Mayoritas Publik Inginkan Sensor Mandiri Medium Kontrol atas Konten Tak Layak, Fakta Terungkap di LGN Sensor Mandiri LSF

Peristiwa | 03 Nov 2025 | 17:07 WIB
Mayoritas Publik Inginkan Sensor Mandiri Medium Kontrol atas Konten Tak Layak, Fakta Terungkap di LGN Sensor Mandiri LSF
Beliau memfokuskan substansi penting di mana pembelajaran mengenai tanggung jawab etis dan sosial seorang kreator harus bisa untuk ujung tombak sensor mandiri.

Uwrite.id - Jakarta - Kegiatan Literasi Gerakan Nasional (LGN) yang bertajuk "Budaya Sensor Mandiri: Mari Memilah dan Memilih Tontonan" digelar di kampus Saintekmu, Ciracas, Jakarta Timur, Senin, 3 November 2025 oleh Universitas Saintek Muhammadiyah (Saintekmu) bekerja sama dengan Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia. Kesadaran masyarakat, khususnya kalangan akademisi dan pelaku film, untuk lebih bijak dalam memilih tontonan dan memahami pentingnya budaya sensor mandiri, menjadi tujuan utama program ini.

Dengan penuh semangat, Dr. Faiz Rafdhi, M.Kom., Rektor Universitas Saintek Muhammadiyah, menegaskan bahwa keberadaan LSF memiliki peran vital dalam menjaga kualitas dan moralitas tontonan di Indonesia.

Pada ajang khusus yang dimeriahkan oleh sejumlah tokoh penting di dunia sinematik dan juga insan kampus, seperti Dr. Zaqia Ramallah, S.Pd., (Ketua Subkomisi Penelitian dan Pengembangan LSF), Pritagita Arianegara dan Avesina Soebil (Produser Film), audiense yang banyak dari kalangan mahasiswa menganggap penting adanya sensor mandiri. Mereka sejatinya menginginkan sensor mandiri bisa sebagai medium kontrol atas konten tak layak. Di sisi lain, Dr. Faiz Rafdhi menilai bahwa setiap karya film, sehebat apapun, tetap membutuhkan proses penyensoran agar cukup memenuhi prasyarat etis dan baku tayang bagi publik.

Dalam era digital yang terus berkembang, kita dihadapkan pada tantangan baru dalam mengatur tontonan di platform digital seperti YouTube, Netflix, dan WeTV. Dr. Faiz Rafdhi menyoroti adanya "wilayah abu-abu" dalam dunia tontonan digital yang saat ini belum sepenuhnya tercakup dalam regulasi perfilman Indonesia. Oleh karena itu, revisi Undang-Undang Perfilman menjadi sangat penting untuk mencakup ranah digital dan melindungi masyarakat dari konten yang tidak pantas.

Pendidikan etika profesi di bidang produksi film juga menjadi perhatian utama Dr. Faiz. Beliau memfokuskan substansi penting di mana pembelajaran mengenai tanggung jawab etis dan sosial seorang kreator harus menjadi soko guru dalam proses penciptaan karya. Dengan demikian, produksi film yang baik dapat lahir dari insan perfilman yang memiliki kesadaran moral, bukan hanya sekadar kemampuan teknis.

Melalui kegiatan literasi ini, Universitas Saintek Muhammadiyah menunjukkan komitmennya untuk mendukung gerakan nasional budaya sensor mandiri dan memperkuat sinergi antara dunia pendidikan dan lembaga pemerintah. Dengan kerja sama yang erat, kita dapat meng-create ekosistem perfilman yang sehat dan bertanggung jawab, serta melahirkan hasil olah kreasi yang bermutu dan beretika. (*)

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar