Korban Propaganda Teroris: Perempuan Harus Lebih Waspada terhadap Bujuk Rayu Radikalisme

Hukum | 07 Sep 2024 | 14:23 WIB
Korban Propaganda Teroris: Perempuan Harus Lebih Waspada terhadap Bujuk Rayu Radikalisme
Penyintas korban propaganda teroris sekaligus mantan narapidana teroris (napiter) yang pernah terlibat dalam pendanaan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Listyowati. (Istimewa)

Uwrite.id - Jakarta - Perempuan Indonesia diimbau untuk tidak mudah terjebak dalam bujuk rayu kelompok dan paham radikalisme, terutama yang mengatasnamakan agama.

Yang menyebabkan hal ini di antaranya ketidaktahuan atau minimnya wawasan kelompok perempuan, remaja dan anak. Sehingga pada akhirnya mereka menjadi salah satu kelompok yang paling rawan terpapar propaganda teroris.

Listyowati, penyintas korban propaganda teroris sekaligus mantan narapidana teroris (napiter) yang pernah terlibat dalam pendanaan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD), berpesan apabila kita menemukan hal-hal berbau radikalisme, lebih baik tanya dulu dengan keluarga atau ustaz, jangan serta-merta langsung diikuti.

Program sosialisasi BNPT yang mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisme juga merupakan instrumen yang sangat penting untuk memberangus jebakan tipu daya ideologi radikal yang menyasar kepada perempuan, remaja dan anak.

Listyowati, menyadarkan semua, bahwa perempuan sering kali menjadi target karena kerentanannya terhadap bujuk rayu yang menjanjikan, terutama mereka yang belum memiliki pasangan atau berasal dari latar belakang keluarga yang tidak mendukung.

Listyowati mengungkapkan bahwa banyak perempuan yang terjerumus dalam radikalisme hanya karena terpengaruh janji-janji manis.

"Perempuan itu terlalu sensitif. Jadi dikasih iming-iming sedikit saja, dia langsung mau," katanya saat ditemui di Jakarta, Kamis (05/09).

Listyowati yang kini telah kembali ke pangkuan NKRI ini memaparkan bahwa perempuan yang tidak memiliki pasangan lebih rentan terjerembab.

Selain itu, sosok perempuan lainnya yang dianggap rentan ialah mereka yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, seperti yang menimpa Listyowati. Pemicu lain yang menurutnya membuat semua itu terjadi adalah kondisi keluarga.

“Kalau keluarganya bagus, dia udah diarahkan orang tuanya,” sambung Lis.

Listyo menambahkan, “Yang single, belum punya pasangan, atau pisah, atau dari keluarga yang biasa, itu gampang banget.”

Kecuali dari keluarga atau pasangannya memang sudah benar," ujar dia.

Ia mengimbuhkan bahwa anak-anak juga sangat rentan terpapar ideologi radikal karena ketidaktahuan mereka terhadap situasi yang rumit.

"Kasihan anak-anak yang tidak tahu apa-apa kalau sampai ikut aksi terorisme," paparnya.

Di tahun 2020 tatkala Listyowato hendak berangkat ke Yaman dan ikut serta ke dalam jejaring pendanaan kelompok radikal tatkala dirinya berprofesi sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong.

Ia pertama kali terpikat pada narasi ideologi kekerasan radikalisme melalui channel medsos, dari YouTube, TikTok, WhatsApp, Twitter, Facebook hingga Telegram.

Testimoni Listyowati tadi menjadikan hal terkait ancaman radikalisme ini jangan sampai menghinggapi warga kita dan keluarga kita.

Selain berbagi pengalaman, Listyowati menyatakan dukungannya terhadap program BNPT dalam melindungi perempuan, anak, dan remaja dari pengaruh radikal.

Menurutnya, edukasi terhadap bahaya radikalisme harus lebih disebarluaskan agar mereka yang tidak memiliki tujuan hidup jelas tidak mudah terjebak.

Memang group WhatsApp dan Telegram tempat yang sangat mudah untuk mengekploitasi materi propaganda kekerasan bersumber dari paham radikalisme. Di sana kerap diunggah dalil-dalil keagamaan untuk melegitimasi aksi kekerasan.

Dengan peningkatan kesadaran, diharapkan tidak ada lagi perempuan yang menjadi korban bujuk rayu teroris dan anak-anak dapat tumbuh dengan aman dan bebas dari influence buruk.(*)

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar