Klaim Luhut Ekspor Pasir Laut Tidak Merusak Lingkungan Bikin Aktivis Lingkungan Khawatir
Uwrite.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengemukakan klaim kontroversial terkait ekspor pasir laut yang diduga merusak lingkungan. Dalam pernyataannya, Luhut menyatakan bahwa ekspor pasir laut tidak berdampak negatif terhadap ekosistem laut.
"Pasir laut itu kita pendalaman alur. Karena kalau tidak, alur kita akan makin dangkal. Jadi untuk kesehatan laut juga," ungkap Luhut seperti yang dilansir Tempo hari ini.
Menurut Luhut, proyek reklamasi terbesar saat ini berfokus di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Ia menjelaskan bahwa reklamasi Pulau Rempang bertujuan untuk mengembangkan panel industri surya yang besar.
"Nggak (merusak lingkungan) dong. Semua sekarang karena ada GPS (global positioning system) segala macem. Kita pastikan tidak (merusak lingkungan)nya," tegas Luhut.
Namun, klaim kontroversial tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat umum. Mereka mengingatkan bahwa ekspor pasir laut telah menimbulkan kerusakan serius terhadap lingkungan dan pulau-pulau di Indonesia.
Sejak tahun 1978, pasir laut Indonesia diekspor dengan harga hanya 60 sen dolar per ton oleh Singapura, yang digunakan untuk proyek reklamasi di negara tersebut. Dampaknya, sejumlah pulau di Indonesia mengalami erosi dan menghilang, sementara daratan Singapura justru bertambah luas. Akibatnya, pemerintah Indonesia telah melarang ekspor pasir laut sejak dua puluh tahun yang lalu.
Pemerintah saat itu telah menghentikan ekspor pasir laut melalui Surat Keputusan Menperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Alasan utama pelarangan tersebut adalah untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Terkait dengan isu ini, Presiden Joko Widodo atau Jokowi baru-baru ini telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Peraturan tersebut mencakup regulasi pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan hasil sedimentasi di laut, termasuk ekspor pasir laut.
Susi Pudjiastuti Minta Presiden Membatalkan Aturan Ekspor Pasir Laut Karena Dampak Kerugian Lingkungan Lebih Besar.
Sebelumnya, seorang pemerhati lingkungan sekaligus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan keprihatinannya terhadap implementasi Peraturan Pemerintah No 26/2023 yang baru-baru ini diundangkan. Dalam pernyataannya, Susi mengungkapkan bahwa penerapan peraturan tersebut dapat menyebabkan krisis iklim yang berdampak signifikan dan menimbulkan potensi kerusakan lingkungan yang serius di Indonesia.
"Saat ini, perubahan iklim sudah mulai terasa dan berdampak. Jangan sampai kita memperparah situasi dengan penambangan pasir laut," tulis Susi Pudjiastuti.
Salah satu keprihatinan utama Susi adalah ekspor pasir laut yang digunakan oleh negara-negara seperti Singapura untuk memperluas wilayah daratan mereka. Implementasi peraturan tersebut dapat meningkatkan aktivitas penambangan pasir laut di Indonesia, yang berpotensi merusak lingkungan.
Permintaan Susi Pudjiastuti agar Presiden Joko Widodo membatalkan Peraturan Pemerintah No 26/2023 ini mencerminkan perhatian yang mendalam terhadap perlindungan lingkungan dan penanganan krisis iklim. Meskipun peraturan tersebut mengatur pengelolaan hasil sedimentasi laut secara umum, penting untuk melakukan kajian mendalam tentang dampak lingkungan dan mempertimbangkan dengan matang kekhawatiran masyarakat terhadap ekspor pasir laut dan potensi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi.
"Saya berharap keputusan ini dapat dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Perubahan iklim sudah terasa dan berdampak. Janganlah kita memperburuk situasi dengan penambangan pasir laut," tulis Susi melalui media sosial pribadinya.
Tulis Komentar