Pendeta Nelson Bureni Serukan Indonesia Damai dalam Silaturahmi Kebangsaan LSM PENJARA 1 di Gedung Joang ’45

Uwrite.id - Jakarta, KabarOnlineSatu.com — LSM PENJARA 1 menggelar Silaturahmi Kebangsaan di Kompleks Gedung Joang ’45, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (22/8/2025), mempertemukan tokoh lintas iman dan para ketua LSM di Jakarta untuk menyerukan persatuan, merawat nilai kebangsaan, dan menguatkan pesan Indonesia Damai.
Kegiatan tersebut dihadiri peserta dari berbagai unsur masyarakat sipil, mulai dari tokoh agama, pimpinan LSM (NGO), aktivis, mahasiswa, hingga relawan. Forum ini digelar sebagai ruang konsolidasi kebangsaan yang mengedepankan narasi persaudaraan, menolak polarisasi, serta menguatkan etika publik agar perbedaan pandangan tidak berubah menjadi jurang perpecahan.
Silaturahmi Kebangsaan ini merupakan bagian dari inisiasi LSM PENJARA 1 untuk mempertemukan elemen lintas sektor dalam satu forum kebersamaan, guna memperkuat stabilitas sosial melalui dialog, pesan moral kebangsaan, dan doa lintas iman. Panitia menegaskan, agenda tersebut dirancang tidak hanya sebagai kegiatan seremonial, melainkan sebagai ikhtiar menegakkan nilai kebangsaan yang menempatkan persatuan, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap martabat manusia sebagai titik temu.
Forum Silaturahmi Kebangsaan di Gedung Joang ’45 kemudian diisi rangkaian pesan kebangsaan dan doa lintas iman. Salah satu momen yang menjadi sorotan adalah sambutan Pendeta Nelson Bureni (Kristen Protestan), yang menyampaikan pesan persatuan dengan menekankan nilai-nilai moral universal sebagai fondasi kehidupan berbangsa.
Dalam pidatonya, Ps. Nelson Bureni menegaskan bahwa nilai kebajikan yang menjaga kehidupan sosial tidak boleh dipersempit oleh sekat identitas. Ia menekankan pentingnya menjadikan keadilan, kesetiaan, dan kerendahan hati sebagai etika bersama. “Keadilan tidak memandang agama. Kesetiaan tidak memandang agama. Kerendahan hati tidak memandang agama,” ujarnya di hadapan peserta.
Ia juga menegaskan keyakinannya bahwa masa depan bangsa harus diletakkan pada semangat persatuan, bukan pada kebencian. “Indonesia di tangan Tuhan,” kata Ps. Nelson Bureni, yang disambut respons afirmatif dari para peserta.
Ps. Nelson Bureni menyoroti dinamika ruang publik yang kerap memanas akibat saling serang, saling menghakimi, dan budaya membesarkan kesalahan pihak lain, terutama di ruang digital. Menurutnya, perbedaan pendapat tidak boleh menjadi alasan untuk menumbuhkan permusuhan yang merusak persaudaraan kebangsaan. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak terburu-buru menjadi “hakim” atas sesama. “Jangan suka menghakimi,” katanya.
Dalam konteks relasi warga dengan pemerintahan, ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan sikap: kritis tetap boleh, tetapi harus beradab dan tidak berubah menjadi caci-maki. Ia menegaskan bahwa salah satu wujud keadilan dalam kehidupan berbangsa adalah doa dan sikap yang tidak merendahkan martabat pihak lain. “Adilnya adalah mendoakan pemerintah,” ucapnya, seraya mengajak masyarakat menjaga tata krama publik.
Pesan Ps. Nelson Bureni juga menyorot peran generasi muda sebagai penentu arah bangsa ke depan. Ia mengingatkan anak muda agar tidak mudah terseret provokasi yang menjerumuskan pada kerusuhan sosial dan tindakan yang melemahkan daya tahan bangsa. “Jangan cepat-cepat ikut-ikutan untuk demo dan bikin masalah di bangsa ini,” katanya, sambil mendorong generasi muda untuk menguatkan pengendalian diri, memantapkan ilmu pengetahuan, serta menyalurkan potensi pada kerja-kerja yang produktif bagi pembangunan.
Di hadapan forum lintas iman, ia kembali menegaskan bahwa keberagaman Indonesia adalah kenyataan historis dan sosial yang seharusnya dirawat sebagai kekuatan, bukan ditarik menjadi sumber konflik. Ia menyampaikan bahwa perbedaan agama, identitas, serta latar belakang tidak boleh menjadi alasan untuk memecah persaudaraan. “Berbeda bukanlah masalah. Berbeda adalah keindahan,” tegasnya.
Penyelenggaraan Silaturahmi Kebangsaan ini menempatkan pesan-pesan moral tersebut sebagai inti acara: merawat persaudaraan lintas iman, menolak polarisasi, serta menjaga agar ruang publik tidak menjadi arena kebencian. Panitia menyatakan agenda ini juga dimaksudkan untuk memperkuat ketahanan sosial menuju visi Indonesia yang lebih maju dan harmonis, melalui dialog, doa, dan konsolidasi nilai yang menyatukan.
Silaturahmi Kebangsaan yang digelar di Gedung Joang ’45 ini menegaskan kembali peran masyarakat sipil dalam merawat persatuan dan menumbuhkan narasi damai di ruang publik. Panitia berharap, pesan lintas iman yang menguat pada forum ini dapat menjadi dorongan kolektif bagi warga untuk menjaga etika bermedia, memperkuat solidaritas sosial, serta melangkah menuju Indonesia yang maju, berdaulat, dan sejahtera.

Tulis Komentar