Kuasa Hukum Kasus Dugaan Money Politik di Ciamis Nilai Putusan DKPP Tak Tegas
Uwrite.id - Tim kuasa hukum pengadu dalam perkara nomor 111-PKE-DKPP/VI/2024 terkait dugaan politik uang di Ciamis pada Pileg 2024, menilai bahwa keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang hanya memberikan sanksi peringatan kepada Ketua Bawaslu Ciamis, Jajang Miftahudin, dianggap tidak tegas.
Kuasa hukum yang terdiri dari Agustian Efendi, Hj. Elit Nurlitasari, Drs. Gatot Rachmat Slamet, dan Yogi Pajar Suprayogi, merasa kecewa. Mereka berpendapat, keputusan tersebut tidak memberikan rasa keadilan maupun kepastian hukum.
Agustian Efendi menyatakan bahwa putusan DKPP yang dibacakan pada 17 September 2024 oleh Ketua DKPP, Heddy Lugito bersama enam anggota DKPP lainnya, tidak mencantumkan secara tegas apa yang dimaksud dengan "sanksi peringatan".
Ia mengkritik DKPP karena tidak mencabut jabatan Jajang selama masa peringatan, sehingga Jajang tetap dapat menjalankan tugas sebagai Ketua dan Anggota Bawaslu Ciamis.
Padahal, menurut Agustian, terbukti bahwa uang sebesar Rp 100.000 yang dibagikan oleh Mariman selama masa tenang Pemilu 2024 berasal dari calon anggota DPRD yang memiliki hubungan keluarga dengan terlapor Eti Sumiati.
“Kami sangat keberatan karena putusan ini tidak jelas, dan DKPP seharusnya lebih tegas,” tegas Agustian.
Tuntutan kuasa hukum pengadu adalah agar Jajang Miftahudin diberhentikan dengan tidak hormat, mengingat adanya dugaan manipulasi tanggal dalam laporan dugaan politik uang yang disusun pada 18 Maret 2024, namun ditulis mundur menjadi 15 Maret 2024 (backdate).
Dalam putusan sidang, DKPP hanya mengabulkan sebagian pengaduan dan menjatuhkan sanksi peringatan kepada Jajang. Bawaslu RI diperintahkan untuk melaksanakan putusan tersebut dalam tujuh hari, dengan pengawasan DKPP.
Yogi Pajar Suprayogi, kuasa hukum lainnya, menambahkan bahwa Jajang telah melanggar sumpah jabatan dan asas independensi dengan memanipulasi tanggal laporan politik uang, yang jelas-jelas melanggar peraturan.
Ia menegaskan, DKPP seharusnya memberikan sanksi lebih berat, karena jika tidak, tindakan serupa bisa terjadi lagi dan merusak citra Bawaslu.
"Saat ini, sudah ada aduan baru terhadap Jajang terkait dugaan pelanggaran kode etik, dan kami yakin Jajang tidak akan dapat fokus dalam menjalankan tugas pengawasan Pilkada jika tidak dihukum lebih berat," ujar Yogi.
Gatot Rachmat Slamet turut menyampaikan keprihatinannya. Ia mempertanyakan apakah pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Jajang tidak seharusnya dianggap sebagai pelanggaran pidana pemilu.
Gatot juga mengkritik putusan DKPP yang hanya memberikan sanksi peringatan, yang dianggap tidak memadai.
“Kita akan lihat tindakan Bawaslu RI dalam tujuh hari ke depan, apakah mereka akan mengambil langkah tegas sesuai dengan petitum aduan pengadu,” kata Gatot.
Kemudian, Hj. Elit Nurlitasari menambahkan bahwa putusan DKPP seolah hanya berupa rekomendasi kepada Bawaslu RI, dan bukannya keputusan final.
Menurutnya, DKPP hanya memberikan sanksi peringatan tanpa penjelasan jelas mengenai bentuk peringatan tersebut.
“Kami kecewa karena keputusan ini tidak jelas dan masih harus memberikan surat serta bukti tambahan kepada Bawaslu RI dalam tujuh hari ke depan,” ujar Elit.
Kuasa hukum pengadu berharap Bawaslu RI dapat memberikan hukuman yang tegas dengan memberhentikan Jajang Miftahudin secara tidak hormat sebagai Ketua Bawaslu Kabupaten Ciamis. Jika tidak, hal ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi integritas Bawaslu RI.
“Jajang harus diberhentikan dengan tidak hormat jika terbukti melanggar sumpah jabatan dan kode etik,” tegas Elit.***
Tulis Komentar