Epidemiolog Beberkan Cara Cacing Masuk Tubuh, Tanggapi Kasus Tewasnya Bayi Karena Cacingan

Kesehatan | 22 Aug 2025 | 00:25 WIB
Epidemiolog Beberkan Cara Cacing Masuk Tubuh, Tanggapi Kasus Tewasnya Bayi Karena Cacingan
Menurut Wardi, kedua orang tua Raya diduga mengalami keterbelakangan mental sehingga kesulitan memberikan pengasuhan.

Uwrite.id - Melbourne - Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menjelaskan penyebab cacing seberat sekitar satu kilogram bisa ada di dalam tubuh anak. Belakangan, viral balita perempuan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang meninggal akibat mengalami cacingan.

Dicky mengatakan cacing bisa masuk ke tubuh manusia melalui penularan telur atau larva. Biasanya telur cacing terdapat pada makanan atau minuman yang terkontaminasi, misalnya, pada sayur yang tidak dicuci bersih, daging atau ikan yang tidak matang, umumnya daging babi.

“Tapi ikan juga bisa. Jadi harus hati-hati juga, jangan sembarang ikan di danau dimakan ya apalagi dimakan mentah atau setengah matang,” kata Dicky sebagaimana dirilis Rabu, 20 Agustus 2025.

Selain dari makanan, tanah atau lingkungan yang tercemar tinja bisa menjadi penyebab. Dicky mengatakan anak-anak yang sering bermain tanpa alas kaki juga rentan terkontaminasi telur cacing. 

“Jadi harus mencuci tangan. Kebiasaan mencuci tangan ini bukan bicara Covid saja, tetapi juga sebelum makan atau setelah dari toilet. Kebiasaan cuci tangan di antaranya juga mencegah cacingan ini ya,” ujar Dicky. 

Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ini menjelaskan telur yang masuk ke dalam tubuh akan menetas di dalam usus dan menjadi larva. Kemudian larva akan berkembang biak menjadi cacing dewasa. 

“Dalam kasus ekstrem, jumlahnya bisa sangat banyak sehingga cacing bisa saling menggulung dan menumpuk sampai berkilo-kilogram,” kata Dicky. 

Penanggung Jawab Mutu Program Magister Administrasi Rumah Sakit di Sekolah Pascasarjana YARSI ini mengatakan dampak cacingan bisa fatal jika diremehkan. Anak-anak bisa menderita kekurangan gizi kronis atau stunting. “Jadi cacing menyerap nutrisi dari makanan yang seharusnya diperuntukkan atau dimanfaatkan oleh tubuh anak,” ujarnya.

Anak yang menderita cacingan, kata Dicky, juga bisa menyebabkan anemia atau kurang darah, terutama jika terkena cacing tambang yang menghisap darah di dinding usus. Selain itu, cacing bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak karena anak yang menjadi stunting akan lemas dan sulit konsentrasi. 

“Kemudian bisa juga terjadi sumbatan usus. Jadi kalau jumlah cacingnya terlalu banyak seperti kasus lebih dari satu kilogram cacing, ini bisa menyebabkan usus tersumbat. Bahkan, pecah yang berpotensi juga fatal atau mematikan,” imbuh Dicky.

Komplikasi lain, kata Dicky, cacing di dalam usus bisa bermigrasi ke organ lain seperti ke hati atau paru-paru dan mengakibatkan infeksi berat. 

Maka, Dicky mengatakan anak yang menderita cacingan harus dibawa ke puskesmas atau rumah sakit. Pasien harus diberikan obat cacing, seperti anthelmintic dan albendazol.  “Ini diberikan sesuai dosis anak, berat badan. Dalam kasus berat, pemberiannya bisa diulang atau kombinasi sesuai jenis cacing,” katanya. 

Menurut Dicky, apabila pada kasus komplikasi terjadi sumbatan usus berat, dimungkinkan tindakan bedah untuk mengeluarkan cacing. 

Dicky mengatakan kasus balita di Sukabumi menjadi pengingat bahwa cacingan masih dialami anak-anak di Indonesia. Artinya, Indonesia masih belum maju dalam sisi kesehatan. Padahal, kata Dicky, pencegahannya sederhana, yakni dengan sanitasi diri dan lingkungan. 

“Kalau ada daerah ditengarai endemik cacingan, harus dilakukan pemberian obat cacing massal enam bulan sekali untuk anak usia sekolah,” kata Dicky.

Balita berusia tiga tahun asal Desa Cianaga Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi sebelumnya meninggal pada 22 Juli 2025 akibat cacingan. Dari dalam tubuhnya, ditemukan cacing hampir seberat satu kilogram yang keluar lewat lubang hidung dan anus. Cerita tentang bocah itu viral di media sosial.

Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, membenarkan bocah dalam video tersebut adalah warganya. Menurut Wardi, kedua orang tua Raya diduga mengalami keterbelakangan mental sehingga kesulitan memberikan pengasuhan.

Sebelum kondisinya memburuk, bocah itu kerap bermain di kolong rumah bersama ayam. Ia kemudian mengalami demam, didiagnosis menderita penyakit paru-paru, tetapi terkendala biaya karena keluarga tidak memiliki kartu keluarga (KK) dan BPJS. Namun belakangan kondisinya menurun setelah mengalami demam kembali dan baru diketahui mengalami cacingan saat meninggal di rumah sakit.

Kisah balita ini pun mendapat perhatian Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Ia menyatakan akan memberikan sanksi bagi aparat desa setempat karena dinilai lalai memantau kondisi warganya. Selain itu, ia telah menurunkan tim untuk membawa keluarga balita itu berobat. (*)

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar