DPR Berencana Panggil MK Akibat Putusan Perpanjang Masa Jabatan Firli dan Pimpinan KPK
Uwrite.id - Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengungkapkan keheranannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima gugatan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Menurut Sahroni, hal ini menimbulkan kebingungan karena Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dibuat oleh DPR.
“Saya bingung, yang membuat UU kan DPR, kenapa MK yang memutuskan perpanjangan jabatan suatu lembaga. Saya benar-benar bingung,” ujar Sahroni, dikutip dari Detik.com, Kamis (25/5/2023).
Sahroni juga belum memahami apakah putusan MK tersebut berlaku surut atau tidak. Keputusan yang mencengangkan ini menyebabkan Komisi III berencana untuk memanggil MK, meski waktu pastinya belum dapat dipastikan.
"Kami ingin memanggil MK terkait hal ini agar masyarakat tidak bingung mengenai keputusan MK. Saya akan meminta kepada pimpinan lain untuk pengangkatan MK. Karena jika kami memanggil mitra kerja Komisi III, harus dilakukan secara kolektif dan kolegial," kata Sahroni.
“Saya merasa terinspirasi oleh MK, jadi kami juga akan mencoba memperpanjang masa jabatan DPR menjadi lima tahun ke depan, sekiranya perlu dipertimbangkan,” sindir Sahroni ke MK.
Terbukti, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Dengan putusan ini, masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang dari empat tahun menjadi lima tahun.
Melalui putusan tersebut, Ketua KPK, Firli Bahuri, dan rekan-rekannya akan tetap mengajukan banding hingga tahun depan atau selama Pemilu 2024. “Permohonan pemohon dikabulkan secara keseluruhan,” ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan putusan pada Kamis (25/5/ 2023).
Hakim MK, M. Guntur Hamzah, sependapat bahwa masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau lembaga negara tambahan di Indonesia, seperti Komnas HAM, KY, dan KPU, yaitu lima tahun.
MK berpendapat bahwa pengaturan masa jabatan pimpinan KPK berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, terutama yang memiliki pentingnya dalam konteks konstitusional, telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar, dan bersifat diskriminatif.
Kondisi yang diyakini MK bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. “Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memiliki kepentingan konstitusional yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan," ujar Guntur yang pernah terjerat skandal pengubahan putusan MK.
Tulis Komentar