/9/23)
Sebelumnya rencana investasi Xinyi Group di Kawasan Rempang Eco City di Batam pertama kali diungkapkan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada bulan Juli sebelumnya.
"Saya lihat Xinyi adalah salah satu pemain yang terbesar di dunia yang insyaallah akan melakukan investasi di Indonesia, di Rempang," ucap Bahlil kala itu.
Namun, proyek ini menghadapi penolakan dari ribuan warga Pulau Rempang. Beberapa sumber menyatakan bahwa mereka menolak digusur atau direlokasi karena belum ada penggantian lahan yang disediakan oleh pemerintah, sementara rumah yang dijanjikan juga belum dibangun.
Buntutnya pada 7 September 2023, aparat gabungan dari TNI, Polri, dan BP Batam melakukan aksi sepihak dengan mencoba memasang patok proyek di kampung adat Rempang, tetapi warga menolak dan akhirnya bentrokan pun tak terhindarkan.
Peran Tomy Winata dalam Masalah Rempang
Di balik peristiwa ini, terungkap keterlibatan Tomy Winata, seorang pengusaha berpengaruh keturunan Tionghoa sebagai pemilik PT Makmur Elok Graha, anak perusahaan Grup Artha Graha, pemegang hak eksklusif untuk mengelola serta mengembangkan Rempang Eco City. Perusahaan ini mendapatkan sertifikat hak guna bangunan seluas 16.583 hektare selama 80 tahun dari Otoritas Batam dan Pemerintah Kota Batam.
Tomy Winata, dikenal seorang pengusaha berpengaruh sejak era Orde Baru, memiliki bisnis dari berbagai sektor di bawah Grup Artha Graha, termasuk properti, keuangan, agro industri, perhotelan, pertambangan, media, hiburan, ritel, serta IT dan telekomunikasi.
Perusahaan Tomy Winata Sewa Rempang Rp26.000 per Meter Selama 30 Tahun
Selain itu juga terungkap bahwa nilai sewa yang diberikan perusahaaan Tomy Winata, PT Makmur Elok Graha hanya Rp26.000 per meter selama 30 tahun.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait di Jakarta, pekan ini.
“Nilai sewa tanah [PT MEG] dalam perjanjian itu sekitar Rp26.000 per meter, dengan masa konsensi selama 30 tahun,” ungkap Ariasstuty dikutip dari Bisnis.com, Minggu (17/9/23).
Nilai tersebut sangat mengejutkan jika dibandingkan dengan komitmen investasi Xinyi Group senilai US$11,6 miliar.
Perjanjian ini juga memberikan opsi perpanjangan hingga 30 tahun lagi untuk periode kedua, dan 20 tahun lagi setelah itu, dengan nilai sewa yang bisa dievaluasi sesuai kesepakatan. Namun, pembayaran sewa baru akan dimulai saat tanah di Pulau Rempang digunakan.
Kontroversi di Pulau Rempang menjadi sorotan yang menggugah hati, menimbulkan pertanyaan tentang dampak investasi besar dari China dan peran pemegang hak eksklusif dalam konflik ini. Masyarakat dan pihak berwenang diharapkan untuk menemukan solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik ini.
Tulis Komentar