Ini SKSG UI dan Bahlil Lahadalia di Mata Akademisi
Uwrite.id - Jakarta - Promosi Doktor Bahlil Lahadalia di Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) menimbulkan polemik. Meski begitu, di mata akademisi, promosi tersebut masih sesuai jalur.
Dr. Teguh Dartanto, S.E., M.E., seorang akademisi yang menjadi co-promotor saat promosi doktor Bahlil, menyatakan bahwa para pengkritik seharusnya memiliki kemampuan berpikir kritis terhadap suatu fenomena, selalu memverifikasi fakta, dan mencari informasi dari sumber aslinya.
Menurut Teguh, masuknya Bahlil ke SKSG UI dengan mengambil jalur riset sesungguhnya sudah sesuai aturan. Terlebih dua pertanyaan penelitian yang memotivasi BL untuk program doktoral di SKSG UI yakni pertama apakah kebijakan hilirisasi nikel yang dikerjakan saat ini secara akademik benar/tepat (evidence-based policy)?, dan kedua jika kurang tepat apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kebijakan hilirisasi membawa manfaat yang lebih besar?
Pada bidang ini, Bahlil menurut Teguh memiliki kewenangan membuat dan merubah kebijakan hilirisasi, sehingga jawaban atas dua pertanyaan ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kebijakan hilirisasi di masa depan.
"Selain itu, Bahlil juga memiliki privilege akses informasi, data, dan sumber daya untuk melakukan penelitian ini jauh sebelum mendaftar kuliah. Dalam konteks saat ini seperti akreditasi AACSB (akreditasi internasional terkemuka sekolah bisnis yang dimiliki FEB UI), memiliki mahasiswa dan disertasi seperti ini akan sangat bermanfaat untuk societal impacts," jelas Teguh.
Selama proses penelitian, Teguh menjelaskan bahwa tim promotor yang terdiri dari Prof. Chandra Wijaya (FIA), dirinya (FEB), dan Athor Subroto (SKSG/FEB) sering terlibat dalam diskusi dan debat terkait arah penelitian, metodologi, serta cakupan kajian yang dilakukan.
Teguh juga menyebutkan bahwa selama riset, ia meminta Bahlil untuk turun langsung ke lapangan, berinteraksi dengan masyarakat di Morowali dan Weda Bay (Halmahera Tengah), serta berdiskusi dengan para pemangku kepentingan. Teguh sendiri turut mengawasi Bahlil di lapangan untuk memastikan bahwa prosedur dan pedoman wawancara diikuti dengan baik.
Untuk melihat perspektif global terkait kebijakan industrialisasi/hilirisari, TD juga meminta BL untuk melakukan wawancara dengan para ahli kebijakan industrialiasi dan hilirisasi di Korea (Ha-Joon Chang-SOAS University of London), Tiongkok (Justin Lin-Peking University) dan Amerika Serikat (Dani Rodrik, Harvard University). Teguh mengikuti proses wawancara online memastikan semua pertanyaan dalam panduan wawancara dijalankan.
"Wawancara ahli internasional menambahkan theoretical framework mengenai developmental state dalam proses industrialisasi dimana tanpa ada intervensi pemerintah maka hilirisasi/industrialisasi sulit terjadi sehingga ada broken ladder," katanya.
Terlebih Bahlil juga memenuhi syarat administratif berdasarkan Peraturan Rektor No. 26/2022 pasal 20 dimana 'Masa Studi Program Doktor dijadwalkan untuk 6 (enam) Semester dan dapat ditempuh paling sedikit dalam 4 (empat) Semester atau paling lama 10 (sepuluh) Semester.' Bahlil menurutnya telah menempuh 4 semester: Genap 2022/2023, Ganjil 2023/2024, Genap 2023/2024, dan Ganjil 2024/2025.
"Terkait isu kualitas bisa diperdebatkan tetapi penguji luar Prof. Didik Rachbini (Universitas Paramadina), Prof. Arif Satria (IPB University), Prof. Kozuke Mizuno (Kyoto University) dan penguji internal UI bukanlah orang-orang yang bisa dibeli untuk meluluskan disertasi Bahlil," tegasnya.
"Mengenai kewajaran masa studi, kasus yang sama, FEB UI tahun 2004 pernah meluluskan Doktor Sugeng Purwanto dengan masa studi 13 bulan 26 hari (Rekor MURI Doktor tercepat)," tambahnya lagi.
Apalagi kualitas pendidikan di SKSG UI tetap terjaga ketat karena setiap penelitian harus memiliki tingkat kemiripan yang sangat kecil, yakni di bawah 10 persen.
Calon lulusan diharuskan mempublikasi penelitiannya tersebut. Bagi S2 penelitian harus dipublikasi di jurnal yang terakreditasi minimal Science and Technology Index (Sinta) 5. Sementara untuk S3 diharuskan untuk menerbitkan penelitiannya di jurnal dengan minimal akreditasi Sinta 2 atau Scopus minimal Q3.
Di sisi lain, Dosen Antropologi Fisipol Universitas Hasanuddin (Unhas) yang juga lulusan Universitas Indonesia, Dr. Tasrifin Tahara, M.Si juga menilai Bahlil Lahadalia berhak menyandang gelar Doktor dengan predikat cum laude. Karena dalam konteks ini Bahlil tergolong mahasiswa yang mengikuti rangkaian proses akademik yang baik dan disiplin.
Lebih jauh, Teguh menekankan bahwa program SKSG UI, sebagai jalur pendidikan berbasis riset, memiliki prosedur perkuliahan yang ketat dalam meluluskan mahasiswa, tanpa memandang latar belakang calon mahasiswa.
“Saya yakin mahasiswa dalam hal ini Bahlil telah melewati semua tahapan perkuliahan dengan baik mulai dari proses reviuew literatur, penyusunan proposal disertasi tahapan seminar proposal dan konsultasi yang intensif dengan promotor dan co-promotor, seminar proposal disertasi, tahapan penelitian lapangan, analisa data, penulisan disertasi, seminar hasil hingga ujian terbuka (promosi),” ujar Tasrifin Tahara.
“Apa ada yang salah dalam proses yang dilalui? Saya kira setiap program studi memiliki quality control dan mekanisme dalam penyelenggaraan studi,” jelasnya.
Tasrifin mengungkapkan, Bahlil termasuk mahasiswa yang aktif dan sangat dekat dengan tema disertasi yang dia tulis, termasuk kedekatan dengan informan dan akses terhadap data penelitian hingga penyusunan laporan penelitian untuk menghasilkan disertasi.
Menurutnya, durasi studi mahasiswa biasanya terhambat oleh berbagai kendala yang muncul selama proses penelitian dan penyusunan disertasi.
“Jika mahasiswanya displin dan rajin maka prosesnya akan cepat menyelesaikan studi. Dan Bahlil termasuk dalam kategori mahasiswa yang disiplin. Jadi menurut saya sangat wajar jika Bahlil bisa menyelesaikan studi dalam waktu yang cepat atau empat semester,” pungkasnya.
Tulis Komentar