Isradi Sekjen Forum Rektor PII: Lebih Tepat Kampus Masuk ke Konsultansi dan Inspeksi Ketimbang Diberi Hak Kelola Tambang

Uwrite.id - Balikpapan - Isu kental yang menguat dalam dua pekan terakhir terkait rencana otoritas ESDM di tanah air melimpahkan amanah pengelolaan sebagian tambang ke institusi Perguruan Tinggi, memancing reaksi pihak kampus. Tidak sedikit petinggi kampus yang menyambut gembira dan welcome, tetapi ada pula yang menolak mentah-mentah dengan berbagai pertimbangan logis. Di samping juga, ada yang berpikiran moderat.
Salah satu sosok yang mengkritisi rencana pemberian amanah tersebut adalah Sekjen Forum Rektor PII Isradi Zainal, yang juga Rektor Universitas Balikpapan. Beliau cenderung berharap agar Perguruan Tinggi justru dilibatkan turut serta sebagai bagian yang terlibat mengawasi tambang, alih-alih difungsikan mengelola tambang.
Rektor Isradi Zainal yang memiliki pengalaman bisnis di sektor konsultasi di dunia tambang dan migas dengan menjadi Insinyur Profesional, Ahli K3 dan Auditor Sistem Manajemen itu kepada Uwrite.id, Jumat (31/01), menyampaikan sejumlah catatan sehubungan dengan pemberian amanah pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi.
Isradi yang juga Deputi Ketua Umum PII Bidang Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, meminta agar kampus tidak dijadikan sebagai pengelola tambang.
“Mengapa kampus tidak dijadikan saja sebagai bagian yang ikut mengawasi pelaksanaan operasional tambang? Tentu saja ini positif karena integritas kalangan kampus diperlukan dalam hal itu,” demikian Isradi menyebut rinci.
"Dengan demikian, harapannya ke depan akan mencegah kerusakan alam dan lingkungan. Dan pula, kampus bisa menjadi bagian pemanfaat tambang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," usul tokoh yang aktif di berbagai organisasi profesi itu.
Kampus selayaknya cukup terlibat berbisnis tambang pada sisi jasa konsultasi, supervisi, inspeksi, training, supplier dan juga man power supply.
Isradi menampik jika dikatakan semua kampus tidak bakalan mampu bergerak di bidang tambang.
"Yang saya maksudkan, tidak salah perguruan tinggi turut terjun di bisnis tambang. Namun, seharusnya di bidang-bidang konsultasi, supervisi, inspeksi, training, supplier dan juga man power supply," koreksi beliau.
"Ini pun akan memberi profit bagi kampus, milyaran hingga puluhan milyar," selorohnya lagi
Pendapat Isradi, apabila semua kampus diamanahkan mengelola tambang, dalam praktiknya nanti akan ada kampus yang tidak begitu mempunyai kesiapan. Kendati, ide pemberian itu asal-muasalnya adalah prakarsa baik pemerintah yang bertujuan memperbaiki sisi keuangan operasional perguruan tinggi di Indonesia yang pada umumnya memiliki keterbatasan.
"Memang, jika kita melihat pembanding yakni kesuksesan kampus-kampus mancanegara dalam ikut mengelola tambang, itu ada benarnya. Jika pun telah ada contoh kampus-kampus di mancanegara yang ikut berkecimpung mengelola tambang, namun itu tidak begitu saja bisa diadopsi di negara kita," ulas Isradi. Sebagaimana diketahui, kampus kenamaan dunia seperti McGill University, Kanada dan Curtin University, Australia turut serta involve pada tambang di negaranya.
Isradi mengatakan, pengelolaan tambang oleh kampus perlu disesuaikan dengan undang-undang yang ada dan kemampuan kampus-kampus di negeri ini. “Kampus luar negeri mungkin saja mereka mengelola tambang, tapi yang menjadi pondasi dari apa yang mereka dapatkan itu bukan previledge atas undang undang. Melainkan, itu karena visi bisnis yang brillian pada mereka!” ungkapnya.
Perguruan tinggi di Indonesia, menurut Isradi, masih perlu didorong untuk menjadi kampus terbaik di ASEAN dan Asia. Perguruan tinggi masih harus fokus dalam tugas mulianya meningkatkan mutu SDM.
"Kampus lebih pas dilibatkan dalam pengawasan untuk pencegahan kerusakan alam dan lingkungan maupun dalam bentuk pemanfaatan tambang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," tukasnya lagi.
Pengelolaan tambang diyakini memerlukan investasi cukup besar, pengelolaan tambang bersifat padat karya, padat risiko, dan merusak alam lingkungan. Apabila memang kampus diberikan amanah negara turut mengelola tambang untuk tujuan ketercukupan dana operasional kampus, sangat tidak tepat, tandasnya.
"Perguruan Tinggi sudah sepantasnya menghimpun pendanaan aktivitas akademik melalui bisnis-bisnis yang masih sejalan dengan fungsinya. Yang dimungkinkan bagi Perguruan Tinggi adalah menggarap jasa guest host, penginapan dan jasa lainnya," ungkap Isradi.
"Kebijakan mendorong kampus mengelola tambang hanya akan menimbulkan gap antarkampus. Hal ini dikarenakan, tambang yang dikelola cuma menguntungkan kampus-kampus tertentu," imbuh Isradi.
Isradi menambahkan, prioritas ini tentunya akan lebih baik, apabila amanah itu diberikan kepada kampus yang daerahnya memiliki tambang dan diberi ruang untuk bekerjasama dengan BUMD setempat dan BUMN.
Hal yang juga disampaikan Sekjen Forum Rektor PII, yang juga Deputi Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) 2024-2027, Isradi Zainal adalah kecenderungan Perguruan Tinggi di daerah tambang hanya menerima ampas semata.
"Andai pun kebijakan mengolah tambang jadi dilaksanakan, harus dipastikan bahwa kampus dan daerah yang memiliki tambang jangan cuma mendapat ampasnya saja," tuturnya.
Masing-masing Perguruan Tinggi berbeda-beda dalam kapasitas Sumberdaya Manusia yang dimiliki, sarana prasarana laboratorium, peralatan, dapur kerja atau workshop-nya, trainer-nya, sarana pengelolaannya dan lain sebagainya.

Kampus yang kuat dan siap dalam segi fasilitas pengelolaan tambang akan semakin memperoleh manfaat, sedangkan kampus yang kurang berdaya malah akan kian tertinggal dengan kampus-kampus besar yang siap tadi.
Pemberian Hak Kelola Tambang bagi Perguruan Tinggi juga dirasa Isradi kurang selaras dengan konstitusi UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4. Yang mana, di sana tertera kewajiban negara mengalokasikan minimal 20% anggaran untuk pendidikan. Dana pengembangan pendidikan tinggi sudah sewajarnya tetap diambilkan dari APBN.
"Selain itu, rencana kebijakan ini kurang sejalan dengan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan tinggi. Ditambah juga, hal itu agaknya kurang seirama dengan kebijakan presiden terkait Ketahanan Air dan Ketahanan Energi," singgungnya.
Penutup dan Kesimpulan
Pada akhirnya, beliau kembali menyimpulkan bahwa kampus sebaiknya tidak dijadikan sebagai pengelola tambang. Akan lebih sesuai, jika kampus menjadi bagian yang mengawasi pelaksanaan operasional tambang, dari hilir ke sisi produksi. Pengawasan itu meliputi sisi pencegahan kerusakan alam dan lingkungan maupun sisi pemanfaat tambang (hulu) untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Kalaupun nantinya ada kampus yang berminat mengelola tambang, tidak perlu dengan mekanisme revisi undang-undang, melainkan cukup lewat mekanisme bisnis pada umumnya. Di mana, setiap warga negara atau institusi berhak untuk menyelenggarakan bisnis yang mereka inginkan,” pungkas rektor. (*)
Tulis Komentar