Melarang Kader Ikut Retret di Magelang: PDIP Lebih Mementingkan Partai Daripada Rakyat?

Opini | 21 Feb 2025 | 17:21 WIB
Melarang Kader Ikut Retret di Magelang: PDIP Lebih Mementingkan Partai Daripada Rakyat?
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri.

Uwrite.id - Kasus penahanan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap telah memicu reaksi keras dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun, respons yang diberikan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, justru menimbulkan pertanyaan serius tentang sejauh mana partai ini memprioritaskan kepentingan rakyat dibandingkan dengan loyalitas internal partai. 

Megawati mengeluarkan surat perintah yang melarang kader PDIP yang baru dilantik sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk mengikuti retret bersama Presiden Prabowo Subianto di Akademi Militer (Akmil) Magelang pada 21-28 Februari 2025. Langkah ini dinilai sebagai bentuk penegasan sikap PDIP yang tidak sejalan dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, di balik sikap tegas ini, muncul pertanyaan kritis: apakah larangan ini benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau sekadar upaya mempertahankan kendali partai atas kadernya?

Surat Instruksi Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri bagi kader partai yang menjadi kepala daerah terkait retreat di Magelang.

Pertama, perlu diingat bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh rakyat, bukan hanya oleh partai. Mereka adalah representasi dari suara rakyat, yang nota bene diusung oleh berbagai latar belakang partai politik, bukan hanya PDIP. Dengan melarang mereka mengikuti retret yang merupakan agenda resmi pemerintahan, PDIP seolah mengabaikan tanggung jawab mereka sebagai pejabat publik yang harus bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk kepentingan rakyat. 

Kedua, larangan ini justru memperlihatkan sikap ambivalen PDIP terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Jika memang PDIP merasa tidak sejalan dengan pemerintah, larangan mengikuti retret terkesan setengah hati. Mengapa tidak sekalian mengambil langkah lebih tegas, seperti memerintahkan semua kader PDIP yang menjabat sebagai gubernur, bupati, atau wali kota untuk mundur dari jabatannya? Jika PDIP konsisten dengan sikap oposisinya, langkah tersebut akan lebih jelas menunjukkan posisi mereka. Namun, dengan hanya melarang keikutsertaan dalam retret, PDIP terkesan bermain aman dan tidak ingin kehilangan kekuasaan di tingkat daerah.

Ketiga, larangan ini juga mengindikasikan bahwa PDIP lebih mementingkan loyalitas kader kepada partai daripada tanggung jawab mereka kepada rakyat. Jika kepala daerah dari PDIP mematuhi larangan ini, itu berarti mereka lebih memilih untuk tunduk pada perintah partai daripada menjalankan tugas mereka sebagai pejabat publik yang harus bekerja sama dengan pemerintah pusat. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap mandat yang diberikan oleh rakyat, karena rakyat memilih mereka untuk memimpin, bukan untuk menjadi alat atau boneka kepentingan partai.

Di sisi lain, retret di Akmil Magelang adalah agenda resmi pemerintahan yang bertujuan untuk membekali para kepala daerah dengan pengetahuan dan strategi untuk menjalankan pemerintahan yang efektif. Dengan melarang kadernya mengikuti acara ini, PDIP justru menghambat proses pembangunan dan pemerintahan yang seharusnya dilakukan untuk kepentingan rakyat. Ini adalah bentuk ketidakpedulian terhadap kebutuhan rakyat yang seharusnya menjadi prioritas utama.

Secara keseluruhan, larangan yang dikeluarkan oleh Megawati ini mencerminkan sikap PDIP yang lebih mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan rakyat. Jika PDIP memang ingin menunjukkan sikap oposisi yang konsisten, mereka harus berani mengambil langkah tegas, bukan sekadar melarang keikutsertaan dalam retret. Namun, yang lebih penting, PDIP harus mengingat bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah representasi rakyat, bukan sekadar kader partai. Mereka harus bertanggung jawab kepada rakyat yang memilih mereka, bukan hanya kepada partai yang mengusung mereka. 

Dalam konteks demokrasi, partai politik seharusnya menjadi alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan untuk memperkuat kekuasaan partai semata. Larangan ini justru memperlihatkan bahwa PDIP sedang terjebak dalam paradigma lama, di mana loyalitas kepada partai lebih diutamakan daripada tanggung jawab kepada rakyat. Jika ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin rakyat akan kehilangan kepercayaan terhadap partai yang mengklaim diri sebagai "partainya rakyat" ini.

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar