Jamaah An Nadzir Lebih Dahulu Jalani 10 Dzulhijjah 1445 H
Uwrite.id - Gowa, Sulawesi Selatan - Umat Islam di berbagai belahan dunia merayakan Idul Qurban dengan penuh suka cita. Namun, ada yang unik dari Jamaah An Nadzir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mereka melaksanakan Shalat Ied dalam rangka Idul Qurban 1445 H satu hari lebih awal dibandingkan dengan ketetapan sidang isbat nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Bagi Jamaah An Nadzir, perbedaan ini bukanlah hal baru. Mereka menetapkan Hari Raya Idul Qurban secara independen berdasarkan metodologi dan data yang mereka percaya akurat dan valid.
Menurut Ust Samiruddin Pademmui, pemimpin Jamaah An Nadzir, penentuan tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan melalui pengamatan tanda-tanda alam dan bulan, serta didukung oleh teknologi dan ilmu pengetahuan modern yang mereka miliki.
"Kami menetapkan 10 Dzulhijjah berdasarkan metodologi khusus yang kami anut. Ini melibatkan ajaran dari guru-guru kami serta observasi ilmiah," tukas Ust Samiruddin.
Shalat Ied yang dilaksanakan oleh Jamaah An Nadzir bertempat di Masjid Baitul Muqaddis, Pondok An Nadzir, Kampung Mawang, Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa.
Dalam tiap-tiap pelaksanaan ibadah, Ust Samiruddin senantiasa menyerukan kepada jamaahnya untuk saling menghargai perbedaan dan menunjukkan rasa hormat terhadap pandangan yang berbeda terkait penentuan hari besar Islam.
"An Nadzir ini 'kan didahului dengan datangnya satu figur ulama yang kami panggil dengan Abah. Beliau dikenal dengan KH Syamsuri Abdul Majid dan bergelar Syekh Imam Muhammad Al-Mahdi Abdullah. Beliau memberikan suatu ajaran bagi kami," jelas Ust Samiruddin.
Jamaah An Nadzir memang terkenal sering menetapkan hari besar Islam seperti 1 Ramadan dan 1 Syawal dengan cara yang berbeda, sehingga menjadi perhatian publik setiap kali menjelang penentuan hari-hari tersebut.
Kendati berbeda dari segi penentuan waktu, hal ini tidak membuat jamaah merasa terganggu dalam Ukhuwah Islamiyah dengan sesama umat Muslim lainnya di Indonesia.
"Perbedaan yang kami yakini selama ini tidak menimbulkan kerenggangan ataupun keretakan ukhuwah. Justru, kami selalu mengedepankan persatuan dan saling menghargai," tambah Ust Samiruddin.
Dalam kesempatan tersebut, Ust Samiruddin juga menekankan pentingnya menghilangkan sifat-sifat negatif dalam perayaan Hari Idul Qurban. Dirinya mengajak seluruh jamaah dan umat Islam pada umumnya untuk menjaga solidaritas nasional dan mengutamakan nilai-nilai kebersamaan.
Metodologi penentuan 10 Dzulhijjah di kalangan Jamaah An Nadzir juga digunakan untuk menetapkan 1 Ramadan dan 1 Syawal. Proses ini melibatkan pengamatan cermat terhadap tanda-tanda alam dan bulan sebelum mengeluarkan keputusan resmi, yang tentunya selalu merujuk kepada hasil isbat kelompok ini.
Pada hari pelaksanaan Shalat Ied, suasana Masjid Baitul Muqaddis dipenuhi jamaah yang khusyuk melaksanakan ibadah dan merayakan Idul Qurban dengan penuh kebahagiaan. Dengan saling menghargai dan menghormati, Jamaah An Nadzir membuktikan bahwa perbedaan dalam penentuan hari besar tidak menghalangi kebersamaan dan ukhuwah yang erat antar sesama Muslim. (*)
Tulis Komentar