Ketua DPRD Kutai Barat Ridwai Curhat Jalan Nasional yang Rusak Berat, Namun Tidak Bisa Diperbaiki dengan APBD
Uwrite.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Barat (Kubar), yang merupakan wakil rakyat dari PDI Perjuangan, Ridwai S.H., mengeluhkan kesulitannya menuntaskan permasalahan jalan nasional yamg tak kunjung diperbaiki oleh pemerintah pusat. Masyarakat awam yang tak mengerti perbedaan kelas golongan jalan, mengganggap dewan tidak mempedulikan kerusakan ini. Terutama jalan di kecamatan Sekolaq Darat yang menjadi daerah konstituennya.
Menurut Ridwai, perbaikan jalan provinsi tersebut sudah berulang kali diajukan oleh DPRD maupun pemerintah daerah ke Pemprov Kaltim dan pemerintah pusat.
Karena jalan tersebut jadi kewenangan provinsi dan pusat. Bahkan wakil gubernur Kaltim sudah pernah melihat langsung kondisi jalan tersebut.
Namun sekian tahun diusulkan baru tahun ini diberikan anggaran besar.
“Jadi bukan kita tidak peduli seperti yang ada di media sosial itu. Kami sudah datangi balai jalan nasional di Balikpapan, Dinas PUPR Kaltim bahkan sampai pusat,” ujar Ridwai ketika berbincang santai bersama kolumnis Uwrite.id di salah sebuah hotel berbintang di bilangan Mangga Besar - Jakarta Pusat, Kamis malam, 28 September 2023. Ridwai berada di Jakarta dalam rangka undangan Bimtek Anggota Legislatif PDI Perjuangan dan Rakernas IV partai itu.
“Jalan dari depan Rumah Sakit HIS ke Melak dan Sekolaq Darat itu jalan provinsi. Jalan ini rusak berat maupun ringan tapi kami belum bisa anggarkan karena itu kewenangan provinsi. Kalau kami anggarkan malah jadi temuan BPK,” tukas Ketua DPRD Kubar ini.
Ridwai menyebutkan jalan-jalan yang rusak itu meresahkan masyarakat. Sehingga mereka menumpahkan kekesalan kepada pemerintah kabupaten maupun DPRD setempat.
Sementara pemerintah daerah tidak bisa asal menggunakan anggaran, jika bukan kewenangannya.
“Makanya banyak kritik di media sosial, media masa bahkan ada yang mau demo karena jalan rusak. Tapi setelah mereka tahu bahwa itu kewenangan provinsi dan pusat akhirnya tidak jadi demo,” ungkapnya lagi.
Tetapi karena kewenangan perizinan ada di pusat maka pemerintah daerah hanya bisa melaporkan.
“Kita miris dengan angkutan batu bara dan sawit. Ditutup kan tidak mungkin juga, karena itu keputusan dari pusat dan juga berdampak pada ekonomi. Tetapi harusnya mobil yang mengangkut batu bara dan sawit itu tonasenya harus diukur. Sehingga tidak merusak jalan kita yang masuk jalan kelas 3,” sambungnya.
Perlu sebuah solusi integral untuk memecahkan persoalan jalan di Kutai Barat ini, antara lain mungkin pengalihan status kewenangan jalan nasional tersebut diturunkan menjadi jalan propinsi, sehingga bisa langsung ditangani gubernur, demikian Ridwai mengakhiri perbincangan dengan kolumnis Uwrite.id. (*)
Tulis Komentar