Bebaskan Terpidana Pasca PK Ditolak MA, Ini Langkahnya

Hukum | 16 Dec 2024 | 15:37 WIB
Bebaskan Terpidana Pasca PK Ditolak MA, Ini Langkahnya
KEADILAN. Simbol bahwa keadilan harus objektif kepada siapapun

Uwrite.id - Dalam sistem peradilan di Indonesia, Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Meskipun PK merupakan jalan terakhir untuk mencari keadilan, tidak jarang permohonan ini ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Penolakan ini menimbulkan pertanyaan: adakah alternatif lain yang dapat ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan? Artikel ini akan membahas berbagai alternatif upaya hukum dan langkah-langkah yang tersedia setelah PK ditolak.

1. Pengajuan Permohonan Grasi

Grasi adalah salah satu alternatif upaya hukum yang dapat diajukan dalam konteks perkara pidana. Grasi biasanya diajukan dalam kasus-kasus pidana berat, seperti hukuman mati atau penjara seumur hidup. Grasi diberikan oleh Presiden sebagai bentuk belas kasih dan pertimbangan kemanusiaan.

  • Dasar Hukum: Pasal 7 UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
  • Proses: Permohonan grasi diajukan kepada Presiden melalui Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut. Dalam permohonan ini, pemohon harus menjelaskan alasan kemanusiaan yang mendukung pengabulan grasi.

2. Pengaduan ke Komisi Yudisial (KY)

Komisi Yudisial (KY) memiliki wewenang untuk mengawasi perilaku hakim dan menerima pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik atau perilaku hakim. Jika terdapat indikasi pelanggaran dalam proses persidangan, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan pengaduan ke KY.

  • Dasar Hukum: Pasal 24B UUD 1945 dan UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.
  • Proses: Pengaduan dapat dilakukan dengan menyertakan bukti-bukti pelanggaran oleh hakim. KY kemudian akan memeriksa dan menindaklanjuti pengaduan sesuai prosedur yang berlaku.

3. Pengaduan ke Ombudsman RI

Jika terdapat indikasi maladministrasi dalam proses hukum, seperti penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran prosedur oleh aparat penegak hukum, pengaduan dapat diajukan ke Ombudsman Republik Indonesia.

  • Dasar Hukum: UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
  • Proses: Pengaduan dapat diajukan secara langsung, daring, atau melalui pos ke kantor Ombudsman RI. Ombudsman akan menindaklanjuti pengaduan dengan melakukan investigasi dan memberikan rekomendasi kepada pihak terkait.

4. Mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Dalam kasus di mana norma hukum yang digunakan dalam perkara dianggap bertentangan dengan UUD 1945, pihak yang dirugikan dapat mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi.

  • Dasar Hukum: Pasal 24C UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
  • Proses: Permohonan judicial review diajukan dengan menyertakan argumen yang menunjukkan bagaimana norma hukum tersebut melanggar UUD 1945.

5. Meminta Amnesti atau Abolisi

Amnesti dan abolisi adalah kewenangan Presiden untuk perkara pidana, biasanya berkaitan dengan kasus-kasus politik atau kepentingan nasional.

  • Dasar Hukum: Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.
  • Proses: Permohonan amnesti atau abolisi diajukan kepada Presiden melalui rekomendasi DPR RI. Amnesti atau abolisi sering kali diberikan dalam rangka penyelesaian konflik atau kepentingan nasional tertentu.

6. Upaya Non-litigasi

Upaya non-litigasi melibatkan pendekatan di luar jalur pengadilan. Langkah ini dapat digunakan jika perkara memiliki dimensi moral, politis, atau administratif yang membutuhkan solusi alternatif.

  • Contoh Langkah:

7. Pengaduan ke Lembaga Internasional

Dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia atau hukum internasional, pihak yang dirugikan dapat membawa perkara tersebut ke tingkat internasional.

  • Dasar Hukum: Konvensi HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
  • Contoh Pengaduan: Mengajukan laporan ke Komite Hak Asasi Manusia PBB, ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), atau lembaga serupa.

Simpulan

Secara formal, penolakan PK oleh Mahkamah Agung menandai berakhirnya proses litigasi dalam sistem peradilan nasional. Namun, alternatif-alternatif di atas memberikan jalan bagi pihak yang merasa dirugikan untuk terus memperjuangkan keadilan. Sebelum mengambil langkah lebih lanjut, penting untuk berkonsultasi dengan ahli hukum guna menentukan strategi terbaik sesuai konteks kasus dan dasar hukum yang relevan. Dengan memahami berbagai opsi ini, pihak-pihak yang terdampak dapat lebih proaktif dalam mencari solusi terhadap masalah hukum mereka.(pd)

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar