Muhammadiyah Turun Gunung, Gunung Sewu Harus Diselamatkan

Uwrite.id - Gunung Sewu tidak sedang diam. Ia tengah berteriak melalui suara rakyat yang menolak dikorbankan demi ambisi industri tambang. Dan kali ini, jeritan itu disambut oleh kekuatan moral dan intelektual: Muhammadiyah.
Empat pegiat lingkungan dari Paguyuban Talijiwa—Suryanto Perment, Rahmad Prasetyo, Katiman, dan Achmad Nur—hadir sebagai tamu kehormatan dalam forum Konsolidasi Penyusunan Legal Opinion Status Kawasan Karst Pracimantoro yang digelar di Aula PP Muhammadiyah Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Acara ini diinisiasi oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah bekerja sama dengan Ecobhineka Muhammadiyah, sebagai bentuk kepedulian atas ancaman serius terhadap kawasan karst Pracimantoro, Wonogiri.
“Ini bukan sekadar forum akademik,” tegas Suryanto Perment, Koordinator Tali jiwa, Rabu (18/6/25).
“Ini ruang konsolidasi strategis, di mana suara warga disandingkan dengan nalar hukum dan data ilmiah.” lanjutnya.
Forum ini berubah menjadi ruang perlawanan. Deretan akademisi dan peneliti lintas kampus serta lembaga hadir menguatkan posisi warga yang selama ini kerap dikecilkan. Kekhawatiran kehilangan sumber mata air, kerusakan struktur geologi karst, terancamnya pertanian, hingga punahnya warisan budaya lokal—semuanya disuarakan dengan lantang.
Paparan ilmiah datang dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Ahmad Dahlan, dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Sementara Petrasa Wacana, M.Sc dari Indonesia Speleological Society menyebut secara tegas bahwa pembangunan pabrik semen di kawasan karst merupakan maldevelopment—pembangunan yang justru mencederai prinsip keadilan ekologis.
Nama-nama lain yang ikut memperkuat forum ini antara lain:
Prof. Sulistyawati S.Si., M.PH., Ph.D (Prodi Kesehatan Masyarakat, UAD), Dr. Andreas Budi Widyanta, S.Sos., M..A (Departemen Sosiologi, UGM), Solahudin (Arsitektur Komunitas), Hilary Reinhart (Departemen Geografi Lingkungan, UGM), Wahyu Try Utomo (Center of Economic and Law Studies), Himawan Adi (Lingkar Keadilan Ruang), Abiyoga (Walhi Jogja), Wasingatu Zakiyah (Caksana Institute), Andhika (LBH Semarang), Surisman (MHH Muhammadiyah Wonogiri), dan Dr. Fanny Dian (LBH AP PP Muhammadiyah).
Suara Warga Jadi Pilar Hukum
Yang dibangun dari forum ini bukan sekadar opini hukum, tapi pondasi perjuangan. Legal opinion yang disusun tak hanya akan membahas aspek ekologi, tetapi juga hak sosial-ekonomi masyarakat dan partisipasi publik yang sering terpinggirkan dalam skema perizinan tambang dan industri berat.
Muhammadiyah, melalui kekuatan lembaga dan jaringan intelektualnya, menjadikan isu ini sebagai tanggung jawab keummatan dan kebangsaan. Sebuah pembelaan konstitusional atas hak rakyat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945.
Pracimantoro: Simbol Perlawanan dari Selatan
Bagi warga Pracimantoro, perjuangan ini bukan perkara batu. Ini soal hak atas air, pertanian, budaya, dan tanah yang telah mereka jaga turun-temurun.
Muhammadiyah, dengan basis moral dan kekuatan intelektualnya, kini menjadi sekutu strategis dalam perjuangan ini.
Rekomendasi forum ini akan menjadi dasar sikap resmi Muhammadiyah ke depan. Lebih dari itu, konsolidasi ini telah mengubah dinamika: warga tak lagi sendiri. Mereka kini berjalan bersama kekuatan moral, ilmu pengetahuan, dan keberanian untuk melawan eksploitasi yang tak berperi keadilan.
Perjuangan warga kini memiliki sayap, bukan hanya secara lokal, tetapi juga nasional dan bahkan internasional.
Gunung Sewu tidak boleh runtuh. Sebab jika ia runtuh, bukan hanya batu yang hancur tetapi juga harapan, kehidupan, dan masa depan.
Tulis Komentar