Haidar Alwi: Adab Sayyidina Ali bin Abi Thalib Menguncang Arasy

Peristiwa | 09 Jul 2023 | 20:19 WIB
Haidar Alwi: Adab Sayyidina Ali bin Abi Thalib Menguncang Arasy

Uwrite.id - BSD city Tangerang, Haidar Alwi:

Sayyidina Ali merupakan anak dari Abdu Manaf, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Thalib (ayah Thalib). Thalib adalah anak paling tertua Abdu Manaf. Berbeda dengan kebiasaan petinggi kaum Quraisy lainnya, Abu Thalib memiliki kebiasaan khusus, yaitu tidak mengkonsumsi minuman keras. Ibunda Sayyidina Ali adalah Fatimah binti Asad ibn Hasyim. Dia tercatat sebagai wanita pertama dari Bani Hasyim yang menikah dengan pria Bani Hasyim pula. Sebelum itu telah menjadi kebiasaan bagi pria Bani Hasyim menikah dengan wanita Quraisy, yang bukan Bani Hasyim.

Di antara al-Khulafā al-Rāsyidīn, Sayyidina Ali ibn Abi Thalib yang hanya dikenal orang yang sangat cerdas dan pintar. Bahkan dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda:

أَنَا مَدِيْنَةُ العِلْمِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا

“Aku adalah kotanya ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya”.

Begitu istimewanya Sayyidina Ali, hingga ia diberi gelar “pintu kotanya ilmu.” Di samping itu, ia juga sering dimintai pendapat dan diajak bermusyawarah oleh Rasulullah karena kecerdasannya. Namun, sekalipun beliau tergolong sahabat Nabi yang cerdas, tapi akhlaknya jauh lebih tinggi daripada ilmunya.

Diceritakan di dalam kitab Qāmi’ al-Tughyān ‘alā Manẓūmāti Syu’ bi al-īmān karya Syaikh Muhammad ibn Umar Al-Jawi Al-Bantani, bahwa suatu hari ketika Sayyidina Ali ibn Abi Thalib ingin melaksanakan sholat berjamaah dengan Rasulullah di masjid, ia bergegas mempercepat langkahnya agar mengikuti seluruh rakaat sholat Fajar. Tapi, langkahnya terhenti di sebuah gang disebabkan di depannya ada seoranng yang sudah tua renta. Di saat itu Sayyidina Ali kebingungan apakah mau mendahului orang itu ataukah tetap berjalan di belakangnya, mengingat matahari sudah hampir terbit. Tapi karena kemuliaan sifatnya, Sayyidina Ali tidak mendahului demi memuliakan dan mengagungkan orang yang lebih tua darinya.

Alangkah terkejutnya Sayyidina Ali ketika hampir sampai di depan pintu masjid, orang tersebut tidak masuk masjid melainkan terus saja berjalan, kemudian Sayyidina Ali sadar bahwa dia adalah orang Nasrani. Lalu Sayyidina Ali langsung masuk ke dalam masjid dan melihat Rasulullah masih dalam keadaan rukuk, spontan beliau langsung melaksanakan sholat berjamaah dengan sempurna bersama Nabi.

Setelah selesai sholat berjamaah, para sahabat bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah mengapa engkau tadi sholat melakukan rukuk begitu lama? Biasanya engkau tidak seperti ini dan tidak pula kami juga rukuk seperti apa yang telah engkau ajarkan sekarang.”

Kemudian Rasulullah menjelaskan, “Ketika aku rukuk membaca subhāna robbī al-‘aẓīm dan ingin mengangkat kepala, tiba-tiba Jibril datang menghempaskan sayapnya di atas punggungku, jadinya aku menahan dan tidak bisa mengangkat kepalaku. Setelah sayap Jibril lepas dari punggungku, baru aku bisa melakukan i’tidal”. Tak ingin membuat penasaran, para sahabat masih bertanya, “Ada apa Jibril, kok sampai seperti itu?”

“Saya tidak bertanya mengapa ia melakukan ini kepadaku”, sabdanya.

Tak lama kemudian, Jibril pun datang dan menjelaskan, ”Wahai Muhammad, tadi Ali ingin sekali berjamaah bersamamu dengan sempurna, tapi di tengah jalan dia bertemu dengan orang Nasrani yang sudah tua,  dia tidak mau mendahuluinya dan dia juga tidak tahu bahwa orang itu adalah orang Nasrani. Namun, Ali memuliakannya dengan tetap berjalan di belakangnya karena usianya yang lebih tua darinya. Lalu Allah memerintahkan aku untuk menahanmu di waktu rukuk dengan sayapku, agar Ali bisa menyempurnakan sholat fajar bersamamu dan Allah juga memerintahkan Mikail untuk menahan matahari dengan sayapnya agar tidak segera terbit sebagai penghormatan kepada Sayyidina Ali akan adabnya yang begitu mulia.”

Begitulah kisah teladan yang dicontohkan Sayyidina Ali. Beliau memberi penghormatan kepada orang yang lebih tua, walaupun beda agama. Semangat beliau dalam mengikuti sholat berjamaah juga menjadi teladan untuk kita semua. Semoga kita dapat meniru akhlak terpuji para Rasul, Sahabat, dan Salafunassalih.

Islam telah mengajarkan umatnya adab dan tata krama kepada sesama manusia. Ini merupakan upaya agar terciptanya keharmonisan dan hubungan yang baik di antara mereka. Di antara adab yang diajarkan di dalam Islam adalah adab dalam menghormati orang yang lebih tua. Rasulullah telah mewanti-wanti pentingnya adab ini kepada umatnya. Rasulullah bersabda: “Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi orang muda di antara kami, dan tidak mengetahui kemuliaan orang-orang yang tua di antara kami,” (HR. At-Tirmidzy). 

Ternyata perilaku memuliakan orang tua juga termasuk upaya kita dalam mengagungkan Allah.

Dalam kesempatan lain, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, termasuk dari mengagungkan Allah adalah memuliakan seorang muslim yang sudah sepuh, seorang penghafal al-Quran, tanpa berlebih-lebihan atau bermudah-mudahan terhadapnya, dan memuliakan seorang penguasa yang adil.” (HR. Abu Dawud).

Dari kisah di atas setidaknya ada hikmah yang bisa kita jadikan teladan, yaitu bersabar menahan emosi dan keinginan kita. Jagalah hawa nafsu kita, jangan sampai menguasai tubuh kita. Kitalah yang seharusnya mengendalikan hawa nafsu. Di antara akhlak yang mulia adalah tidak mendahului orang yang lebih tua. Tidak mendahului maksudnya ialah mengutamakan mereka dan memberi kesempatan kepada mereka lebih dahulu. Demikianlah hendaknya seorang muslim memiliki perhatian terhadap adab ini, dan tidak meremehkannya.

Hendaknya kita menyadari bahwa orang yang menghormati orang lain terutama orang yang lebih tua darinya, maka pada dasarnya ia menghormati dirinya sendiri.

( IR. R. HAIDAR ALWI, MT ) 

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar