Haidar Alwi: Gas Aceh 4,68 Miliar BOE Harus untuk Rakyat

Lingkungan Hidup | 12 Jun 2025 | 23:32 WIB
Haidar Alwi: Gas Aceh 4,68 Miliar BOE Harus untuk Rakyat

Haidar Alwi: Temuan Gas Setara Minyak di Aceh Harus Sejahterakan Rakyat.

R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, serta Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB, meluruskan pemberitaan publik terkait temuan cadangan energi di lepas pantai Aceh. Ia menegaskan bahwa informasi yang menyebut Aceh memiliki cadangan minyak hingga 4,68 miliar barel adalah tidak akurat. Temuan tersebut adalah gas alam dalam jumlah sangat besar, yang nilai energinya dikonversi ke satuan minyak sebagai barrel of oil equivalent (BOE), bukan minyak mentah dalam bentuk cair.

“Benar ada temuan raksasa, tapi bukan minyak mentah seperti yang dibayangkan publik. Ini adalah gas, dan publik harus mendapatkan informasi yang jujur dan ilmiah,” kata Haidar Alwi.

Gas Super Raksasa di Laut Aceh.

Penemuan terjadi di Blok South Andaman, sekitar 100 kilometer lepas pantai Aceh dan Sumatera Utara. Pada Desember 2023, Mubadala Energy, perusahaan migas asal Abu Dhabi, mengumumkan hasil pengeboran sumur Layaran-1 yang mengandung lebih dari 6 TCF (trillion cubic feet) gas-in-place. Selanjutnya, pada Mei 2024, pengeboran sumur Tangkulo-1 menambah sekitar 2 TCF, sehingga total potensi gas diperkirakan mencapai 8 hingga 10 TCF.

Angka 4,68 miliar barel yang disebut dalam sejumlah media berasal dari konversi energi gas ke satuan BOE, metode standar industri untuk membandingkan potensi energi gas dan minyak. Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, menyebut temuan ini sebagai “cadangan gas terbesar di Asia Tenggara dalam dekade terakhir”.

“Kita harus presisi. Ini gas dalam jumlah besar, bukan minyak. Tapi setara energi dengan miliaran barel minyak, itu yang perlu diluruskan,” jelas Haidar Alwi.

Rakyat Pesisir Harus Jadi Penerima Manfaat Utama.

Menurut Haidar Alwi, yang lebih penting dari besarnya angka adalah bagaimana hasil temuan ini benar-benar dirasakan oleh rakyat Aceh. Ia menyoroti daerah-daerah seperti Simeulue, Pulo Aceh, Aceh Jaya, dan Sabang yang hingga kini masih tertinggal dari sisi pendidikan, infrastruktur, dan kesejahteraan dasar.

“Jangan sampai masyarakat di atas perut bumi kaya energi justru hidup dalam kemiskinan dan ketidakadilan sosial,” tegas Haidar Alwi.

Ia mengusulkan lima langkah konkret:

1. Dana Bagi Hasil Pro-Rakyat, transparan dan menyasar layanan dasar.

2. CSR Wajib dan Terukur dari semua kontraktor energi.

3. Pendidikan vokasi migas dan kelautan bagi pemuda lokal.

4. Kontrak Berbasis Indeks Kesejahteraan (KBIK).

5. Lembaga Pengawasan Independen dari masyarakat sipil dan akademisi.

Peran Strategis Alumni ITB dan Insinyur Energi.

Sebagai Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB, Haidar Alwi menegaskan pentingnya peran lulusan ITB dalam mengawal proyek strategis seperti ini. Ia menyebut bahwa insinyur Indonesia harus tidak hanya kompeten dalam hal teknis, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan keadilan sosial dalam setiap proyek energi.

“Alumni ITB tersebar di sektor energi, geologi, perencanaan, hingga teknologi eksplorasi. Ini saatnya bukan hanya menyumbang inovasi, tapi memastikan keberpihakan pada rakyat,” ujar Haidar Alwi.

Ia juga mengingatkan bahwa Aceh adalah wilayah otonomi khusus yang memiliki sejarah panjang perjuangan dan hak atas pengelolaan sumber daya alam secara adil.

“Aceh bukan ladang tambang biasa. Ia menyimpan luka sejarah dan harapan besar. Kalau proyek ini gagal membawa manfaat ke rakyat, maka itu bentuk pengkhianatan terhadap semangat perdamaian dan otonomi,” pungkas Haidar Alwi.

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar