Pandangan Ahli Gizi tentang Laron: Kuliner Ekstrem Berprotein Tinggi

Kuliner | 28 Nov 2023 | 16:22 WIB
Pandangan Ahli Gizi tentang Laron: Kuliner Ekstrem Berprotein Tinggi

Uwrite.id - Saat musim hujan tiba, kerap kali muncul serangga kecil yang berterbangan dan selalu mengelilingi lampu penerang. Warga Jawa Tengah biasanya menyebut serangga itu sebagai laron.

Laron adalah hewan sejenis rayap yang memiliki sayap. Hewan ini banyak ditemui di Indonesia, terutama saat musim hujan tiba.

Memakan laron telah menjadi kebiasaan sejumlah orang sejak dulu. Biasanya, laron akan keluar pada pagi hari di musim hujan atau pada malam hari dengan mengerubungi sumber cahaya, seperti lampu-lampu di rumah maupun jalanan.

Namun, saking banyaknya, beberapa orang menjadikan laron sebagai masakan lezat, salah satunya diolah menjadi peyek laron, bothok laron, maupun pepes laron.

Peyek Laron

Praktik mengonsumsi laron telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sejumlah orang terutama di Jawa Tengah.

Namun, apakah laron aman untuk dikonsumsi manusia?

Menurut ahli gizi Ali Khomsan dari Institut Pertanian Bogor, laron jenis makanan yang kaya akan sumber nutrisi, dengan kandungan lemak sebesar 44 persen dan protein 36 persen. Dulu, pada tahun 1970-an, laron digoreng menjadi cemilan karena sulitnya mencari makanan bergizi.

"Dulu tahun 1970-an, laron digoreng menjadi cemilan karena memang kita masih sulit mencari pangan bergizi," ujar Ali dikutip dari Kompas.com, Senin (27/11/23).

"Laron memiliki kandungan lemak sebesar 44 persen dan protein 36 persen. Sehingga, ini gizi yang luar biasa dari laron," Lanjutnya.

Bothok Laron

Meskipun laron dinilai aman dikonsumsi dalam batas normal, Ali menekankan bahwa keputusan untuk mengonsumsi laron lebih banyak bergantung pada preferensi dan kecenderungan konsumen.

Namun, ia juga memperingatkan bahwa laron dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang. Alergi terhadap laron bersifat individual, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap protein pangan tertentu. Gejalanya bisa berupa gatal-gatal, mual, dan bintik-bintik pada kulit.

"Alergi laron terjadi bersifat individual. Ini berarti mereka yang sensitif terhadap protein pangan tertentu. Karena sifatnya individual, maka alergi ini tidak berlaku umum," jelasnya.

Ali menyarankan agar mereka yang mengalami alergi terhadap laron mencari sumber protein lain, seperti telur atau ikan. Dia juga menegaskan pentingnya tidak mengonsumsi laron secara berlebihan, untuk memastikan variasi asupan makanan yang lebih seimbang.

"Tentu konsumsi apapun, termasuk laron jangan dilakukan berlebihan. Ini lantaran sifat berlebihan akan menghambat asupan makanan yang lebih beragam," tandasnya.

Dengan demikian, tradisi mengonsumsi laron di Jawa Tengah tidak hanya mencerminkan warisan budaya, tetapi juga menjadi bagian dari upaya untuk memanfaatkan sumber pangan yang kaya akan gizi.

Jadi, sambil menikmati kelezatan laron, tetaplah berhati-hati dan pilihlah konsumsi yang seimbang untuk menjaga kesehatan.

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar

0 Komentar