Makna Ungkapan “cawe-cawe” dalam Penggunaan Kalimat Bahasa Jawa

Uwrite.id - Satu bulan lebih istilah cawe-cawe ramai di jagat maya. Tentu hal ini menjadi teka-teki, apa maksud cawe-cawe itu? Terus, kenapa harus pakai kata cawe-cawe kok nggak pakai kata yang lain saja seperti ikut membantu, ikut merampungkan, atau ikut mengatasi.
Sik Cak, sabar. Sebelum menjawab pertanyaan bak brondong mitraliur itu saya lucuti dulu kata cawe-cawe ini dari gelanggang politik. Biar lebih mudah dipahami dari kacamata awam.
Bagi saya yang tinggal di Jawa bagian timuran tentu kata cawe-cawe sudah nggak asing. Acap kali muncul di kegiatan seperti gotong royong, rapat kepanitiaan, dan nongki-nongki. Dan bisa dibilang juga kata cawe-cawe sebagai kosakata harian cah-cah warung kopi.
Lo, Sampeyan nggak percaya to! Oke saya buktikan sekarang.
“Halah, wis rasah melu cawe-cawe po manih mikir jeru. Awakdewek ngopi wae, negoro ben dipikir cah-cah.”
Artinya:
“Halah, sudah nggak usah ikut campur apalagi sampai dipikir dalam-dalam. Kita ngopi saja, negara biar dipikir kawan-kawan.”
Celoteh seperti ini sering keluar di warung kopi. Tapi jika tidak pernah dengar itu bertanda ‘ngopine Sampeyan kurang aduoh, cak.’
Lain cerita lain juga peruntukan kalimatnya. Biasanya kata cawe-cawe kerap muncul pas gotong royong persiapan menjelang peringatan 17 Agustus. Berikut contohnya:
“Le, mrene! Melu cawe-cawe kene. Mbabuti suket ta, ngecat paving ta, pokoke obah metu keringet tinimbang hapean ae.”
Maksudnya:
“Nak, ayo ke sini! Ikut membantu. Cabut rumput, menghias paving dengan cat, pokoknya gerak dapat keringat daripada main gadget terus.”
Sebetulnya masih ada satu contoh lagi, mau tidak saya tulis kok rasanya jadi ganjalan di hati. Tapi ini murni bukan ngadi-ngadi dan pernah saya dengar saat rapat kepanitiaan persiapan lomba 17 Agustus. Seperti ini contonya:
“Monggo sing cah nom urun usul opo? Ojo meneng ae, syukur-syukur melu cawe-cawe ben soyo meriah acarae. Sing penting ora nyacat.”
Artinya:
“Dipersilakan yang muda sumbang pendapat apa? Jangan diam saja, syukur-syukur ikut campur biar acara semakin meriah. Yang terpenting tidak berbuat onar.”
Dari sekian contoh ungkapan cawe-cawe di atas tidak ditemukan makna konotasi yang negatif itu kalau menurut saya. Justru penggunaan kata cawe-cawe untuk pancingan berbuat baik. Bukan sebaliknya malah gembosi.
Sebetulnya kata cawe-cawe memiliki kedudukan yang tinggi jika digunakan dengan tepat. Tapi jika kata cawe-cawe digunakan untuk kepentingan tertentu, apa boleh dibuat ya habis riwayatnya. Kalau sudah begitu alamat punah. Bagaimana tidak, wong begitu dengar kata cawe-cawe hukumnya sudah najis.
Akan tetapi saya masih optimis, selama warung kopi, kedai kopi, tempat cangkruk menjamur. Kata cawe-cawe tetap selalu hidup mengikuti zamannya. Lalu, relevansinya kata cawe-cawe di Pilpres 2024? Jawabannya, “Saya tidak ingin berburuk sangka.”
Tulis Komentar