Impor 2 Juta Sapi untuk Program Makan Bergizi Gratis: Antara Janji dan Realitas

Peristiwa | 10 Jan 2025 | 23:21 WIB
Impor 2 Juta Sapi untuk Program Makan Bergizi Gratis: Antara Janji dan Realitas
Foto: ABC Australia

Uwrite.id - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) berencana mengimpor hingga 2 juta sapi hidup untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan ini memunculkan beragam tanggapan, terutama terkait komitmen pemerintah untuk memberdayakan produk dalam negeri.  

Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, mengungkapkan bahwa impor sapi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu yang melonjak akibat pelaksanaan program tersebut. Ia menegaskan bahwa produksi nasional tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ini.

"80 persen susu yang kita minum itu impor. Makanya Kementan inisiasi mendatangkan induknya dari luar negeri," ujar Sudaryono dikutip dari Idxchannel.com, Selasa (31/12/24).  

Impor ini direncanakan dimulai pada 2025 dengan rincian 200 ribu ekor sapi perah dan pedaging setiap tahunnya. Target akhir hingga 2029 adalah 1,2 juta ekor sapi perah dan 800 ribu ekor sapi pedaging, dengan negara asal seperti Brasil. Proyek ini melibatkan 60 perusahaan swasta tanpa menggunakan dana APBN dan dijalankan dalam skema Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Kita akan mendatangkan sapi dari negara-negara seperti Brasil, yang memiliki iklim tropis serupa dengan Indonesia dan populasi sapi yang besar,” ujar Sudaryono.

"Skemanya diajukan jadi PSN, ini banyak manfaatnya dan keringanan agar memudahkan pengusaha untuk investasi, kalau (lahan) di Jateng seperti di Blora," tambahnya.

Janji Presiden Tentang Kedaulatan Pangan

Namun, kebijakan ini tampak bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo sebelumnya. Menurut Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, Presiden menegaskan bahwa bahan pangan untuk program Makan Bergizi Gratis harus berasal dari dalam negeri demi menggerakkan ekonomi pedesaan.

"Arahan Presiden ini harus bahan bakunya dari Indonesia, dari desa, sehingga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat, bukan impor," ujar Budi Arie, Jumat (3/1/25).  

Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, juga menyebutkan bahwa desa-desa siap menyuplai bahan baku untuk program ini. Ia mencontohkan adanya desa-desa dengan komoditas unggulan seperti padi, jagung, ikan nila, dan melon.

"Jadi kita akan menyukseskan makan siang bergizi. Ya (menyuplai) untuk makan siang bergizi. Jadi kita tadi arahan Bapak Presiden, makan siang bergizi itu melalui kerja sama dengan Koperasi, BUMDes, itu seharusnya sepatutnya bahan bakunya dari desa," tutur Yandri.

Langkah impor ini memunculkan pertanyaan besar: apakah kebijakan ini merupakan solusi jangka panjang atau justru menciptakan ketergantungan baru pada impor? Komitmen pemerintah untuk memberdayakan desa dan ekonomi lokal dipertanyakan ketika skema besar seperti ini melibatkan perusahaan swasta dan bahan baku impor.

Kebijakan ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam menyelaraskan visi pemerintah untuk meningkatkan gizi masyarakat sekaligus menggerakkan perekonomian lokal. Tanpa langkah konkret untuk memberdayakan peternak dan koperasi desa, program ini berisiko hanya menjadi proyek yang menjanjikan yang bertentangan dengan janji kemandirian pangan.

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar