DPD Usul Amendemen UUD: Presiden Dipilih Lagi oleh MPR Seperti Era Orde Baru

Uwrite.id - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mattalitti telah mengajukan lima poin proposal kenegaraan untuk melakukan amendemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu usulan utama adalah mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara.
Proposal ini diungkapkan setelah DPD menggelar Sidang Paripurna pada tanggal 14 Juli 2023. Sidang tersebut menghasilkan langkah inisiatif kenegaraan yang bertujuan untuk menerapkan sistem bernegara yang sesuai dengan prinsip-prinsip para pendiri bangsa.
Poin pertama dari proposal ini adalah mengembalikan peran MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dalam penjelasannya, La Nyalla menyatakan bahwa MPR akan menjadi wadah bagi semua elemen bangsa sebagai representasi dari rakyat yang memiliki kedaulatan.
Selanjutnya, MPR akan memiliki kewenangan untuk menetapkan Tap MPR sebagai produk hukum serta merumuskan panduan kerja presiden.
"MPR akan memiliki peran dalam pemilihan dan pelantikan Presiden, serta melakukan evaluasi terhadap kinerja Presiden pada akhir masa jabatan," ujar La Nyalla, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (11/8/23).
Proposal kedua melibatkan perubahan dalam anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di mana anggota DPR tidak hanya berasal dari partai politik, tetapi juga bisa berasal dari peserta pemilu yang bersifat perseorangan atau nonpartisan.
La Nyalla berpendapat bahwa proses pembuatan undang-undang tidak seharusnya hanya berada di tangan anggota DPR yang berasal dari partai politik. Ia percaya bahwa anggota partai politik mewakili kepentingan partai dan cenderung tunduk pada arahan Ketua Umum Partai.
"Sehingga anggota DPD RI, yang dipilih melalui pemilu legislatif, berada di kamar DPR RI sebagai anggota DPR dari unsur perseorangan," tambahnya.
Proposal ketiga mengusulkan bahwa utusan daerah dan utusan golongan dalam MPR akan diisi melalui mekanisme bottom-up. Komposisi utusan daerah akan mencerminkan sejarah wilayah serta suku dan penduduk asli Nusantara.
"Sementara utusan golongan akan berasal dari organisasi sosial masyarakat dan organisasi profesi yang memiliki sejarah dan kontribusi signifikan terhadap perkembangan ideologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan agama," jelas La Nyalla.
Proposal keempat mengusulkan bahwa utusan daerah dan utusan golongan akan memiliki peran untuk memberikan review dan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang (RUU). Langkah ini diharapkan akan mendorong partisipasi publik yang lebih aktif.
Proposal kelima menekankan pada penempatan yang tepat terhadap peran dan fungsi lembaga negara yang sudah dibentuk pada era reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
La Nyalla menyatakan bahwa amendemen terhadap UUD 1945 antara tahun 1999 dan 2002 menghasilkan konstitusi yang tidak lagi menjadikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi. Baginya, adalah waktunya untuk mengembalikan sistem bernegara sesuai dengan semangat UUD 1945 yang diberlakukan pada tanggal 18 Agustus 1945.
"Perubahan dan penguatan ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terulangnya praktik yang salah di masa lalu," tandasnya.
Anggota DPD dari Papua Barat, Filep Wamafma, menambahkan bahwa DPD lebih fokus pada penguatan peran dan fungsi DPD dalam amendemen UUD 1945. Ia mengindikasikan bahwa usulan terkait kewenangan MPR dalam rencana amendemen masih dalam tahap kajian di DPD.
Sementara proses amendemen UUD 1945 baru-baru kembali menjadi sorotan, ada usulan untuk mengatur penundaan pemilihan umum dalam situasi darurat. Namun, Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyatakan bahwa pembahasan mengenai amendemen akan dilakukan setelah Pemilu tahun 2024, agar tidak ada keraguan bahwa MPR mendukung isu penundaan pemilu.
"Kesepakatan saat ini adalah untuk membahas masalah ini setelah Pemilu," ujar Bamsoet di Istana Negara, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tulis Komentar