Masuknya PDIP ke Kabinet, Era Solidnya Prabowo-Mega Diyakini Akan Geser 2 Kursi Menteri

Uwrite.id - 19 Januari 2025 ~
“Dalam konteks AKK dan GI, melemahnya faktor Jokowi – atau pertemuan Prabowo-Megawati besar kemungkinan berimbas langsung pada kursi kabinet. Ini bisa menyasar kursi empuknya.”
Oleh: M Sholeh Basyari
SEJUMLAH langkah tengah dipersiapkan untuk memuluskan agenda pertemuan Presiden RI Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP Megawati. Orang-orang (jajaran) Presiden Prabowo maupun Megawati, serius dan optimis rencana pertemuan tersebut konstruktif, solutif meski sedikit berbau ‘konspiratif’.
Disebut konspiratif, sebab rencana pertemuan tersebut, ada nuansa menepikan atau setidaknya mengurangi peran mantan Presiden Jokowi dalam Kabinet Merah Putih (KMP). Benarkah?
KIM + PKB + PKS
Koalisi Indonesia Maju (KIM) awalnya dibingkai oleh koalisi pengusung Prabowo-Gibran. Masuknya PKB dan PKS (minus Nasdem) dianggap memperluas dan (terbukti) memperkuat pemerintahan Prabowo-Gibran.
Keinginan Prabowo mengajak PDIP untuk bergabung pada pemerintahan, sejatinya nyaris berhasil pada 18 Oktober 2024. Pertemuan itu gagal, setelah ‘diveto’ oleh pertemuan Prabowo Jokowi di Solo dua hari sebelumnya.
Sumber-sumber di Sumbersari (kediaman Jokowi), menyebut bahwa ayah Wapres Gibran ini, kurang nyaman posisi politiknya dengan rencana pertemuan tersebut. Kemudian Jokowi sibuk bertemu Effendi Simbolon dan juga sowan ke Ngarso Dalem HB X di Jogja, demi untuk mengurangi sedikit tekanan. Meski tampaknya secara gestur, pertemuan dengan Raja Jawa “asli” tersebut kurang maksimal dan tidak konstruktif hasilnya.
KIM Plus dan PDIP
Nah, rencana pertemuan Prabowo dan Megawati serta kurang maksimalnya konsolidasi Jokowi, bisa disebut sebagai karpet merah bagi PDIP untuk membuat KIM plus menjadi KIM Plus Plus.
Prabowo tampak belum puas dengan bergabungnya PKB dan PKS, dengan koalisi pimpinan Gerindra dalam KIM Plus. Dengan masuknya PDIP, maka KIM Plus menjadi KIM Plus Plus, yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PKB, PKS, Demokrat dan PAN.
Secara tradisi, sikap politik PDIP ini, in line dengan PKB. Bahkan mendiang Cahyo Kumolo menyebut PKB sebagai Partai Koncone Banteng. Sementara secara karakter, PDIP dan PKB lebih ‘jinak’, alias ‘mudah diatur’ dibanding PAN dan Golkar. Tidak sekedar ketepatan, mayoritas pemegang policy di Golkar sekarang maupun PAN saat ini, publik menyebut sebagai All Jokowi's Men.
Dengan hitung-hitungan seperti itu, keinginan Prabowo mengajak PDIP tidak saja memperkuat pemerintahannya, lebih dari itu adalah satu tarikan nafas, hal itu memudahkan baginya untuk mengontrol Golkar dan PAN, sekaligus mengurangi pengaruh Jokowi di dua partai itu.
Melemahnya Jokowi dan Kontraksi Anggota Kabinet
Pada awal-awal setelah pelantikan Kabinet Merah Putih (KMP), Abdul Kadir Karding (AKK) menyebut dirinya tidak ‘berangkat’ dari PKB. Sikap ini paralel dengan Saifullah Yusuf (GI), yang mengisi slot Menteri Sosial atas penunjukan Jokowi di ujung kekuasaannya kala itu yang (hanya) kurang dari 40 hari. Meski Presiden Prabowo tetap mempertahankan posisinya, tetapi publik melihat bahwa GI adalah ‘titipan’ Jokowi. Inilah yang kemudian membuat posisinya di ‘ujung tanduk’.
Dalam konteks AKK dan GI, melemahnya faktor Jokowi besar kemungkinan berimbas langsung pada kursi empuknya. Hal ini makin menemukan pembenaran, seiring dengan semakin piawainya Muhaimin Iskandar membawa PKB sebagai mitra koalisi baru yang loyal, humble (tidak neko-neko), dan motor utama program-program populis Prabowo terkait pemberdayaan masyarakat.
Di sisi lain, Gerindra secara umum dan Prabowo secara khusus memberi ‘prioritas’ alumni-alumni Partai Rakyat Demokratik (PRD), berperan lebih ofensif dalam KMP. Agus Jabo (Wamensos), bisa saja naik kelas menggusur GI, seperti sejati awalnya Faishol Reza (Waketum PKB) adalah kandidat menteri (bukan wamen perindustrian).
Yang terang, pertemuan Prabowo-Mega ini, santer berdampak reshuffle. Di sinilah nasib AKK dan GI kembali menjadi pembicaraan. Apakah benar? Waallahu a’lam. (*)
Tulis Komentar