Haidar Alwi dan Kabuyutan Gegerkalong Wujudkan Lumbung Padi Cianjur untuk Ketahanan Pangan Prabowo

Uwrite.id - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care (HAC) dan Haidar Alwi Institute (HAI), bersama Kabuyutan Dayeuhluhur Gegerkalong, tengah mematangkan rencana pembangunan lumbung padi di Cianjur. Rencana ini berangkat dari amanat leluhur dan kearifan lokal masyarakat adat yang terbukti mampu menjaga cadangan pangan selama puluhan tahun. Dengan dukungan delapan kepala desa serta sinergi Rakyat Bantu Rakyat (RBR) dan Pakarang Adat Cianjur, tahap awal dipersiapkan pembangunan lumbung berkapasitas 11 ton gabah per unit.
Haidar Alwi menekankan bahwa inisiatif ini bukan hanya program lokal, melainkan bagian dari strategi nasional yang selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto. Ketahanan pangan, menurutnya, harus dikelola dari desa agar bangsa tidak lagi bergantung penuh pada mekanisme pasar yang rentan gejolak.
“Ketahanan pangan tidak boleh hanya menjadi jargon pembangunan, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk nyata yang menyentuh rakyat desa. Rencana lumbung padi Cianjur ini adalah contoh bagaimana amanat leluhur, kearifan adat, dan visi nasional Presiden Prabowo Subianto bisa bertemu dalam satu titik yang sama: menjaga perut rakyat tetap kenyang dan masa depan bangsa tetap berdiri tegak di atas kaki sendiri,” tegas Haidar Alwi.
Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa proyek lumbung padi bukan sekadar gagasan kultural, tetapi jalan konkret untuk menjawab ancaman krisis pangan. Dari sini, penting untuk melihat bagaimana tradisi leluhur memberi inspirasi dan menjadi landasan praktis bagi rencana besar ini.
Amanat Leluhur dan Tradisi Leuit
Amanat Prabu Siliwangi yang menyinggung kemarau panjang tujuh tahun sudah menjadi cerita turun-temurun di tanah Sunda. Cerita itu senada dengan kisah Nabi Yusuf a.s. dalam Al-Qur’an, ketika Mesir mampu bertahan menghadapi bencana kekeringan berkat perintah untuk menyimpan gandum di lumbung. Dua warisan narasi ini kini terasa semakin relevan di tengah ancaman krisis iklim dan instabilitas pangan dunia.
Masyarakat Adat Ciptagelar hingga kini masih teguh menjaga tradisi membangun leuit. Bagi mereka, leuit bukan hanya gudang beras, melainkan simbol kemerdekaan pangan. Dari puluhan lumbung yang mereka miliki, lahir keyakinan bahwa mereka sanggup bertahan hingga setengah abad tanpa harus takut kelaparan.
Model kearifan lokal inilah yang ingin ditransformasikan oleh Kabuyutan Gegerkalong dan Haidar Alwi ke dalam skema pembangunan lumbung di Cianjur. Dengan kapasitas 11 ton gabah per unit, tahap awal delapan lumbung dapat menyimpan 88 ton gabah. Setelah dikonversi, jumlah itu setara dengan 57 ton beras yang bisa dibagikan kepada ribuan keluarga pada saat dibutuhkan.
Informasi teknis ini menegaskan bahwa warisan adat tidak berhenti pada simbol, melainkan dapat diterjemahkan menjadi strategi nyata yang mendukung ketahanan pangan. Dari uraian inilah kemudian muncul perhitungan rinci tentang kapasitas dan skala pembangunan lumbung yang bisa menjadi inspirasi nasional.
Hitung-Hitungan Kapasitas dan Skala Cianjur
Rencana lumbung padi ini bukan sekadar romantisme adat, melainkan perhitungan realistis yang bisa diuji. Satu lumbung berkapasitas 11 ton gabah menghasilkan sekitar 7,15 ton beras dengan rendemen rata-rata 65 persen.
Tahap awal dengan delapan lumbung berarti tersimpan 88 ton gabah atau sekitar 57 ton beras. Jumlah ini setara dengan 5.700 paket beras ukuran 10 kilogram, atau 11.400 paket ukuran 5 kilogram. Dalam kondisi darurat, angka ini bisa menopang ribuan keluarga di wilayah tertentu.
Jika rencana diperluas menjadi 100 lumbung, cadangan yang tersedia mencapai 1.100 ton gabah atau 715 ton beras. Jumlah ini setara dengan 71.500 paket beras 10 kilogram. Bila dikembangkan hingga 300 lumbung, cadangan mencapai 3.300 ton gabah atau 2.145 ton beras. Ini berarti 214.500 paket beras 10 kilogram, cukup untuk menopang sekitar 30.000 keluarga selama lebih dari tujuh bulan dengan skema distribusi yang terukur.
Biaya pembangunan satu lumbung berkisar Rp60 hingga Rp100 juta, tergantung material dan desain. Dengan asumsi Rp80 juta per lumbung, maka 100 lumbung memerlukan Rp8 miliar, sementara 300 lumbung membutuhkan Rp24 miliar. Jika biaya itu dibagi ke dalam umur teknis lumbung yang mencapai belasan tahun, investasi ini sangat masuk akal dibandingkan manfaat jangka panjang yang dihasilkan.
Hitung-hitungan ini menunjukkan bahwa rencana Kabuyutan Gegerkalong dan Haidar Alwi bukan sekadar simbolis. Ia benar-benar bisa menjadi tameng pangan rakyat ketika harga melonjak, panen terganggu, atau terjadi bencana. Dari perhitungan inilah, pembahasan dapat mengalir kepada bagaimana rencana ini ditempatkan dalam kerangka program nasional Presiden Prabowo.
Sinergi dengan Ketahanan Pangan Prabowo Subianto
Presiden Prabowo Subianto telah berulang kali menekankan pentingnya kedaulatan pangan sebagai pilar kedaulatan bangsa. Pemerintah pusat melalui Bulog dan Kementerian Pertanian sudah bekerja keras mengamankan pasokan. Namun, Haidar Alwi menilai upaya pusat perlu diperkuat dengan inisiatif rakyat berbasis adat dan desa.
Kabuyutan Gegerkalong dengan dukungan Haidar Alwi Care, Haidar Alwi Institute, dan Rakyat Bantu Rakyat, menawarkan model buffer pangan mikro yang melengkapi cadangan nasional. Jika Bulog adalah benteng besar, maka lumbung desa adalah pos jaga yang lebih dekat dengan rakyat. Dengan sistem leuit, petani bisa menitipkan gabah, desa memiliki cadangan bersama, dan pemerintah memiliki data riil stok pangan hingga ke akar rumput.
“Rencana leuit Cianjur bukan sekadar proyek desa, tetapi simbol bagaimana rakyat mendukung negara. Dari Kabuyutan Gegerkalong hingga istana negara, pesan yang kita kirimkan jelas: kami mendukung penuh Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan ketahanan pangan yang mandiri, berdaulat, dan berpihak pada rakyat kecil,” jelas Haidar Alwi.
Pernyataan itu menegaskan sinergi antara rakyat dan pemerintah. Ketahanan pangan bukan hanya soal teknis produksi, tetapi juga soal kepercayaan, gotong royong, dan keberanian untuk kembali pada akar tradisi yang memberi kekuatan.
Dari Rencana Menuju Gerakan Nasional
Rencana pembangunan lumbung padi di Cianjur yang dimotori Kabuyutan Gegerkalong bersama Haidar Alwi Care, Haidar Alwi Institute, Rakyat Bantu Rakyat, dan Pakarang Adat Cianjur masih dalam tahap pematangan. Namun arah yang dituju sangat jelas: membangun cadangan pangan berbasis adat dan gotong royong untuk mendukung program nasional Presiden Prabowo.
Jika rencana ini berhasil diwujudkan, Cianjur bisa menjadi contoh bagi kabupaten lain. Dengan 300 lumbung saja, Cianjur mampu mengamankan lebih dari 2.000 ton beras cadangan. Bayangkan jika pola ini direplikasi ke seluruh Jawa Barat, bahkan ke seluruh Indonesia.
Inilah jalan kemandirian bangsa. Dari amanat leluhur Prabu Siliwangi, dari kisah Nabi Yusuf a.s., hingga visi modern Presiden Prabowo Subianto, semuanya bertemu dalam satu ikhtiar: perut rakyat Indonesia tidak boleh kosong.
“Indonesia emas tidak akan lahir dari kata-kata, melainkan dari rakyat yang berdaulat atas pangannya. Lumbung padi Cianjur adalah awal, Kabuyutan Gegerkalong adalah teladan, dan Prabowo Subianto adalah pemimpin yang memastikan semua ini menjadi nyata. Dari desa, dari rakyat, untuk Indonesia yang merdeka selamanya,” pungkas Haidar Alwi.
Tulis Komentar