Gen+ Center: Membongkar Jalur Sogokan dalam Rekrutmen Polisi dan Solusi Nasional yang Independen.

Gen+ Center: Membongkar Jalur Sogokan dalam Rekrutmen Polisi dan Solusi Nasional yang Independen.
Oleh: Pendiri GEN+ Center (Generasi Esensial Nusantara).
Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini dan analisis kebijakan publik dari sudut pandang penulis. Tidak ditujukan untuk menyerang individu atau institusi tertentu, melainkan sebagai kontribusi terhadap upaya reformasi kelembagaan dan transparansi nasional.
Sogokan dalam proses rekrutmen polisi bukan lagi isu abu-abu. Di berbagai daerah, masyarakat sudah sangat familiar dengan istilah “jalur khusus”, “orang dalam”, atau “setoran sukses”. Tapi selama ini, kritik hanya mengendap dalam wacana. Belum ada mekanisme pembuktian yang terstruktur, dan belum ada keberanian nasional untuk menembus kedalaman masalah ini secara legal dan operasional.
Melalui tulisan ini, GEN+ Center mengajukan pendekatan baru dan berani:
Pembentukan lembaga intelejen sipil nasional yang independen untuk membongkar dan menertibkan praktik sogokan dalam rekrutmen aparatur negara, khususnya Polri.
1. Oknum dan Budaya Sogokan: Bukan Isu Biasa, tapi Akar dari Kerusakan Institusi.
Fenomena sogokan dalam seleksi Polri bukan hanya cerita dari satu dua orang. Ini pola yang berulang, dan melibatkan struktur yang kompleks:
- Oknum perwira aktif yang diduga memanfaatkan posisinya dalam panitia seleksi,
- Oknum Pensiunan atau Oknum dari pihak informal yang menjadi “penjamin kelulusan”,
- Oknum dari Lembaga pelatihan yang berperan dan yang menjanjikan kelulusan dengan tarif tertentu,
- Peserta yang, karena tekanan ekonomi atau obsesi karier, bersedia membayar ratusan juta rupiah.
Dampaknya bukan hanya soal tidak adilnya sistem, tapi lebih dalam:
- Kita mencetak penegak hukum yang sejak awal sudah tahu cara menyiasati sistem.
- Kita menyuburkan praktik “balik modal” setelah mereka dilantik.
- Kita menghancurkan moral generasi muda yang sebenarnya layak tapi kalah oleh uang.
Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini bentuk korupsi moral dan etika di titik paling awal karier kepolisian.
2. Pendekatan Intelejen Sipil: Metode Legal dan Efektif Menelusuri Jalur Sogokan.
GEN+ Center mengajukan solusi berbasis pemetaan intelejen dan investigasi publik berbasis sipil.
Inisiatif ini disebut LISANTRA (Lembaga Intelejen Sipil Nasional untuk Transparansi Rekrutmen Aparatur).
Tujuannya bukan menggantikan kewenangan internal Polri, tetapi melengkapi dengan kekuatan dari luar sistem yang bebas dari konflik kepentingan.
Metodologi Penelusuran Oknum Sogokan:
_1. Pemetaan Ekosistem Sogokan (Mapping)._
- Identifikasi oknum panitia yang gaya hidupnya tak sebanding gaji,
- Telusuri pola alumni yang lolos seleksi meski tidak unggul secara nilai,
- Petakan lembaga pelatihan atau komunitas yang menjanjikan “jalur instan”.
2. HUMINT (Human Intelligence).
- Tempatkan relawan intelejen sipil untuk menyusup ke kelompok pelatihan dan peserta,
- Gali informasi dari orang tua peserta yang gagal dan memiliki testimoni soal sogokan,
- Dapatkan rekaman, tangkapan layar, atau pengakuan informal dari jaringan internal.
3. Profiling Keuangan dan Audit Digital.
- Lacak transaksi tidak wajar di rekening panitia atau pensiunan yang sering disebut,
- Audit kepemilikan kendaraan, properti, dan pola hidup mewah dari oknum-oknum tertentu,
- Gunakan teknologi AI untuk menganalisa anomali skor hasil seleksi dari tahun ke tahun.
4. Operasi Khusus dan Audit Sosial.
- Lakukan sting operation terhadap oknum calo yang menjanjikan kelulusan,
- Kumpulkan testimoni tertulis maupun lisan dari alumni dan mantan panitia,
- Selenggarakan forum nasional tentang transparansi rekrutmen dengan melibatkan publik.
Metode ini bekerja senyap, legal, dan memiliki dampak jangka panjang karena membuka struktur gelap yang selama ini tak tersentuh.
Data dan hasil investigasi ini bisa dijadikan dasar rekomendasi pemecatan, revisi sistem seleksi, hingga rujukan pembentukan peraturan presiden.
3. Mengapa Harus Lembaga Independen? Bukan Sekadar Pembinaan Internal.
Internal Polri memiliki keterbatasan objektivitas dalam menindak oknum dari dalam tubuhnya sendiri. Harus ada lembaga pengawas eksternal dengan karakteristik berikut:
- Mandat dari Presiden, DPR, dan Komnas HAM,
- Diawasi oleh publik dan media, bukan hanya oleh internal kepolisian,
- Didukung oleh akademisi, ilmuwan data, dan pakar hukum,
- Memiliki sistem whistleblower nasional yang aman dan terenkripsi.
LISANTRA dapat:
Menampung laporan anonim dengan pendampingan LPSK,
Menganalisis data seleksi nasional secara forensik,
Menyusun laporan tahunan rekrutmen transparan,
Menjadi rujukan nasional reformasi seleksi ASN, Polri, dan TNI.
Tanpa lembaga seperti ini, praktik sogokan akan tetap menjadi rahasia umum yang diwariskan. Kita hanya akan menghasilkan institusi hukum yang dibangun dari kecurangan.
Negara Tak Boleh Bungkam, Masyarakat Tak Boleh Diam.
Jika hukum ditegakkan oleh mereka yang membeli jalurnya, maka hukum tidak lagi berfungsi sebagai alat keadilan, tapi sebagai alat transaksi.”
Reformasi kepolisian tidak bisa dimulai dari tengah. Ia harus dimulai dari ujung pangkal: rekrutmen. Jika titik masuknya saja sudah rusak, maka seluruh sistem di dalam akan tumbuh di atas fondasi yang busuk.
Melalui LISANTRA, kita punya peluang untuk memulihkan kepercayaan rakyat terhadap institusi hukum. Dan melalui keberanian sipil seperti ini, kita bisa menjaga agar yang berseragam bukan mereka yang menyogok, tapi mereka yang layak dan berintegritas.
GEN+ Center berdiri untuk mendobrak kepalsuan sistemik. Dan kami percaya: perubahan bukan dimulai dari yang kuat, tapi dari yang berani.
“Artikel ini tidak ditujukan untuk menyudutkan individu atau lembaga tertentu, dan tidak menggantikan proses hukum. Semua pendapat yang disampaikan bersifat opini berbasis kepentingan publik dan transparansi institusi.”
Tulis Komentar